Minggu, 12 Agustus 2012

Rahasia Cinta Part 5


Kehilangan sahabat sejati lebih menyakitkan dibanding harus tertusuk ribuan jarum.


“Chill…” sapa Ify pelan tapi terdengar sangat takut dan kahwatir ketika Shilla baru saja memasuki kelas mereka.


Keadaan kelas terlihat sangat ramai, teman-teman mereka ternyata lebih memilih menetap dikelas dan bercanda sepuas mereka. Terlihat Cakka sedang mengobrol bersama teman-teman lainnya didepan kelas sambil bercanda-canda. Ketika Shilla memasuki kelas dengan wajah pucat dan langkah sedikit gontai. Tak terlalu banyak yang memerhatikan Shilla, tapi tidak dengan Cakka. Terbesit wajah sedikit khawatir ketika melihat keadaan Shilla, lalu ia segera mengalihkan pandangannya. Tapi ternyata terlambat. Ify telah melihatnya. Ify melihat tepat ketika Cakka sedang memerhatikan Shilla. Kemudian ify terkesiap membenahkan posisi wajahnya ketika mendengar suara Shilla yang semakin mendekat.

“vhia mhanah fy?hhh…” Tanya Shilla sambil menghela nafas. Terdengar nafasnya terengah-engah.

“chill… mending lo istirahat dulu deh. Nanti penyakit lo kambuh” kata Ify sambil memberikan Shilla minum.

“thank fy. Hhh… gue gapapa koo. Via mana?”

“gapapa gimana? Muka lo pucet banget Chill… Via tadi gatau kemana. Pas gue sampe sini….. dia udah gaada”

“kita harus cari via fy. Setegar apapun dia, gue tau pasti dia butuh kita” ucap Shilla lemah. ‘jangan kambuh, gue mohon kali ini jangan kambuh dulu’ batin Shilla entah pada siapa yang pasti ia sambil sesekali menggigit bibir menahan sakit di dadanya.

“Chill…. Tapi…… lo” ucap Ify khawatir.


Ify yang sudah bersahabat lama dengan Shilla sangat tau tentang Shilla. Shilla memiliki penyakit asma akut dari kecil yang sangat mudah kambuh apabila Shilla sedang sangat lelah. Memang penyakit itu sudah tak pernah kambuh lagi akhir-akhir ini. Semenjak ia menjadi sisiwi di BCIJHS. Tapi tetap saja Ify khawatir karena kalau penyakit itu kambuh……. Akibatnya benar-benar fatal. Ify tak ingin sesuatu terjadi pada sahabat dari kelas 2 SDnya ini yang selalu ada untuknya. Ify benar-benar sayang pada Shilla. Begitu juga Shilla. Apalagi ketika tadi Ify melihat seseorang menaruh harap pada Shilla. Ify ingin yang terbaik untuk Shilla.

“fy. Percaya. Gue gapapa” kata Shilla menatap Ify dengan tatapan yang amat sangat meneduhkan. Ify tak pernah menyangkal bahwa Shilla selalu bisa membuatnya tenang. “kita harus kerumah via fy. Sekarang” lanjut Shilla menenteng tasnya dan bersiap keluar kelas.

“Tapi lo harus janji sama gue. Lo gabakal kenapa-kenapa” ucap Ify lirih, sambil terus menatap kearah lantai dan sesekali menatap Cakka yang sedang menghadap ke Ify juga.

“gue janji fy” kata Shilla memeluk Ify lalu bergegas pergi meninggalkan kelas sambil menarik tangan Ify.


*


Masa lalu itu mulai tampak lagi. Tidak. Tidak ada yang bisa memisahkan aku dengan dia sekalipun orang yang ia sayang.


Agni dan Zahra masih sama-sama membisu ditaman ketenangan. Taman begitu hening. Hingga terdengar jelas isakan dari bibir kecil Zahra. Ia masih menangis. Terlalu sulit untuk menahan tangisnya. Zahra sangat tau bahwa tindakan ia tadi sangat keterlaluan. Zahra menyesal, namun ia juga tidak tau harus apa sekarang. Mungkin ia hanya ingin menangis, menumpahkan segala kekecewaan dan amarah pada dirinya. Pikirannya kacau, walau Zahra sedang menangis tapi tatapannya seperti kosong.


Agni terdiam sebentar, kemudian ia menghela nafas. Sudah berkali-kali ia seperti ini. Berharap akan mendapatkan satu kata saja untuk memulai percakapan. Tapi bibirnya seakan-akan terkunci rapat. Kedua matanyapun sudah berkali-kali mengeluarkan butiran bening, walau sedikit demi sedikit. Ia mengerti betul apa yang Zahra rasakan.

“ra..” sapa Agni ragu-ragu

“gue jahat ya, jahat banget. Bisanya Cuma nyakitin. Hidup gue gaberguna” kata Zahra tiba-tiba. Tatapannya masih kosong.

“lo gajahat ko ra. Gue ngerti apa yang ada di fikiran lo tadi”


Zahra diam. Tiba-tiba tangisnya meledak.Ucapan Agni seakan-akan menyiram lukanya dengan air jeruk nipis. Perih. Rasanya ia akan mati rasa dalam beberapa detik lagi.


 Kemudian dengan sejurus seseorang telah memeluk Zahra yang sudah terlihat sangat kacau. Berharap Zahra akan lebih tenang dengan pelukan tersebut. Bukan. Tenyata bukan Agni yang memeluk Zahra. Sosok lain yang baru memasuki taman ketenangan. Laki-laki yang selalu ada difikiran Zahra, ka Gabriel.


“kamu jangan nangis ra” kata Gabriel masih memeluk Zahra sambil mengusap lembut rambut panjang Zahra yang tergerai indah. Wangi semerbak parfumnya ikut masuk kedalam tubuh Zahra bersama udara yang ia hirup. Benar-benar membuat Zahra terlihat lebih tenang.

“ka- ka- ka Gabriel” ucap Zahra terbata-bata.


Agni hanya bisa diam. Lalu tersenyum. Berharap Zahra akan lebih tenang dengan kehadiran Gabriel.

“iya ra. Ini aku. Kamu jangan nangis lagi ya. Kamu hanya emosi tadi. Begitu juga sahabat-sahabat kamu. aku yakin kamu sama sahabat kamu pasti nanti bisa kembali seperti dulu” ucap Gabriel sambil melepaskan pelukannya lalu menatap Zahra.

“makasih ka, aku udah agak tenang sekarang” jawab Zahra sambil menghapus sisa-sisa air matanya lalu tersenyum.


Sekarang giliran Gabriel yang terdiam. Ia seperti melihat sosok gadis kecil yang sangat ia sayangi, yang sangat ia rindukan sampai sekarang. Kemanakah gadis kecil itu sekarang? Jika ia akan bertemu dengannya sekarang mungkin ia sudah sebesar Zahra. Apa gadis kecil itu memang Zahra?, batin Gabriel sambil memerhatikan lekukan-lekukan wajah manis Zahra. Ia sangat merindukan gadis kecil itu.


“Chilla….” Panggil Gabriel pelan, entah pada siapa.

“ka?” walaupun dengan suara pelan tapi Zahra bisa mendengar suara Gabriel. Apa? Tadi dia memanggil Chilla? Shillakah? Sahabat barunya?, batin Zahra mulai tak tenang.

“Ha? Oh engga-engga. Kamu udah tenangkan sekarang? Kita kekelas kamu aja yuk sekarag” Gabriel terkesiap mendengar suara Zahra. Ia tersadar, bahwa yang ada dihadapannya kini bukan Gadis kecil yang ia sayang dari dulu mungkin sampai sekarang. Ia menjawab sambil berusaha meyakinkan bahwa semua baik-baik saja.


Zahra hanya mengangguk. Lalu berdiri, dan mulai berjalan perlahan sambil memegang erat tangan Gabriel. Ego telah menguasai dirinya. Ia tak akan pernah rela apabila laki-laki disebelahnya yang ia –tanpa sadar telah ia- sayangi ini direbut siapapun. Apalagi Shilla…….


*


Egois. Cinta memang egois. Munafik apabila cinta bisa rela melihat orang yag ia cintai bahagia disamping orang lain. Dusta apabila cinta berkata kuat pada halnya ia sedang tersakiti.


Hari ini Bunga Cendikia Internasinal Junior High School diliburkan. Ternyata guru-guru masih harus menlanjutkan rapat kemarin. Entahlah rapat apa, yang pasti sangat penting untuk kemajuan anak-anak di sekolah sangat elit ini.


Shilla baru saja bangun dari tidurnya. Semalam ia terpaksa harus tidur pukul 23:30 karena ia baru saja pulang dari rumah Sivia. Untunglah, walau Sivia kemarin terlihat sangat tertekan tapi ia masih bisa diajak kompromi untuk tersenyum kembali. Yaa, walau Shilla dan Ify tak tau apakah itu senyuman tulus atau fake smile, senyum terpaksa. Yang penting Sivia sudah bisa kembali menjadi Sivia yang galak dan cerewet.


Semalam Shilla Ify dan Sivia terlalu larut dalam cerita mereka masing-masing sehingga tak sadar bahwa sudah hampir tengah malam. Sebenarnya Sivia sudah mengajak Ify dan Shilla untuk menginap dirumahnya, tapi Shilla menolak dengan halus, begitu juga Ify.

“Hoaammm… jam berapa nih?” Tanya Shilla entah pada siapa. Mungkin pada dirinya sendiri. Lalu ia bangkit dan melihat jam weker yang ada di meja putih kecil disebelah tempat tidur besar dengan model yang terlihat feminim dan berwarna putih miliknya.

“Ha? Jam 9? Ohmygod” kata Shilla lagi setengah terkejut.Ia mempunyai janji dengan Ify dan Agni untuk mempertemukan Sivia dan Zahra pada pukul 10 ternyata. Shilla langsung berlari ke kemar mandi yang tersedia di kamar luasnya.


Shilla keluar dari kamar mandi. Dan akan bersiap menuju meja riasnya yang bermodel sama dengan tempat tidurnya. Shilla memerhatikan seluruh pantulan wajahnya yang terlihat di cermin. Wajahnya masih terlihat pucat. Entahlah, sejak semalam ia merasakan kepalanya berdenyut-denyut sedikit. Tapi, kau tau kan bagaimana Shilla? Selalu bersikap tak peduli pada apapun. Ia mengambil lipglosh yang berada di meja riasnya. Hanya untuk menutupi wajah pucatya sedikit. Agar tidak terlalu kelihatan buruk. Tiba-tiba Handphone canggihnya bergetar beriringan.


Drrtt…drttt..

“hallo? Shilla? How are you? I miss you honey” terdengar suara perempuan dewasa dengan bahasa inggris yang sangat pasih.

“mama? I’m fine. When you come back to Indonesia ma? I miss you too….” Jawab Shilla

“sorry shill. Maybe I can’t come back to Indonesia. Masih terlalu banyak pekerjaan disini sayang. Shill.. sebenernya mama mau ngomongin sesuatu nih”

“kenapa ma?”

“sekarang kamu sudah dewasa. Kamu tau oma mu itu sudah terlalu tua untuk merawatmu. Iyaa mama tau banyak pelayan dirumah kita. Tapi… mama pengen kamu…”

“maa, tungggu. Maksud mama? Aku? “

“mama ngerti Shill. Tapi ini yang terbaik buat kamu hidup kamu bakalan lebih terjamin kalo kamu tinggal sama mama papa disini”

“tapi maa…”

“mama gamau maksa, mama bakalan tunggu jawaban kamu, sampe kamu siap. Jangan lama-lama ya sayang. Oiya udah dulu ya, mama mau siap-siap mau kerja dulu ya. Bye sayang”


Shilla terdiam, menatap handphonenya sebentar. Lalu kembali menatapi bayangan wajahnya dicermin. Wajahnya benar-benar tak karuan sekarang. Tapi, tetap saja aura kecantikannya tetap terpancar.  Ashilla Zahrantiara, sekarang telah dewasa. Bukan Chilla kecil lagi. Tapi entah mengapa ia merindukan Chilla, ia merindukan………


Drrtt.. drrtt..


Handphone canggih Shilla lagi-lagi bergetar 2 kali. Menandakan ada sebuah pesan singkat yang dikirimkan untuknya.

From: Ify Alyssa

Woy lo dmn deh? Gue udh didepan gerbang rmh lo. Males ah msk, nanti disuruh mampir sm omma lo. Buruan kebawah.

To: Ify Alyssa

Iya iya. Bentar. Gue udh rapih ko.


Denga cepat Shilla mengambil tas kecil kesayangannya yang berada di meja bundar disebelah meja rias Shilla.

Prang….


Terdengar suara barang jatuh, ternyata……. Frame dengan hiasan bunga-bunga yang menjadi tempat dimana diletakan foto masa kecilnya. Foto satu-satunya Chilla bersama bocah laki-laki yang merangkulnya, terlihat disana Chilla sangat malu-malu tetapi sangat bahagia. Dengan cepat Shilla mengambilnya dan menaruhnya, tanpa melihat sedikitpun kearah frame itu. Ia segera berlari ke lantai bawah.


Setelah berpamitan dengan omma yang sangat ia sayang, Shilla langsung menghampiri mobil Ify yang sudah menunggu didepan gerbang besar rumah Shilla.


“Chill?” suara Ify menghapuskan keheningan yang terjadi sejak Shilla memasuki mobil Ify.

“Ya Fy?” jawab Shilla yang masih memandang kearah luar jendela. Entah berada dimana fikirannya sekarang.

“are you okay? Muka lo pucet Chill? Lo kambuh?” Tanya Ify yang membuat Shilla memalingkan wajahnya menatap Ify.

“I’m fine. Ha? Masa sih? Engga ko, ngga kambuh. Kalo kambuh gue udah sesek nafas fy dari tadi. Haha” Jawab Shilla disertai tawa. Entahlah, tawa itu benar-benar tawa bahagia atau tawa menutupi kesakitan.

“mm… lo lagi ada masalah? Cerita deh sama gue”

“tadi nyokap gue telpon” ucap Shilla ragu

“So? Harusnya kan lo seneng”

“bukan gitu fy… Nyokap nyuruh gue sama omma pindah ke Paris”

“What? Really?” Tanya Ify kaget.


Shilla hanya mengangguk lalu menunduk. Entah mengapa ia merasa sangat sedih, ia tak mau meninggalkan sahabat-sahabat baiknya. Ia juga masih ingin mencari sahabat kecilnya yang sudah ia anggap sebagai kaka, daaan ia juga masih ingin memperjuangkan gejolak rasanya kepada Cakka. Ia ingin menanti Cakka. Walau Shilla mengerti bahwa ia tak tau apa yang ada dihati Cakka, apakah sama dengannya. Entahlah, yang pasti Shilla tak ingin pergi meninggalkan semuanya.

“mungkin itu emang yang terbaik buat lo Chill…” Ucap Ify, suaranya lirih. Hatinya tak kalah pedihnya mendengar berita ini. Shilla, sahabat sejak kelas 2SDnya. Shilla, sahabat yang paling mengerti apa yang ia rasakan. Sekarang haarus rela ia melepaskan. Miris. Ify sendiri tak yakin ia akan mendapatkan sahabat seperti Shilla lagi.

“tapi nyokap sih ngasih kebijakan supaya gue mikir-mikir dulu. Tapii yaa nyokap juga ingin secepatnya”

“fikirin yang mateng Chill, gue tau ko lo itu pinter dalam mengambil keputusan” kata Ify menyemangati.

“Thankyou fy. Ilysm” ucap Shilla lalu memeluk erat sahabat sejak kecilnya itu.

“ilysm too Chill.. gue gamau kehilangan lo” Jawab Ify pembalas pelukan Shilla.


*


Bintang memiliki 5 sisi yang dapat membuatnya indah, begitu juga persahabatan ke lima sahabat ini. Jika mereka berlima disatukan akan terlihat begitu indah. Hanya satu hal yang dapat mempersatukan mereka. Cinta dari hati mereka masing-masing.


“duh lo berdua lama banget sih” omel Via kesal ketika melihat 2 sosok yang baru memasuki café langganan mereka.

“Yaa sorry vi. Lo kaya gatau Jakarta aja” jawab Shilla asal.

“yaya whatever. Sekarang lo berdua ngapain ngajak gue ke sini” ucap Sivia dengan gayanya yang biasa. Ketus, dan cuek tapi sebenarnya Sivia sangat perhatian pada sahabat-sahabatnya.

“emm.. Vi, lo tau bulan sama bintang kan?” Tanya Ify sedikit ragu. Ia juga bingung mengapa Shilla ketika di mobil tadi menyuruhnya bertanya ini pada Sivia.

“bulan? Bintang? Yataulaah…. Lo kira gue anak bayi apa” lagi-lagi jawaban Sivia ketus.

“Via ih kita seriusss” ucap Shilla

“Iya iya haha emang kenapa sih”

“mmm…. Bulan sama Bintang itu emang berbeda. Tapi mereka berdua saling melengkapi. Sebenernya yang paling dibutuhkan disini sih Bintang, karena dia yang memberika cahaya buat bulan, tapi kalo gaada bulan, siapa yang bakal nemenin bintang nerangin bumi dengan sempura. Begitu juga persahabatan, kita semua berbeda. Tapi kita semua saling membutuhkan untuk menguatkan diri masing-masing, menguatkan cinta di hati kita” Jelas Shilla.

“maksudnya apaansih? Gue ngga ngerti” Tanya Sivia dengan memasang tampang tak bersalah. Entahlah ia benar-benar tak mengerti atau memang tak mau mengerti

“gue mau minta maaf vi sama lo, gue tau, gue keterlaluan. Bener-bener keterlaluan kemaren, dan gue juga tau. Gue bukan sahabat yag baik. Sorry vi” Ucap Zahra yang baru datang bersama Agni dengan suara lirih, dengan segenap keberaniannya ia menatap kedua lingkaran bening milik sahabatnya itu. Seakan-akan mengisyaratkan perminta maafannya benar-benar tulus dari hatinya.


Sivia menatap balik kedua lingkaran bening milik Zahra, entahlah. Tatapan yang sangat sulit untuk diartikan. Disisi lain Zahra menggigit bibir bawahnya dengan agak kencang, ia takut. Ia takut dewi fortuna tak sedang memihaknya. Dadanya terasa sesak. Ia mulai merasa bersalah lagi, bersalah akan segala tingkah lakunya kemarin. Ia benar-benar merasa amat sangat bodoh untuk menyesalinya. Karena ia tau, percuma ia menyesalinya karena hanya akan memperburuk keadaannya.


Tiba-tiba Sivia berjalan mendekat kearah Zahra, dengan hitungan detik ia telah mendekap Zahra kepelukannya. “Lo sahabat yang baik buat gue Zah, lo selalu ada buat gue. Mau dengerin curhatan gue. Gue gapernah bisa marah sama lo” ucap Sivia berbisik dalam pelukannya.


Zahra membalas pelukan Sivia, butir demi butir air matanya telah menetes, air mata yang telah ia tahan sejak tadi, kin telah membasahi pelupuk matanya juga pipinya. Ia merasa sangat lega, telihat dari lengkungan lebar yang terlihat dari bibirnya. “thankyou vi, gue tau lo emang sahabat yang paling baik” ucap Zahra disela isakan tangisnya. Hatinya sekarang terasa lebih tenang.


Shilla, Ify, dan Agni tersenyum puas. Melihat kedua sahabatnya kini telah berdamai, takkan ada cahaya bulan yang redup lagi. Mereka telah bisa saling melengkapi kembali. Sekarang seakan dunia hanya milik mereka berlima. Dalam hati mereka mengucap janji masing-masing. Takkan ada yang boleh tersakiti lagi sampai akhir nanti.


*
  

Hatiku ini terus bersemi, seakan kau tumbuhi bunga-bunga yang indah. Takkan pernah ada yang bisa merusaknya kecuali dia, orang yang kau cinta.


Disini hanya akan ada kamu, aku dan cinta. Takkan pernah aku biarkan semuanya berubah menjadi  kamu, aku, dan masa lalumu. Takkan pernah. Aku berjanji akan hal itu.


Pukul  19:30. Di kediaman Zahra.

 Hari ini hati Zahra benar-benar sangat nyaman. Belum pernah sebelumnya merasa senyaman ini. Selesai makan malam bersama mama dan papanya Zahra langsung menuju ke dalam kamarnya. Entah mengapa hari ini rasanya bibirnya akan terus melengkungkan, lengkungan indah yang akan menambah aura kecantikan Zahra.


Didalam kamar Zahra terus memerhatikan reflika dirinya dari dalam cermin. Cantik, batinnya. Pandangannya terpaku pada album foto yang terletak di nakas sebelah tempat tidur mungil miliknya. Zahra mengambilnya, bibirnya masih saja terus tersenyum, apalagi ketika memulai membuka album fotonya itu senyumnya semakin lebar saja.


Album foto ber cover teddy bear itu berisikan foto-foto Zahra bersama empat sosok lain disana. Ya, siapa lagi kalau bukan sahabat-sahabat barunya yang menurutnya menjadi moodboosternya kini. Terlihat tawa-tawa bahagia pada setiap foto yang tertera disana. Zahra sangat menyayangi mereka, Zahra tak ingin menyakiti mereka lagi.


Tiba-tiba Handphonenya bergetar 2 kali. Menandakan ada satu pesan masuk. Benar saja, ketika ia melihat layar handphonenya terlihat tanda surat dan bertuliskan ‘you have a new message’. Tiba- tiba hati Zahra bergetar tak wajar. Wajahnya menjadi panas pipinya berubah menjadi warna merah, seakan-akan terlihat seperti kepiting yang sedang direbus ketika ia sudah membuka pesan itu. dari Gabriel, pantas saja.


From: Ka Gabriel:)

Hai Zah, apa kabar? Kangen nih gaketemu sehari sm km.


To: Ka Gabriel:)

Hai jg ka Gabriel. Baik ko ka, lebih baik dr kmrn. Hehe Miss you too ya.


Zahra mengetik beberapa kalimat balasan. Pesan dari Gabriel, ia sangat tak menyangka. Benar-benar membuat hatinya bertambah tenang. Ia seperti orang yang baru saja dihapuskan dosanya. Benar-benar tak merasakan beban apapun. Tangannya sedikit bergetar, masih sepenuhnya tidak percaya bahwa Gabriel mengirimka pesan seperti ini kepadanya.


From: Ka Gabriel:)

Oh ya? Bagus deh kl gitu. Km udh baikkan pasti sama Sivia?

To: Ka Gabriel:)

Udh dong ka. hehe kan gabaik marahan lama-lama, sm shbt sendiri lagi.

From: Ka Gabriel:)

Nah gitu dong. Oiya udh dl ya, mau lanjut bljr nih. Km jgn lupa bljr yaa…. Bye


Entah mengapa saat ini tubuh Zahra menjadi sangat ringan. Entahlah, seakan-akan ia merasa akan terbang dengan sayap-sayap yang telah Gabriel berikan untuknya melalui pesan tadi. Kini ia bukan hanya merasa ketenangan dalam hatinya, tapi ia juga merasakan sensasi yang belum pernah ia rasakan. Ya, Gabrielah orang yang pertama memberikan sensasi seperti ini, karena Gabriel memang cinta pertamanya.


Zahra meletakan kembali Handphonenya. Masih tetap dengan senyum sumringah ia melanjutkan melihat album foto yang ia sempat abaikan tadi. Tiba-tiba senyumnya hilang, ketika…….. melihat sepasang gadis yang saling berpelukan menghadap kamera sambil saling menampilkan tawa bahagianya masing-masing. Zahra terdiam, fikirannya tentang Gabriel tadi seakan-akan terus menguap dari otaknya. Yang kemudian digantikan dengan fikiran kecemasan. Entah mengapa kecemasan itu perlahan menggrogoti hatinya.


Ia merasa dadanya dihantam ratusan kali oleh kemurkaan. Tatapan kebahagiaannya berubah menjadi tatapan penuh kebencian, kemarahan, kesedihan, dan terlihat juga tatapan ketakutan ketika melihat sosok yang ada pada foto itu. Sosok disebelahnya. Ya, siapa lagi kalau bukan Ashilla. Ia sendiri tak mengerti mengapa ia harus menjadi seperti ini. Tapi hatinya benar-benar takut. Ucapan Gabriel kemarin terputar jelas diotaknya. Satu kata, yang Zahra tau –mungkin- bagi Gabriel sangat bermakna.


“Chilla” suara lirih itu terus terdengar di kedua telinga Zahra.Terdengar begitu jelas, dan semakin lama semakin membuat kecemasan dihatinya merasa menang. Sial, batin Zahra kesal ia mendengus lalu dengan sekuat tenaga membuang album foto yang berada dipangkuannya.


Walaupun Zahra sebenarnya tidak tau, apakah Chilla yang dimaksud Gabriel adalah Shilla sahabatnya atau Chilla yang lain. Tapi firasatnya sangat kuat. Ia yakin, Chilla yang Gabriel maksud pasti adalah Chilla yang ia kenal, Chilla yang telah menjadi sahabatnya semenjak masuk kesekolah CIJHS, yaitu Ashilla Zahrantiara. Ya, panggilan kecil untuk Shilla, nama yang selalu sahabat lama Shilla yaitu Ify utarakan ketika menyebut Shilla. Ia sekarang mengerti pasti Shilla adalah Sahabat Kecil Gabriel. Entah darimana ia bisa menyimpulkan itu secepat ini. Tapi hatinya benar-benar yakin.


Saat ini ia sedang termakan oleh rasa kecemasan yang berubah seketika menjadi keegoisan. Sehingga ia melupakan janji dalam hatinya, janji yang telah ia bahkan semua sahabatnya simpan rapat-rapat didalam hati mereka masing-masing. Ia tak peduli apa-apalagi sekarang, selain takkan membiarkan Gabriel dekat dengan Shilla walaupun mereka saling membutuhkan sekalipun. Takkan pernah, Gabriel hanya miliknya.

PART 6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar