If you love someone. Don’t be
afraid to tell him. Because, your risk if him go with someone else.
Ray menarik tangan Shilla hingga
duduk disalah satu bangku kantin. Ray memesan beberapa minuman dan makanan.
Padahal baru saja terdengar bel masuk. Tapi Ray tidak peduli, sepertinya memang
ada hal penting yang ingin ia bicarakan. Shilla sendiri merasa sedikit risih,
karena memang hanya ada mereka berdua disana, ya tentunya dengan
penjaga-penjaga kantin. Bagi Shilla keluar saat jam pelajaran bukan hal yang
menegangkan, secara Shilla anak pemilik saham terbesar sekolah ini. Walaupun
ayahnya tak secara langsung memimpin sekolah ini, karena yaa kalian taulah
bagaimana sibuknya ke dua orang tua Shilla di Paris.
“Ray udah bel niih masuk yukk”
Rengek Shilla ketika Ray menghampirinya dengan membawa 2 mangkuk bubur ayam
kegemaran siswa-siswi BCIJHS.
“Kenapa? Lo takut dihukum? Yaelah
anak pemilik saham terbesar ko takut? Siapa yang berani ngehukum lo?” jawab Ray
santai yang membuat air muka Shilla berubah. Seperti biasanya, Shilla tak suka
ada yang membawa-bawa jabatan ayahnya. “Gue yang anak pemilik sisa saham
sekolah ini aja…………….” Ray melanjutkan ucapannya tanpa melihat kearah Shilla
lalu sejurus menutup mulutnya sendiri ketika belum menuntaskan ucapannya. Ia
tersadar bahwa ia telah mengucapkan yang seharusnya tak ia ucapkan.
“Lo……. Anaknya om Duta?” Ucap
Shilla dengan mulut setengah ternganga tak percaya.
“ha? Eh. Emm.” Ray menggantungkan
ucapannya lalu segera mengangguk menyadari wajah Shilla belum juga berubah.
“HAAA! Tertanya selama ini lo
ngatain gue ternyata lo juga anak pemilik saham!” Ucap Shilla sedikit kesal tetapi
dengan nada bercanda.
“Tapi gedean saham bokap lo kali”
Ucap Ray.
“Eh sama aja intinya lo anak
pemilik saham juga!”
“Ashilla! Raynald! Kalian sedang
apa disini? tidak dengar bel?” ucap salah satu guru yang memang sudah biasa
bertugas mengechek kantin pada saat jam pelajaraan.
“ga” ucap Ray santai. Guru itu
hanya menggeleng, ia tau mau semarah apapun ia pada Ray pasti tidak akan ada
gunanya. Ray adalah anak yang sangat keras kepala. Entah apa yang
menyebabkannya begitu. Yang pasti tidak ada satu gurupun yang berani
membentaknya. Pantas saja, Ray tak pernah takut bermain handphone atau gadged
lainnya ketika ada guru yang sedang mengajar dikelas. Ray ini, batin Shilla.
“Maaf pak, saya dengar ko. Saya
kekelas dulu pak. Permisi” Ucap Shilla buru-buru, dan seperti biasanya disetai
senyum ramahnya lalu menarik tangan Ray secara paksa untuk beranjak dari tempat
mereka sekarag.
“Shill…… sakit ih aw!” Ucap Ray
menarik tangannya dari genggaman tangan Shilla ketika mereka sudah berada
didepan elevator yang berada di gedung kelas mereka.
“Ih, lagian sih! Lo gasopan tau.
Mau gimanapun pak Ran tetep guru kita. Lebih tua dari kita.” Ucap Shilla
melipatkan kedua tangannya didadanya sambil memajukan bibirnya.
“HAHAHA” bukannya menjawab ucapan
Shilla, Ray malah tertawa. Shilla menggeleng lalu menuju elevator tanpa
memperdulikan tawa Ray. Ray yang menyadari perubahan wajah Shilla mengejarnya
dan meminta maaf.
Begitulah kedekatan Shilla dengan
Ray, mereka memang baru-baru ini dekat. Tapi mereka berdua sama-sama merasa
nyaman. Apalagi Shilla, akhir-akhir ini sahabat-sahabatnya memiliki kesibukan
masing-masing. Ify, mempersiapkan lomba. Zahra, entahlah suka menghilang
tiba-tiba yang kemudian disusul Agni. Sivia sendiri akhir-akhir ini terlihat
sedikit menjauhi Shilla. Begitu juga dengan Ray, yang tidak terlalu memiliki
banyak teman di sekolah ini. Ray tidak suka dengan sikap sebagian siswa yang
terlalu berlebihan, atau yang pendiam sekalipun. Tapi Shilla, menurut Ray ia
sangat berbeda.
*******************************************************************
Hari demi hari kujalani, dengan -tanpa
kusadari- sebuah pengharapan. Harapan yang selalu berputar dikepalaku, harapan
akan bahagia bersamamu.
Hari ini hari Minggu, seperti
pelajar biasanya Shilla sedikit malas untuk bangun pagi. Lagipula hari ini
memang tak ada jadwal apapun. Shilla ingin seharian beristirahat dirumah saja.
Ia sudah memberi tahukan omma beserta pelayan-pelayan yang ada dirumahnya untuk
tidak mengganggunya seharian ini, untuk sarapan atau makan siang sekalipun. Ia
benar-benar tak ingin diganggu dulu hari ini, ia ingin istirahat. Fikirannya
terlalu lelah belakangan ini.
Pukul 10.15, Shilla baru saja
membuka matanya perlahan demi perlahan. Bagus tak ada yang membangunkannya, berarti
omma dan pelayan-pelayannya mengerti keadaannya. Shilla duduk di ranjangnya
sambil merenggangkan otot-ototnya. Rasanya sangat lega, akhirnya ia dapat
beristirahat juga. Akhir-akhir ini ia memang kurang tidur. Entah karena apa,
yang pasti setiap malam, ketika ia ingin memejamkan matanya selalu saja sangat
sulit, mungkin karena otaknya masih berfikir, yang tak jelas memikirkan apa.
Shilla berpindah posisi ke sisi
kanan ranjangnya yang tak terlalu jauh dari kulkas mini yang ada dikamarnya
lalu mulai berjalan perlahan kearahnya dan mengambil sesuatu dari dalam sana,
seperti biasanya Shilla mengambil sekaleng susu dingin kesukaannya rasa coklat
pastinya. Ia duduk di sofa yang memang berada dikamarnya. Terlarut dalam
kenikmatan rasa susu kaleng kesukaannya itu.
Shilla menaruh susu kaleng itu di
meja kaca didepan sofanya, lalu ia bersandar pada belakang sofa empuknya. Ia
meregangkan otot-ototnya sekali lagi. Beberapa bulan ini, ia banyak megalami
hal-hal baru, yang tak pernah ia duga selama ini. Oh ya, dia baru ingat kalau
hari ini Ify sedang berlomba pramuka dan juga Cakka pastinya. Entah mengapa
fikirannya berlari kearah sana. Ify, Cakka. dua orang yang ikut serta mewarnai
harinya juga.
Shilla terdiam sebetar, seperti
menimbang-nimbang. Lalu mengambil susu kalengnya dan berjalan kearah nakas
kecil tempat ia menaruh handphonenya dan mengambilnya lalu duduk di sisi
ranjangnya. Entah apa yang membuat Shilla mendekat dan mengambil handphoenya,
yang pasti di Handphonenya itu terdapat 2 pesan masuk. Dari… Ify dan juga dari
Cakka ternyata.
From: Ify Alyssa
Chillaaaa…… Do’ain lomba gue yaa
supaya sukses. Love you;)
From: Cakka Nuraga
Hai Shill, minta do’anya ya buat
lomba pertama gue di BCIJHS. Thankyou:)
2 pesan berbeda dari orang yang
berbeda juga, tapi yang mempunyai inti yang sama. Shilla tersenyum. Ternyata
Cakka masih mengigatnya. Tapi, ada sesuatu yag janggal pula yang ia rasakan.
Perbedaan waktu pesan Cakka dan Ify hanya sekitar 2 menit. Entahlah, apa yang
membuat Shilla merasa seperti ini. Apa ia cemburu? Tidak tidak. Masa ia harus
cemburu pada sahabat lamanya sendiri. Shilla mengenal Ify, Ify tak pernah
menyakiti hatinya. Ify selalu mengalah kepada Shilla. Shilla yakin betul akan
hal itu.
Tiba tiba. Drrtt drrtt.. Handphone
yang sedang ia genggam itu bergetar dua kali. Menandakan sebuah pesan masuk.
Dari….. Ray rupanya. Tau dari mana ia nomor Shilla? Hah.. entahlah anak ini
memang aneh.
From: 087889699***
Woy, Shill. Lg dirmh ga lo? Kmrnkan
gue gajadi cerita tuh. Skrng gue mau cerita -Ray
To: Ray Prasetya
Ada. Tp gue lg mls keluar ray. Bsk
aja. Jam pertama di tmn belakang.
From: Ray Prasetya
Yaudhdeh. Tmn belakang? Yg sepi bgt
itu? tumben lo mau keluar jam pljrn?
To: Ray Prasetya
Iya. Bnyk omong lo ah. Mau ga?
From: Ray Prasetya
Iye iye. Yaudh bsk ya!
Shilla menaruh kembali Handphonenya
di nakas kecilnya beserta susu kaleng yang sedari tadi masih ia pegang di
tangan kirinya. Ia kembali berbaring diranjangnya. Ia memejamkan matanya, lalu
sejurus membuka kembali kedua kelopak matanya. Huh…. Apa-apaan? Mengapa harus ada
bayangan ka Arel? Apakah Shilla merindukan ka Arel? Atau…. Ini pertanda ia akan
segera bertemu ka Arel? Ha? Mengapa ia berfikiran seperti itu. Ah tak taulah.
Shilla mencoba memejamkan matanya kembali, tetap saja bayangan ka Arel yang ia
temukan. Shilla memutuskan untuk tidak memejamkan matanya, ia duduk bersender
pada kepala ranjangnya.
Ia tak munafik, ia memang sedang
merindukan ka Arel, mungkin sangat merindukan bocah kecil yang tampan itu. yang
selalu dapat membuat Shilla merasa tenang apabila sudah berada didekat ka Arel,
membuat Shilla tak bisa berhenti tersenyum. Ka Arel….. apakah ia sedang
merindukan Shilla juga? Atau mungkin ia malah sedang bahagia bersama perempuan
lain?
Shilla juga tak munafik, ia
benar-benar jatuh cinta dengan Cakka sekarang. Laki-laki itu, yang secara tak
langsung selalu melukis lengkungan bulan sabit di bibir mungil Shilla. Membuat
warna tomat matang berpindah kepipi mulus Shilla. Ya, Cakka. Tapi menurut
Shilla, Cakka tetap Cakka takkan bisa berubah seperti sosok ka Arel.
Aku benci ini, aku benci dilema.
Batinnya mengerang.
*
Aku rindu, rindu tawamu yang ‘dulu’
selalu mewarnai hariku.
Kini ku tak tau pasti kau berada
dimana.
Akankah ditempat berbeda kau juga
sama denganku?
Merindukan aku? Merindukan kita?
Di jam yang sama, namun tempat
berbeda. Gabriel duduk di Sofa ruang tamu rumahnya. Membiarkan gadgetnya
menyala tanpa ia sentuh sekalipun. Ia sedang terlarut dalam fikirannya. Matanya
menerawang jauh. Apa? Bukan bukan. Tapi Siapa? Ya. Siapa yang sedang ada
difikirannya sekarang? Siapa lagi kalau
bukan gadis mungil itu. Chilla, akhir-akhir ini Chilla sering sekali berputar
diotaknya. Nama itu, suara manjanya, wajah mugilnya, tatapan teduhnya. Gabriel
merindukannya.
“Rel? Arel?” sebuah suara
mengagetkannya.
“Ha? Iya ma?” jawab Gabriel
terkejut, ya mamanya lah pemilik suara itu.
“itu daritadi handphone kamu bunyi
juga. Kamu lagi mikirin apa sayang?” Tanya mamanya lalu duduk disebelah
Gabriel.
“oh iya. Hehe” jawab Gabriel lalu
mengambil handphonenya yang ia letakan di meja didepa sofa. Sedikit terkejut
melihat beberapa miscall dari satu nomor yang sama ya, Zahra.
“Rel? kamu kenapa?” Tanya mamanya
karena pertanyaannya belum dijawab tadi.
“Arel gapapa ko ma.”
“Cerita aja sama mama rel”
“Mama ingat Chilla?” Tanya Gabriel
menimbang-nimbang.
“Chilla… mm.. oh ya mama ingat.
Kenapa? Kamu sudah bertemu dengannya?”
Gabriel tak menjawab. Ia hanya
membalas dengan gelengan kepala.
“Kamu rindu Chilla?”
“Maybe” jawab Gabriel mengangkat
kedua bahunya.
“Mama tau pasti sangat sulit. Tapi
bagaimanapun juga kamu punya masa depan Rel. Mama ganyuruh kamu lupain Chilla.
Tapii…. Berhentilah menengok kebelakang rel.” Ucap Mama Gabriel lalu bangkit
dan menepuk-nepuk pangkal kepala Gabriel dengan lembut.
*
Mengapa ketika aku mendekat rasanya
semakin menjauh? Apa kau tak merasakan itu? sungguh menyakitkan.
Masih dihari yang sama, hanya saja
diwaktu yang berbeda dan juga ditempat yang berbeda.
“Kka? Are you okay?” Tanya Ify
bingung melihat keadaan Cakka yang hanya diam saja sedari awal mereka mulai
memasuki jam istirahat.
“ha? Gapapa ko.” Jawab Cakka
sedikit terbata.
“Bejat, bejat. Lo temenan sama gue
udah hampir satu semester kali. Lo gabisa boongin gue”
“gue beneran gapapa fy” Jawab Cakka
ditambahi senyum yang sedikit dipaksakan.
“Chilla lagi?” Ify tetap saja
bertanya. Rasa penasarannya sudah sampai puncak ubun-ubunnya. Kalo kata anak
jaman sekarang semacam kepo gitu deh.
Cakka tak menjawab, ia hanya
mengangkat bahu.
“Yaudah kalo gamau cerita gue
kesana dulu ya jat. Kalo udah mau cerita gue siap kapanpun byeee” Ucap Ify lalu
pergi meninggalkan Cakka.
Coba aja Shilla seperti itu
terhadapnya, batinnya.
Entah mengapa Cakka akhir-akhir ini
merasa dadanya sering terasa nyeri sendiri. Apalagi melihat kedekatan Ray
dengan Shilla. Memangsih Cakka sendiri tau bahwa Ray memang baru akhir-akhir
ini saja dekat dengan Shilla. Tapi? Tak ada yang salah bukan kalau Cakka
berasumsi seperti itu? toh banyak orang yang jatuh cinta hanya dari pandangan
pertama. Ya, seperti dirinya.
Apalagi kerenggangan hubungan
perteman Shilla dan Cakka yang entah disebabkan oleh apa. Itu membuat Cakka
benar-benar hampir putus asa. Kalau saja tidak ada Ify yang menyemangatinya
mungkin Cakka sudah menyerah. Payah sekali Cakka ini. Huh.
Entahlah, Cakka sendiri bukan tipe
cowo yang-mudah-putus-asa-deketin-cewe tapi hanya saja, ia selalu merasa tak
yakin bisa mendapatka hati Shilla semudah ia mendapatkan hati cewe-cewe lain.
Tapi hatinya sudah bertekad untuk
menjadikan Shilla miliknya, biarlah kalau Shilla tak bisa membalas cintanya
nanti ia takkan mengusik Shilla lagi. Walau ia yakin hatinya akan bertolak belaang
dengan fikirannya.