Semakin kau berusaha menutupi
segalanya seakan biak-baikk saja, semakin mudah pula mereka mengendus
keberadaannya.
20 menit kemudian terdengar sebuah suara
riuh lantang yang mampu menggetarkan hati semua siswa siswi Bunga Cendikia
Internasional Junior High School juga guru-guru disana. Suara apalagi kalau
bukan Bel jam istirahat yang selalu dinantikan setiap orang yang memakai blazer berlambang BCIJHS itu
atau mungkin juga dinantikan para guru-guru. Entahlah.
Hari ini rasanya Shilla kurang
bersemangat. Ia tak ingin hatinya berkerja lebih keras dari otaknya. Karena ia
tau akan berakibat fatal nantinya. Shilla hanya diam di tempat duduknya ketika
hampir semua teman-teman sekelasya keluar kelas, merefresh otak sehabis
pelajaran matematika tadi dengan makan di Kantin dan sekedar bergosip dengan
teman-teman lainnya. Tapi, untuk Shilla sendiri sih tidak terlalu merasa
pusing. Karena Shilla salah satu siswi yang dibilang cukup pandai dan cukup
bersahabat dengan angka-angka yang memusingkan tersebut.
“Shill Fy, kantin yukk” ajak Zahra.
“Ayodeh Zah” kata Shilla
menggangguk-angguk. Daripada ia jadi disangka gila beneran oleh sivia gara-gara
seharian diem begini. Mending ia ikut ke kantin walaupun ia sendiri tak yakin
kalau ia akan merasa lebih tenang di kantin nanti
“gue nyusul deh Zah, mau nyalin
catetan si Chilla dulu” kata Ify sambil menunjukan bukunya dengan buku Shilla.
Ify memang mengakui bahwa dirinya tidak terlalu menyukai pelajaran matematika,
jadi mending dia menyalin catetan Shilla dan meminta Shilla mengajarinya nanti.
“yaudah. Kita duluan. Bye fy” kata
Agni.
Kini keadaan kelas benar-benar hampi sepi.
Hanya tinggal Ify dan 2 teman yang sudah terbilang cukup akrab didalam kelas,
Cakka dan pasti bersama sahabat sebangkunya juga yaitu Debo. Mereka berdua
lebih memilih bertahan dikelas sampai 5 menit kemudian. Karna meunurut mereka
dalam waktu 5 menit itu kantin akan ramai sekali. Mereka berdua lebih memilih 5
menit duduk dikelas daripada harus berdesak-desakan di kantin karena toh sama
saja waktunya akan terbuang sia-sia juga.
“Bejaaaattt………….” Panggil Ify
“Apaan nenek sihir bawel?” Tanya
Cakka sambil bangkit dari kursinya.
“EHEHEH mau kemana looo?”
“Kantin. Kenapa? Mau ikut? Yuk”
Jawab Cakka yang sudah ada didepan kelas dan sudah bersiap ingin keluar pintu
kelas.
“ihhhh maleesss…. Banget…… tau ngga
loooo bweekk” kata Ify sambil memeletkan lidahnya.
“Hahaha males aja kali fy” sambung
Debo.
“HAHAHA ada apaan sih Fy?” sekarang
giliran Cakka yang menertawai Ify.
“Galucuuuuu lo berduaa… “ kata Ify
yang sudah kesal sekali dengan tingkah kedua teman dekat –barunya-nya itu.
“hahahah biariin emang ada apaan
sih?” Tanya Cakka
“Aduuhh tadi gue mau nanya apaan
ya? Lupakan tuh” kata Ify sambil mennggaruk tengkuk kepalanya yg tidak sama
sekali terasa gatal.
“Yeh lo gece mau ke kantin nih gue
laperrrr”
“
Yaudah sanalah ke Kantinn aja
looo” usir Ify
Cakka mengeleng heran lalu ia dan
Debo pun pergi meninggalkan Ify sendiri dengan wajah yang masih terlihat
bingung. ‘sebenernya tadi gue mau ngomong apaan sih?’ kata Ify berbicara
sendiri. Suasana kelas saat ini hening,
sangat hening. Kelas sebelah yaitu kelas 7E dan 7D pun terlihat sepi, biasanya
ramai dengan anak-anak yang merasa malas untuk ke kenatin, tapi saat ini
keadaan benar-benar sunyi. Ify menjadi bergedik ngeri sendiri. ‘ah, tadikan gue mau
nanya soal………….’ runtuk Ify sedikit kesal namun omongannya tiba-tiba harus
terhenti karena mendengar suara yang sudah tidak asing ditelinganya. Suara
lembut yang sudah ia dengar sejak ia
duduk dibangku kelas 2 SD.
“soaal apa hayoo?” Tanya Shilla
yang baru saja memasuki kelas bersama Sivia, Zahra, dan Agni
“Eh lo pada udah ko udah ke kelas
siih? Gue belum ke kantiiin” kata Ify asal sambil menutup-nutupi sesuatu
sebenarnya sih Shilla sudah tau pasti. Tapi bagaimana dengan sahabat-sahabat
lainnya. Ify lebih baik mencari alasan deh.
“lagian lamaa… abis ngapain lo? Wah
Ify nihh yaa” kata Zahra sambil terkekeh.
“nih gue bawa makanan ringan
kesukaan lo” kata Agni sambil melempar beberapa snack kesukaan Ify.
“Eee thankyou yaa” kata Ify lalu
membuka snacknya.
“tadi soal apaan fy?” Tanya Sivia
yang kemudian duduk disebelah Ify di bangkunya Shilla.
“ha? Soal? soal apaan? Engga koo”
kata Ify dengan segala cara untuk menutupi wajahnya yang terlihat sedikit
sedang berbohong dan tegang.
“Eh ini gue udah bawa
tulisan”MADINGKU’nya” kata Shilla mencairkan suasan. Shilla tidak suka dengan
suasana tegang seperti tadi. Ia lebih menyukai suasana gembira, ceria tidak seperti
tadi dan sepertinya Shilla juga mengerti apa yang sedang ditutupi oleh Ify.
“ gue juga” samber Agni
Bel tanda masuk pun akhirnya
berbunyi, Ify segera membereskan
bungkusan snack-snacknya yang tadi diberikan oleh Agni. Sivia bangkit dari
kursinya Shilla dan akan kembali ke kursinya disebelah kursinya sudah terlihat
Zahra duduk dengan santainya. Memang tadi Zahra meminta untuk kembali ketempat
duduknya duluan, begitu juga Agni ia sudah duduk ditempatnya sendiri. Satu
persatu siswa-siswi penghuni kelas 7Fpun mulai memasuki kelas. Kelas mulai
terlihat gaduh, tingkah anak laki-laki dikelas ini memang bisa terbilang cukup
brutal tapi sejujurnya mereka asik.
Cakka yang biasanya menjadi ketua
diantara anak laki-laki dikelas ini kembali ketempat duduknya di depan Shilla.
Entah mengapa tiba-tiba Shilla merasa tubuhnya memanas melihat punggung Cakka
yang akan segara duduk di bangkunya. Hubungan Shilla dengan Cakka akhir-akhir
ini memang terlihat agak jauh. Shilla lebih memilih mengobrol dengan Sivia
Zahra atau Agni ketika Cakka Debo dan Ify mulai bercanda. Entah apa yang
membuat Shilla berubah 180
seperti itu.
Shilla hanya tidak ingin hatinya terus menguasai otaknya. Ia tau itu akan
berakibat fatal pada hubungan ‘teman dekat’nya dengan Cakka. Shilla tidak
pernah berharap lebih bukan? Buatnya berada didekat Cakka seperti ini saja
cukup membuatnya nyaman. Tidak ada jantung yang berdetak tidak seperti
biasanya, tidak ada peredaran darahnya yang lebih cepat dan menggila mengalir
ditubuhnya, tidak ada panas dingin yang ia rasakan ketika 2 lingakaran bening
matanya bertumbukan langsung dengan Cakka. Shilla tidak menyukai hal itu, karna
saat itu juga ekspresi Shilla akan berubah dan akan mudah terbaca siapapun yang
melihatnya bahwa iya sedang jatuh hati pada pemuda didepannya, pada pemuda yang
baru ia kenal beberapa bulan ini. Ia tak ingin ada yang tau apalagi Ify.
Saat shilla sedang tidak nyaman
dengan perubahan yang mulai terjadi dengan hati, detak jantung, aliran darahnya
dan suhu tubuhnya tiba-tiba seorang guru cantik memasuki kelas mereka, dengan
langkah penuh semangat dan juga diiringi dengan senyum yang menawan. Wangi
parfumnya menyerbak membuat yang tidak sengaja menciumnya seperti meleleh.
Beliau adalah walikelas 7F, bu Reni namanya. Guru yang terbilang masih cukup
muda ini mengajar di bidang IPA. Kelas 7F sangat beruntung memilik walikelas
secantik, sebaik, dan seperhatian bu Reni.
“Ayo semuanya, sudah siap meembuat
madding?” Tanya Bu reni yang dijawab dengan teriakan kata iya oleh seluruh
siswa-siswi 7F.
Shillla sendiri masih terus berada
dalam pikirnya. Entah mengapa lama-kelamaan Shilla merasa nyaman, memerhatikan
sosok Cakka dari belakang. Walaupun perubahn yang terjadi pada beberapa organ
dalam tubuhnya semakin terasa, tapi saat itu juga Shilla merasa semakin nyaman.
Shilla membayangkan ia bisa merengkuh sosok didepannya ini. Shilla bisa
memeluknya, mendekapnya walau hanya dari belakang. Entah mengapa sejak detik
ini Shilla merasa bahwa ia telah menjadi seseorang yang egois.
Cakka sendiri tidak terlalu merasa
peka bahwa ia sedang diperhatikan oleh orang yang ia rasa agak menjauh darinya.
Cakka sendiri bingung melihat perubahan Shilla. Mengapa ia tak pernah melihat
tawa Shilla yang tulus lagi, ketika ia sedang melemparkan leluconnya. Yang ada
malah Shilla yang sibuk dengan handphone dan gatgednya atau kadang Shilla yang
sibuk dengan buku tulisnya. Cakka sedikit merasa kehilangan sesuatu dari
hidupnya. Tawa Shilla, 2 lingkaran bening mata Shilla yang suka tidak secara
sengaja bertumbukan dengan punyanya. Cakka sepertinya mulai merindukan Shilla.
Entahlah, ia tak pernah mengerti apa ia juga menyukai Shilla. Tapi yang pasti
Cakka sedikit tenang karena sudah memutuskan hubungannya dengan kekasihnya yang
tanpa ia ketahui adalah orang yang cukup dekat dengan Shilla.
“Chill, mana tulisan ‘madingku’
yang buatan lo?” tiba-tiba suara Ify membuyarkan segala lamunanya, segala
hasratnya untuk mendekap Cakka dan tidak akan pernah melepasnyakan kembali. Ia
terkesiap melihat Ify yang terlihat bingung memandanginya. Tangan Ify telah
mengadah karahnya seakaan meminta sesuatu.
“Chillaa… manaaa? Ko lo malah
bengong gitu ngeliatin gue”
“Eh iya ini fy sorry” jawab Shilla
sambil memulihkan kembali otaknya. Meminggirkan jauh-jauh pemikirannya yang
tadi. Iya, hanya ia pinggirkan tidak ia singkirkan. Entahlah kenapa seperti
itu. yang pasti Shilla tidak ingin menyingkirkannya ataupun membuangnya.
“Eh ini ada punya Agni juga. Tadi
gue udah nanya ketemen-temen dibarisan kita. Hasilnya sama. Tinggal satu orang
sih yang belum gue Tanya” kata Ify menjelaskan.
“oh yaudah”
“Kka…. Lo mau milih yang mana?
Punya Chill, eh Shilla apa Agni?” Kata Ify sambil menunjukan dua buah kertas
karton yang sudah dipotong menjadi agak kecil lalu bertuliskan kata ‘MADINGKU’
dan diberi sedikit hiasan.
“emang Shilla yang mana Agni yang
mana?” Tanya Cakka yang sekarang sudah menghadap kebelakang. Kearah Ify, lalu
melirik sekilas kearah Shilla. Shilla sedikit terkesiap karena saat Cakka
melirik sebentar kearahnya, saat itu Shilla juga sedang melirik kearahnya.
Seperti itulah Shilla. Selalu memerhatikan Cakka diam-diam.
“ini Shilla, Ini Agni” jawab Ify
sambil menujukan kedua benda yang berada di kedua tangannya.
“emm…. Emang gue harus milih ya?
Gue terserah ajadeh” jawab Cakka santai. Saat itu juga tubuh Shilla terlihat
melemas sedikit. Ada perasaan kecewa yang menghantam hatinya tiba-tiba. Ia kira
Cakka akan meimilih punyanya. Ternyata tidak.
“Kka, harus milih tau. Gua aja
dipaksa sama nenek lampir satunih” tba-tiba terdengar suara Debo yang sedari
tadi menghadap kedepan. “Udah pilih punya Shilla aja haha” sambung Debo sambil
tertawa dan menepuk-nepuk pundak Cakka yang masih terlihat bingung.
“ha?” Shilla tak sadar bahwa ia
telah setengah berteriak. Wajahnya yang sedari tadi tanpa ekspresi berubah
menjadi wajah kaget bercampur bingung. Cakka dan Ify secara reflek menghadap
kearah Shilla. Sial, batin Shilla lalu menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
Lalu Shilla terkekeh sambil tetap menutup mulutnya agar tidak terlihat
mencurigakan. Walau sebenarnya tetap saja takkan bisa menutupi wajah kaget
bercampur bingungnya. Ify hanya menggeleng entah karena apa pada sahabat
lamanya ini.
Cakka sendiri masih terlihat diam
sambil menghadap kearah Shilla, lalu beberapa detik kemudian dia menghadap
kearah tangan Ify. Cakka terlihat sedang memikirkan sesuatu. Sebenarnya tadi
kalau Cakka tidak membuang pandangan kearah tangan Ify dalam waktu beberapa detik akan menimbulkan pertanyaan di
hati Zahra yang daritadi memandang kearah Shilla dan Ify. Mungkin kalau Zahra
melihatnya bisa menjadi sesuatu yang terasa membingungkan untuk Cakka.
“yaudah gue pilih punya…. Shilla
aja deh” jawab Cakka lalu menoleh cukup lama kearah Shilla dan memperlihatkan
lengkungan indah dari bibirnya. Walau hanya dalam beberapa puluh detik, bahkan
tidak sampai setengah menit cukup membuat pipi Shilla sedikit memerah dan tanpa
sadar Shilla membalas senyumnya walaupun sangat tipis.
Cakka sempat melihat senyum tipis Shilla dalam
waktu yang lebih singkat lagi, disisa waktunya meoleh ke Shilla ketika ia akan
membalikan badanya kedepan lagi. Lalu Cakka terdiam sendiri ketika badanya
sudah sepenuhnya melihat kedepan.
*
“hati-hatilah, kalau kita naksir
orang selama lebih dari 4 bulan tandanya kita sudah jatuh cinta”- unknown
~
Semakin aku menepis keberadaanya,
semakin aku yakin pula bahwa rasa itu benar-benar ada. Kini baru aku menyadari
bahwa akulah yang membiarkannya merasuk ke jiwa ini sesukanya tanpa aku
mengerti apa maunya.
Empat bulan lima belas hari sudah Shilla
dan teman-teman barunya melalui masa-masa bersama dikelas baru mereka ini, yang
mungkin sekarang sudah tak pantas dibilang baru.
Berarti sudah selama itu pula
Shilla dapat merasakan gejolak baru yang sering timbul dihatinya, seiring waktu
berjalan semakin besar pula rasa itu, semakin mengambil alih untuk menguasai
tubuh Shilla. Shilla sendiri tak habis fikir, padahal akhir-akhir ini ia sudah
mencoba untuk menjauh, tapi nyatanya. Tetap saja rasa itu muncul ketika ia tak
sengaja melirik kearah Cakka. Hatinya benar-benar sudah mengotrol penuh akan
tubuhnya. Dirumah Shilla suka membayangkan wajah Cakka, disekolah apalagi. Ia
suka memikirkan tentang pemudah yang duduk tepat didepannya itu.
Akhir-akhir ini Shilla lebih
terlihat murung. Bukan. Bukan sikap diamnya yang dulu pernah ia perlihatkan
ketika baru pertama kali merasakan rasa aneh yang terus menerobos masuk ke
kehidupannya. Tapi ia terlihat bersedih raut wajahnya selalu menampilkan rauh
wajah yang tak bisa ditebak, yang pasti wajahnya itu terlihat sangat murung.
Murung sekali. Sehingga orang yang melihatnya seakan-akan bisa merasakan apa
yang ia rasakan. Walau sebenarnya Shillapun tak tau apa yang ia rasakan.
Tapi ia sedikit mengerti bahwa ini
tentang rasa sialan itu. Rasa yang selalu membuat dirinya berubah—ubah. Kali
ini rasa itu seakan ingin membunuh Shilla. Hatinya suka berdenyut-denyut tak
menentu ketika ia tak sengaja melihat Cakka bercanda dengan perempuan lain
teman sekelasnya. Sebenarnya Shilla tak pernah ingin melihat kejadian-kejadian
yang menurut Shilla tak penting itu. Tapi hatinya selalu saja menyuruhnya dan
entah mengapa Shilla hanya bisa menurut. Lalu merasakan denyut yang ia tak
suka. Rasanya sesak, Shilla membencinya.
*
Matahari mulai terbenam lagi,
Namun rasa itu seakan takkan pernah ingin menglihang
bersama gemerlap malam.
Bintang tampak tak ingin menemani bulan,
Berbeda dengan hati ini yang selalu menemani hariku
bersamanya.
Andai saja hati ini tak pernah meminta,
Aku tak akan pernah ingin merasakan rasa itu.
Seakan membunuhku secara perlahan,
Melalui hal-hal yang tak pernah ku inginkan.
Hari ini guru-guru kelas 7 sedang mengadakan rapat dadakan. Namun sialnya
anak kelas 7 tidak diperbolehkan untuk pulang. Jadi, anak-anak kelas 7 hanya
bisa main di kelas, kantin ataupun taman yang tersebar disekolah ini.
Begitu juga dengan Shilla, Zahra, Ify, Sivia
dan Agni. Mereka lebih memilih ketaman yang ada dibelakang sekolah. Taman ini
cukup sepi, malah tak terlihat satupun anak yang memakai blazer CIJHS disini.
Itu yang membuat mereka memilih taman ini. Mereka sudah sering berkumpul di
taman ini. Sekedar bercanda gurau atau saling curhat melepaskan rasa yang telah
membuat mereka tertekan. Taman belakang
sekolah ini sangat bagus dan rapih mungkin karena jarang bahkan tak pernah
didatangi anak-anak BCIJHS lainnya karena memang letaknya yang agak jauh.
Karena saking sepinya taman ini Sivia dan Agni memberikan nama untuk taman ini
yaitu taman ketenangan.
Suasana kali ini memang sangat sepi
sekali tidak terdengar satupun kata yang keluar dari mulut ke 5 sahabat ini.
Shilla masih terlihat murung. Wajahnya seperti terlihat lelah bingung dan sedih
bercampur aduk. Begitu juga dengan Ify yang sibuk dengan fikirannya sendiri
tersenyum membayang-bayangkan wajah seseorang yang seakan-akan tersenyum juga
padanya. Hal itu juga terjadi pada Zahra meski raganya berada disini tapi
jiwanya seakan sedang menyusuri ruang-ruang kelas 8. Mencari sosok yang sampai
ini masih bisa membuat dia menjadi tenang walau hanya terus berpapasan tanpa
mengobrol baginya itu sudah menjadi kebahagiaannya. Sedangakan Sivia dan Agni
hanya terdiam memandangi ketiga sahabatnya.
Agni menyenggol sikut Sivia pelan.
Seperti memebrikan isyarat agar Sivia
menengok kearah Agni. Siviapun menatap mata Agni yang seakan-akan bertanya
ada-apa-dengan-mereka Sivia hanya menjawab dengan mengangkat kedua
bahunya.
“Ni, ko kayanya sepi banget sih?
Kita kekelas aja yuk. Bete gue” Kata Sivia yang memang sudah merasa sangat
bosan berada diantara teman-temannya yang terlihat seperti orang kehilanga akal
sehatnya itu.
Shilla yang mendengar ucapan Sivia
merubah posisinya yang sedari tadi menaruh
dagunya pada salah satu telapak tangannya. Dan tangan satunya memaikan
sebatang ranting kayu seakan sedang menulis sesuatu pada tanah berumput
dihadapanya. “Viaa….” Panggil Shilla lirih.
“APA? EMANG BENERKAN? APAAN NIH
SAHABAT-SAHABAT YANG GUE KENAL JADI BEGINI. DIEM-DIEMAN GAJELAS” kata Sivia
mencak mencak sepertinya ia sudah sangat kesal. Mereka tau, Sivia tipe orang
yang tidak suka kesedihan. Sivia jarang sekali terlihat murung, ia lebih sering
tertawa. Entah karena apa.
“Vii… bukannya gitu..” jawab Ify
tak kalah lirihnya dengan Shilla.
“APALAGISIH? HA?” jawab Sivia
dengan sangat emosi. Sivia merubah posisinya menjadi berdiri. Kedua tangannya
berdecak pinggang.
“LO GAUSAH SO TEGAR!
C-E-N-G-E-N-G!” kata Zahra sarkatis dengan tak kalah emosinya sambil menekan
ucapannya pada kata terakhir. Ia sudah tak kuat dengan bentakan Sivia selama
ini. Sebenarnya Zahra tau. Sangat tau bahwa Sivia sebenarnya tidak setegar yang
ia dan sahabat-sahabatnya liat.
“APA KATA LO?! HA?!?!?!!” Tanya
Sivia terkesiap. Ia sangat kaget dengan apa yang Zahra ucapkan. Zahra……………………
mengapa mengucap seperti itu?, batinnya lirih sangat pedih. Sivia berlari
secepat mungkin. Entah ia akan kemana.
Rapuh. Kini yang mereka rasakan.
Mereka semua tak bisa saling mempungkiri, mereka memang benar benar sangat rapuh. Kadang yang terlihat lebih
tegar dari batu karangpun sangat mudah menjadi rapuh.
Zahra terdiam terpaku membisu.
Teman-temannya memandanginya dengan heran bercampur kecewa. Zahra yang terlihat
agak pendiam, mengapa bisa setega itu pada Sivia? Mereka tau Sivia memang
sangat suka ngomel-ngomel pada mereka. Tapi yang Shilla Ify dan Agni tau Sivia
lakukan itu karena ia tak suka dengan kesedihan, ia benci kesedihan. Ia lebih
menyukai kesenangan, ia tak akan pernah bisa melihat sahabat-sahabatnya
bersedih, menjadi orang cengeng. Itulah Sivia.
Shilla ikut terdiam, menunduk kearah tanah, matanya dipejamkan sebentar. Ia
tak berniat untuk memberikan sedikitpun ocehan pada Zahra. Ia sudah terlalu
lelah. Lagipula ia tak ingin memihak siapapun disini. Ia sangat mengerti Sivia,
Sivia yang meembantu Shilla berfikir dengan otaknya, tanpa harus memperhatikan
arahan dari hatinya. Tapi Zahra? Shilla juga sangat dekat dengannya. Walaupun
Zahra pendiam tapi Shilla tak bisa memungkiri bahwa Zahra yang paling mengerti
keadaannya. Walaupun Zahra tidak tau bahwa Shilla menyukai Cakka.
Ify masih memandangi Zahra, pasti
ia benar-benar tak habis fikir. Teman cuhat Sivia yang selalu memberikan arahan
terbaik ini ternyata harus bersikap seperti itu. Zahra….. apa yang telah ia
ucapkan memang benar benar keterlaluan. Ify tau kalau Sivia suka curhat pada
Zahra dan Ify juga tau bahwa Zahra selalu bisa membuat Sivia menjadi tegar melebihi
batu karang. tapi… mengapa kini ia juga yang membuatnya menjadi rapuh.
Agni sendiri tak habis fikir
pastinya. Tapi ia lebih memilih untuk bangkit berdiri dan menghampiri Zahra.
Agni adalah sahabat yang paling tau isi hati Zahra, ia tau bahwa jiwa raga
Zahra yang sebenarnya sedang tak ada disini. Agni tau pasti tadi Zahra tidak
sengaja mengucap seperti itu. butiran bening milik Zahra menetes perlahan. Agni
berusaha sebisanya untuk menenangkan Zahra. Ia mengusap lembut punggung Zahra.
Agni mengerti, Zahra sangat kecewa pada dirinya sendiri.
Ify berdiri dan bersiap untuk
kembali kekelas. “Fy, mau kemana?” Tanya Shilla yang sudah berdiri juga.
“Mau kekelas. Mau ke Sivia” jawab
Ify lalu segera berlari ke kelas.
Zahra masih terduduk dan menangis,
kali ini tangisannya lebih keras. Agni masih terus berusaha menenangkannya.
Shilla sendiri bingung harus apa. Ia memutuskan untuk menghampiri Sivia. “ gue
ke kelas dulu ni. Jagain Zahra ya” kata Shilla dengan nada terdengar sedikit
khawatir tetapi bingung, lalu Shilla berlari menyusul Sivia dan Ify ke kelas.
PART 5
PART 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar