Kehilangan sahabat sejati lebih
menyakitkan dibanding harus tertusuk ribuan jarum.
“Chill…” sapa Ify pelan tapi
terdengar sangat takut dan kahwatir ketika Shilla baru saja memasuki kelas
mereka.
Keadaan kelas terlihat sangat
ramai, teman-teman mereka ternyata lebih memilih menetap dikelas dan bercanda
sepuas mereka. Terlihat Cakka sedang mengobrol bersama teman-teman lainnya
didepan kelas sambil bercanda-canda. Ketika Shilla memasuki kelas dengan wajah
pucat dan langkah sedikit gontai. Tak terlalu banyak yang memerhatikan Shilla,
tapi tidak dengan Cakka. Terbesit wajah sedikit khawatir ketika melihat keadaan
Shilla, lalu ia segera mengalihkan pandangannya. Tapi ternyata terlambat. Ify
telah melihatnya. Ify melihat tepat ketika Cakka sedang memerhatikan Shilla.
Kemudian ify terkesiap membenahkan posisi wajahnya ketika mendengar suara
Shilla yang semakin mendekat.
“vhia mhanah fy?hhh…” Tanya Shilla
sambil menghela nafas. Terdengar nafasnya terengah-engah.
“chill… mending lo istirahat dulu
deh. Nanti penyakit lo kambuh” kata Ify sambil memberikan Shilla minum.
“thank fy. Hhh… gue gapapa koo. Via
mana?”
“gapapa gimana? Muka lo pucet
banget Chill… Via tadi gatau kemana. Pas gue sampe sini….. dia udah gaada”
“kita harus cari via fy. Setegar
apapun dia, gue tau pasti dia butuh kita” ucap Shilla lemah. ‘jangan kambuh,
gue mohon kali ini jangan kambuh dulu’ batin Shilla entah pada siapa yang pasti
ia sambil sesekali menggigit bibir menahan sakit di dadanya.
“Chill…. Tapi…… lo” ucap Ify
khawatir.
Ify yang sudah bersahabat lama
dengan Shilla sangat tau tentang Shilla. Shilla memiliki penyakit asma akut dari
kecil yang sangat mudah kambuh apabila Shilla sedang sangat lelah. Memang penyakit
itu sudah tak pernah kambuh lagi akhir-akhir ini. Semenjak ia menjadi sisiwi di
BCIJHS. Tapi tetap saja Ify khawatir karena kalau penyakit itu kambuh…….
Akibatnya benar-benar fatal. Ify tak ingin sesuatu terjadi pada sahabat dari
kelas 2 SDnya ini yang selalu ada untuknya. Ify benar-benar sayang pada Shilla.
Begitu juga Shilla. Apalagi ketika tadi Ify melihat seseorang menaruh harap
pada Shilla. Ify ingin yang terbaik untuk Shilla.
“fy. Percaya. Gue gapapa” kata
Shilla menatap Ify dengan tatapan yang amat sangat meneduhkan. Ify tak pernah
menyangkal bahwa Shilla selalu bisa membuatnya tenang. “kita harus kerumah via
fy. Sekarang” lanjut Shilla menenteng tasnya dan bersiap keluar kelas.
“Tapi lo harus janji sama gue. Lo
gabakal kenapa-kenapa” ucap Ify lirih, sambil terus menatap kearah lantai dan
sesekali menatap Cakka yang sedang menghadap ke Ify juga.
“gue janji fy” kata Shilla memeluk
Ify lalu bergegas pergi meninggalkan kelas sambil menarik tangan Ify.
*
Masa lalu itu mulai tampak lagi.
Tidak. Tidak ada yang bisa memisahkan aku dengan dia sekalipun orang yang ia
sayang.
Agni dan Zahra masih sama-sama
membisu ditaman ketenangan. Taman begitu hening. Hingga terdengar jelas isakan
dari bibir kecil Zahra. Ia masih menangis. Terlalu sulit untuk menahan tangisnya.
Zahra sangat tau bahwa tindakan ia tadi sangat keterlaluan. Zahra menyesal,
namun ia juga tidak tau harus apa sekarang. Mungkin ia hanya ingin menangis,
menumpahkan segala kekecewaan dan amarah pada dirinya. Pikirannya kacau, walau
Zahra sedang menangis tapi tatapannya seperti kosong.
Agni terdiam sebentar, kemudian ia
menghela nafas. Sudah berkali-kali ia seperti ini. Berharap akan mendapatkan
satu kata saja untuk memulai percakapan. Tapi bibirnya seakan-akan terkunci
rapat. Kedua matanyapun sudah berkali-kali mengeluarkan butiran bening, walau
sedikit demi sedikit. Ia mengerti betul apa yang Zahra rasakan.
“ra..” sapa Agni ragu-ragu
“gue jahat ya, jahat banget.
Bisanya Cuma nyakitin. Hidup gue gaberguna” kata Zahra tiba-tiba. Tatapannya
masih kosong.
“lo gajahat ko ra. Gue ngerti apa
yang ada di fikiran lo tadi”
Zahra diam. Tiba-tiba tangisnya
meledak.Ucapan Agni seakan-akan menyiram lukanya dengan air jeruk nipis. Perih.
Rasanya ia akan mati rasa dalam beberapa detik lagi.
Kemudian dengan sejurus seseorang telah
memeluk Zahra yang sudah terlihat sangat kacau. Berharap Zahra akan lebih
tenang dengan pelukan tersebut. Bukan. Tenyata bukan Agni yang memeluk Zahra.
Sosok lain yang baru memasuki taman ketenangan. Laki-laki yang selalu ada
difikiran Zahra, ka Gabriel.
“kamu jangan nangis ra” kata
Gabriel masih memeluk Zahra sambil mengusap lembut rambut panjang Zahra yang
tergerai indah. Wangi semerbak parfumnya ikut masuk kedalam tubuh Zahra bersama
udara yang ia hirup. Benar-benar membuat Zahra terlihat lebih tenang.
“ka- ka- ka Gabriel” ucap Zahra
terbata-bata.
Agni hanya bisa diam. Lalu
tersenyum. Berharap Zahra akan lebih tenang dengan kehadiran Gabriel.
“iya ra. Ini aku. Kamu jangan
nangis lagi ya. Kamu hanya emosi tadi. Begitu juga sahabat-sahabat kamu. aku
yakin kamu sama sahabat kamu pasti nanti bisa kembali seperti dulu” ucap
Gabriel sambil melepaskan pelukannya lalu menatap Zahra.
“makasih ka, aku udah agak tenang
sekarang” jawab Zahra sambil menghapus sisa-sisa air matanya lalu tersenyum.
Sekarang giliran Gabriel yang
terdiam. Ia seperti melihat sosok gadis kecil yang sangat ia sayangi, yang
sangat ia rindukan sampai sekarang. Kemanakah gadis kecil itu sekarang? Jika ia
akan bertemu dengannya sekarang mungkin ia sudah sebesar Zahra. Apa gadis kecil
itu memang Zahra?, batin Gabriel sambil memerhatikan lekukan-lekukan wajah
manis Zahra. Ia sangat merindukan gadis kecil itu.
“Chilla….” Panggil Gabriel pelan,
entah pada siapa.
“ka?” walaupun dengan suara pelan
tapi Zahra bisa mendengar suara Gabriel. Apa? Tadi dia memanggil Chilla?
Shillakah? Sahabat barunya?, batin Zahra mulai tak tenang.
“Ha? Oh engga-engga. Kamu udah
tenangkan sekarang? Kita kekelas kamu aja yuk sekarag” Gabriel terkesiap
mendengar suara Zahra. Ia tersadar, bahwa yang ada dihadapannya kini bukan
Gadis kecil yang ia sayang dari dulu mungkin sampai sekarang. Ia menjawab
sambil berusaha meyakinkan bahwa semua baik-baik saja.
Zahra hanya mengangguk. Lalu
berdiri, dan mulai berjalan perlahan sambil memegang erat tangan Gabriel. Ego
telah menguasai dirinya. Ia tak akan pernah rela apabila laki-laki disebelahnya
yang ia –tanpa sadar telah ia- sayangi ini direbut siapapun. Apalagi Shilla…….
*
Egois. Cinta memang egois. Munafik
apabila cinta bisa rela melihat orang yag ia cintai bahagia disamping orang
lain. Dusta apabila cinta berkata kuat pada halnya ia sedang tersakiti.
Hari ini Bunga Cendikia
Internasinal Junior High School diliburkan. Ternyata guru-guru masih harus
menlanjutkan rapat kemarin. Entahlah rapat apa, yang pasti sangat penting untuk
kemajuan anak-anak di sekolah sangat elit ini.
Shilla baru saja bangun dari
tidurnya. Semalam ia terpaksa harus tidur pukul 23:30 karena ia baru saja
pulang dari rumah Sivia. Untunglah, walau Sivia kemarin terlihat sangat tertekan
tapi ia masih bisa diajak kompromi untuk tersenyum kembali. Yaa, walau Shilla
dan Ify tak tau apakah itu senyuman tulus atau fake smile, senyum terpaksa.
Yang penting Sivia sudah bisa kembali menjadi Sivia yang galak dan cerewet.
Semalam Shilla Ify dan Sivia
terlalu larut dalam cerita mereka masing-masing sehingga tak sadar bahwa sudah
hampir tengah malam. Sebenarnya Sivia sudah mengajak Ify dan Shilla untuk
menginap dirumahnya, tapi Shilla menolak dengan halus, begitu juga Ify.
“Hoaammm… jam berapa nih?” Tanya
Shilla entah pada siapa. Mungkin pada dirinya sendiri. Lalu ia bangkit dan
melihat jam weker yang ada di meja putih kecil disebelah tempat tidur besar
dengan model yang terlihat feminim dan berwarna putih miliknya.
“Ha? Jam 9? Ohmygod” kata Shilla
lagi setengah terkejut.Ia mempunyai janji dengan Ify dan Agni untuk
mempertemukan Sivia dan Zahra pada pukul 10 ternyata. Shilla langsung berlari
ke kemar mandi yang tersedia di kamar luasnya.
Shilla keluar dari kamar mandi. Dan
akan bersiap menuju meja riasnya yang bermodel sama dengan tempat tidurnya.
Shilla memerhatikan seluruh pantulan wajahnya yang terlihat di cermin. Wajahnya
masih terlihat pucat. Entahlah, sejak semalam ia merasakan kepalanya
berdenyut-denyut sedikit. Tapi, kau tau kan bagaimana Shilla? Selalu bersikap
tak peduli pada apapun. Ia mengambil lipglosh yang berada di meja riasnya.
Hanya untuk menutupi wajah pucatya sedikit. Agar tidak terlalu kelihatan buruk.
Tiba-tiba Handphone canggihnya bergetar beriringan.
Drrtt…drttt..
“hallo? Shilla? How are you? I miss
you honey” terdengar suara perempuan dewasa dengan bahasa inggris yang sangat
pasih.
“mama? I’m fine. When you come back
to Indonesia ma? I miss you too….” Jawab Shilla
“sorry shill. Maybe I can’t come
back to Indonesia. Masih terlalu banyak pekerjaan disini sayang. Shill..
sebenernya mama mau ngomongin sesuatu nih”
“kenapa ma?”
“sekarang kamu sudah dewasa. Kamu
tau oma mu itu sudah terlalu tua untuk merawatmu. Iyaa mama tau banyak pelayan
dirumah kita. Tapi… mama pengen kamu…”
“maa, tungggu. Maksud mama? Aku? “
“mama ngerti Shill. Tapi ini yang
terbaik buat kamu hidup kamu bakalan lebih terjamin kalo kamu tinggal sama mama
papa disini”
“tapi maa…”
“mama gamau maksa, mama bakalan
tunggu jawaban kamu, sampe kamu siap. Jangan lama-lama ya sayang. Oiya udah
dulu ya, mama mau siap-siap mau kerja dulu ya. Bye sayang”
Shilla terdiam, menatap
handphonenya sebentar. Lalu kembali menatapi bayangan wajahnya dicermin.
Wajahnya benar-benar tak karuan sekarang. Tapi, tetap saja aura kecantikannya tetap
terpancar. Ashilla Zahrantiara, sekarang
telah dewasa. Bukan Chilla kecil lagi. Tapi entah mengapa ia merindukan Chilla,
ia merindukan………
Drrtt.. drrtt..
Handphone canggih Shilla lagi-lagi
bergetar 2 kali. Menandakan ada sebuah pesan singkat yang dikirimkan untuknya.
From: Ify Alyssa
Woy lo dmn deh? Gue udh didepan
gerbang rmh lo. Males ah msk, nanti disuruh mampir sm omma lo. Buruan kebawah.
To: Ify Alyssa
Iya iya. Bentar. Gue udh rapih ko.
Denga cepat Shilla mengambil tas
kecil kesayangannya yang berada di meja bundar disebelah meja rias Shilla.
Prang….
Terdengar suara barang jatuh,
ternyata……. Frame dengan hiasan bunga-bunga yang menjadi tempat dimana
diletakan foto masa kecilnya. Foto satu-satunya Chilla bersama bocah laki-laki
yang merangkulnya, terlihat disana Chilla sangat malu-malu tetapi sangat
bahagia. Dengan cepat Shilla mengambilnya dan menaruhnya, tanpa melihat
sedikitpun kearah frame itu. Ia segera berlari ke lantai bawah.
Setelah berpamitan dengan omma yang
sangat ia sayang, Shilla langsung menghampiri mobil Ify yang sudah menunggu
didepan gerbang besar rumah Shilla.
“Chill?” suara Ify menghapuskan
keheningan yang terjadi sejak Shilla memasuki mobil Ify.
“Ya Fy?” jawab Shilla yang masih
memandang kearah luar jendela. Entah berada dimana fikirannya sekarang.
“are you okay? Muka lo pucet Chill?
Lo kambuh?” Tanya Ify yang membuat Shilla memalingkan wajahnya menatap Ify.
“I’m fine. Ha? Masa sih? Engga ko,
ngga kambuh. Kalo kambuh gue udah sesek nafas fy dari tadi. Haha” Jawab Shilla
disertai tawa. Entahlah, tawa itu benar-benar tawa bahagia atau tawa menutupi
kesakitan.
“mm… lo lagi ada masalah? Cerita
deh sama gue”
“tadi nyokap gue telpon” ucap
Shilla ragu
“So? Harusnya kan lo seneng”
“bukan gitu fy… Nyokap nyuruh gue
sama omma pindah ke Paris”
“What? Really?” Tanya Ify kaget.
Shilla hanya mengangguk lalu
menunduk. Entah mengapa ia merasa sangat sedih, ia tak mau meninggalkan
sahabat-sahabat baiknya. Ia juga masih ingin mencari sahabat kecilnya yang
sudah ia anggap sebagai kaka, daaan ia juga masih ingin memperjuangkan gejolak
rasanya kepada Cakka. Ia ingin menanti Cakka. Walau Shilla mengerti bahwa ia
tak tau apa yang ada dihati Cakka, apakah sama dengannya. Entahlah, yang pasti
Shilla tak ingin pergi meninggalkan semuanya.
“mungkin itu emang yang terbaik
buat lo Chill…” Ucap Ify, suaranya lirih. Hatinya tak kalah pedihnya mendengar
berita ini. Shilla, sahabat sejak kelas 2SDnya. Shilla, sahabat yang paling
mengerti apa yang ia rasakan. Sekarang haarus rela ia melepaskan. Miris. Ify
sendiri tak yakin ia akan mendapatkan sahabat seperti Shilla lagi.
“tapi nyokap sih ngasih kebijakan
supaya gue mikir-mikir dulu. Tapii yaa nyokap juga ingin secepatnya”
“fikirin yang mateng Chill, gue tau
ko lo itu pinter dalam mengambil keputusan” kata Ify menyemangati.
“Thankyou fy. Ilysm” ucap Shilla
lalu memeluk erat sahabat sejak kecilnya itu.
“ilysm too Chill.. gue gamau
kehilangan lo” Jawab Ify pembalas pelukan Shilla.
*
Bintang memiliki 5 sisi yang dapat
membuatnya indah, begitu juga persahabatan ke lima sahabat ini. Jika mereka
berlima disatukan akan terlihat begitu indah. Hanya satu hal yang dapat
mempersatukan mereka. Cinta dari hati mereka masing-masing.
“duh lo berdua lama banget sih”
omel Via kesal ketika melihat 2 sosok yang baru memasuki café langganan mereka.
“Yaa sorry vi. Lo kaya gatau
Jakarta aja” jawab Shilla asal.
“yaya whatever. Sekarang lo berdua
ngapain ngajak gue ke sini” ucap Sivia dengan gayanya yang biasa. Ketus, dan
cuek tapi sebenarnya Sivia sangat perhatian pada sahabat-sahabatnya.
“emm.. Vi, lo tau bulan sama
bintang kan?” Tanya Ify sedikit ragu. Ia juga bingung mengapa Shilla ketika di
mobil tadi menyuruhnya bertanya ini pada Sivia.
“bulan? Bintang? Yataulaah…. Lo
kira gue anak bayi apa” lagi-lagi jawaban Sivia ketus.
“Via ih kita seriusss” ucap Shilla
“Iya iya haha emang kenapa sih”
“mmm…. Bulan sama Bintang itu emang
berbeda. Tapi mereka berdua saling melengkapi. Sebenernya yang paling
dibutuhkan disini sih Bintang, karena dia yang memberika cahaya buat bulan, tapi
kalo gaada bulan, siapa yang bakal nemenin bintang nerangin bumi dengan sempura.
Begitu juga persahabatan, kita semua berbeda. Tapi kita semua saling
membutuhkan untuk menguatkan diri masing-masing, menguatkan cinta di hati kita”
Jelas Shilla.
“maksudnya apaansih? Gue ngga
ngerti” Tanya Sivia dengan memasang tampang tak bersalah. Entahlah ia
benar-benar tak mengerti atau memang tak mau mengerti
“gue mau minta maaf vi sama lo, gue
tau, gue keterlaluan. Bener-bener keterlaluan kemaren, dan gue juga tau. Gue
bukan sahabat yag baik. Sorry vi” Ucap Zahra yang baru datang bersama Agni
dengan suara lirih, dengan segenap keberaniannya ia menatap kedua lingkaran
bening milik sahabatnya itu. Seakan-akan mengisyaratkan perminta maafannya
benar-benar tulus dari hatinya.
Sivia menatap balik kedua lingkaran
bening milik Zahra, entahlah. Tatapan yang sangat sulit untuk diartikan. Disisi
lain Zahra menggigit bibir bawahnya dengan agak kencang, ia takut. Ia takut
dewi fortuna tak sedang memihaknya. Dadanya terasa sesak. Ia mulai merasa
bersalah lagi, bersalah akan segala tingkah lakunya kemarin. Ia benar-benar
merasa amat sangat bodoh untuk menyesalinya. Karena ia tau, percuma ia
menyesalinya karena hanya akan memperburuk keadaannya.
Tiba-tiba Sivia berjalan mendekat
kearah Zahra, dengan hitungan detik ia telah mendekap Zahra kepelukannya. “Lo
sahabat yang baik buat gue Zah, lo selalu ada buat gue. Mau dengerin curhatan
gue. Gue gapernah bisa marah sama lo” ucap Sivia berbisik dalam pelukannya.
Zahra membalas pelukan Sivia, butir
demi butir air matanya telah menetes, air mata yang telah ia tahan sejak tadi,
kin telah membasahi pelupuk matanya juga pipinya. Ia merasa sangat lega,
telihat dari lengkungan lebar yang terlihat dari bibirnya. “thankyou vi, gue
tau lo emang sahabat yang paling baik” ucap Zahra disela isakan tangisnya. Hatinya
sekarang terasa lebih tenang.
Shilla, Ify, dan Agni tersenyum
puas. Melihat kedua sahabatnya kini telah berdamai, takkan ada cahaya bulan
yang redup lagi. Mereka telah bisa saling melengkapi kembali. Sekarang seakan
dunia hanya milik mereka berlima. Dalam hati mereka mengucap janji
masing-masing. Takkan ada yang boleh tersakiti lagi sampai akhir nanti.
*
Hatiku ini terus bersemi, seakan kau tumbuhi
bunga-bunga yang indah. Takkan pernah ada yang bisa merusaknya kecuali dia,
orang yang kau cinta.
Disini hanya akan ada kamu, aku dan
cinta. Takkan pernah aku biarkan semuanya berubah menjadi kamu, aku, dan masa lalumu. Takkan pernah.
Aku berjanji akan hal itu.
Pukul 19:30. Di kediaman Zahra.
Hari ini hati Zahra benar-benar
sangat nyaman. Belum pernah sebelumnya merasa senyaman ini. Selesai makan malam
bersama mama dan papanya Zahra langsung menuju ke dalam kamarnya. Entah mengapa
hari ini rasanya bibirnya akan terus melengkungkan, lengkungan indah yang akan
menambah aura kecantikan Zahra.
Didalam kamar Zahra terus
memerhatikan reflika dirinya dari dalam cermin. Cantik, batinnya. Pandangannya
terpaku pada album foto yang terletak di nakas sebelah tempat tidur mungil
miliknya. Zahra mengambilnya, bibirnya masih saja terus tersenyum, apalagi
ketika memulai membuka album fotonya itu senyumnya semakin lebar saja.
Album foto ber cover teddy bear itu
berisikan foto-foto Zahra bersama empat sosok lain disana. Ya, siapa lagi kalau
bukan sahabat-sahabat barunya yang menurutnya menjadi moodboosternya kini.
Terlihat tawa-tawa bahagia pada setiap foto yang tertera disana. Zahra sangat
menyayangi mereka, Zahra tak ingin menyakiti mereka lagi.
Tiba-tiba Handphonenya bergetar 2
kali. Menandakan ada satu pesan masuk. Benar saja, ketika ia melihat layar
handphonenya terlihat tanda surat dan bertuliskan ‘you have a new message’.
Tiba- tiba hati Zahra bergetar tak wajar. Wajahnya menjadi panas pipinya
berubah menjadi warna merah, seakan-akan terlihat seperti kepiting yang sedang
direbus ketika ia sudah membuka pesan itu. dari Gabriel, pantas saja.
From: Ka Gabriel:)
Hai Zah, apa kabar? Kangen nih gaketemu
sehari sm km.
To: Ka Gabriel:)
Hai jg ka Gabriel. Baik ko ka,
lebih baik dr kmrn. Hehe Miss you too ya.
Zahra mengetik beberapa kalimat
balasan. Pesan dari Gabriel, ia sangat tak menyangka. Benar-benar membuat
hatinya bertambah tenang. Ia seperti orang yang baru saja dihapuskan dosanya.
Benar-benar tak merasakan beban apapun. Tangannya sedikit bergetar, masih
sepenuhnya tidak percaya bahwa Gabriel mengirimka pesan seperti ini kepadanya.
From: Ka Gabriel:)
Oh ya? Bagus deh kl gitu. Km udh
baikkan pasti sama Sivia?
To: Ka Gabriel:)
Udh dong ka. hehe kan gabaik
marahan lama-lama, sm shbt sendiri lagi.
From: Ka Gabriel:)
Nah gitu dong. Oiya udh dl ya, mau
lanjut bljr nih. Km jgn lupa bljr yaa…. Bye
Entah mengapa saat ini tubuh Zahra
menjadi sangat ringan. Entahlah, seakan-akan ia merasa akan terbang dengan
sayap-sayap yang telah Gabriel berikan untuknya melalui pesan tadi. Kini ia
bukan hanya merasa ketenangan dalam hatinya, tapi ia juga merasakan sensasi
yang belum pernah ia rasakan. Ya, Gabrielah orang yang pertama memberikan
sensasi seperti ini, karena Gabriel memang cinta pertamanya.
Zahra meletakan kembali
Handphonenya. Masih tetap dengan senyum sumringah ia melanjutkan melihat album
foto yang ia sempat abaikan tadi. Tiba-tiba senyumnya hilang, ketika……..
melihat sepasang gadis yang saling berpelukan menghadap kamera sambil saling
menampilkan tawa bahagianya masing-masing. Zahra terdiam, fikirannya tentang
Gabriel tadi seakan-akan terus menguap dari otaknya. Yang kemudian digantikan
dengan fikiran kecemasan. Entah mengapa kecemasan itu perlahan menggrogoti
hatinya.
Ia merasa dadanya dihantam ratusan
kali oleh kemurkaan. Tatapan kebahagiaannya berubah menjadi tatapan penuh kebencian,
kemarahan, kesedihan, dan terlihat juga tatapan ketakutan ketika melihat sosok
yang ada pada foto itu. Sosok disebelahnya. Ya, siapa lagi kalau bukan Ashilla.
Ia sendiri tak mengerti mengapa ia harus menjadi seperti ini. Tapi hatinya
benar-benar takut. Ucapan Gabriel kemarin terputar jelas diotaknya. Satu kata,
yang Zahra tau –mungkin- bagi Gabriel sangat bermakna.
“Chilla” suara lirih itu terus
terdengar di kedua telinga Zahra.Terdengar begitu jelas, dan semakin lama
semakin membuat kecemasan dihatinya merasa menang. Sial, batin Zahra kesal ia
mendengus lalu dengan sekuat tenaga membuang album foto yang berada
dipangkuannya.
Walaupun Zahra sebenarnya tidak
tau, apakah Chilla yang dimaksud Gabriel adalah Shilla sahabatnya atau Chilla
yang lain. Tapi firasatnya sangat kuat. Ia yakin, Chilla yang Gabriel maksud
pasti adalah Chilla yang ia kenal, Chilla yang telah menjadi sahabatnya
semenjak masuk kesekolah CIJHS, yaitu Ashilla Zahrantiara. Ya, panggilan kecil
untuk Shilla, nama yang selalu sahabat lama Shilla yaitu Ify utarakan ketika
menyebut Shilla. Ia sekarang mengerti pasti Shilla adalah Sahabat Kecil
Gabriel. Entah darimana ia bisa menyimpulkan itu secepat ini. Tapi hatinya
benar-benar yakin.
Saat ini ia sedang termakan oleh
rasa kecemasan yang berubah seketika menjadi keegoisan. Sehingga ia melupakan
janji dalam hatinya, janji yang telah ia bahkan semua sahabatnya simpan
rapat-rapat didalam hati mereka masing-masing. Ia tak peduli apa-apalagi
sekarang, selain takkan membiarkan Gabriel dekat dengan Shilla walaupun mereka
saling membutuhkan sekalipun. Takkan pernah, Gabriel hanya miliknya.
PART 6
PART 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar