Cinta takkan bisa ku atur kepada
siapa ia akan memihak, kepada siapa ia akan tunduk, bahkan kepada siapa ia akan
menjauh. Tapi cintaku, aku yakin tanpa kusuruhpun akan bersingkur dihadapanmu.
Aku tak pernah bisa menolak pesona mu. Terlalu indah untuk ditepis. Tapi
entahlah, otakku tak bisa berfikir secara jernih. Ia selalu bertolak belakang
dengan hatiku. Aku benci, aku benci dilema.
Bel istirahat telah berbunyi. Semua
murid berblazer BCIJHS segera berhamburan keluar kelas dengan memakan waktu tak
sampai semenit kantin sudah penuh dengan gerombolan murid-murid yang ingin
memanjakan dirinya setelah belajar beberapa jam tersebut.
“Shill….. kantin?” Tanya Sivia.
Tak terdengar jawabannya. Hanya
saja kepalanya menggeleng lalu disertai senyum.
“Yaudah kita duluan. Bye Shill”
kata Agni seraya pergi meninggalkan Shilla dikelas.
Setiap jam istirahat seperti ini
memang kelas selalu sepi. Karena mungkin murid-murid ingin menghela nafas lebih
banyak daripada dikelas. Shilla masih duduk di bangkunya sambil menyenderkan
tubuhnya. Entah apa yang difikirannya. Arelkah…… atau Cakkakaah… entahlah.
Shilla lebih terlihat seperti orang yang sudah kehilangan harapan hidupnya. Ya,
bisa dibilang seperti itu. ia hanya menghela nafas berulang-ulang. Memejamkan
matanya dan larut dalam kebimbangan hatinya.
“Eh anak pemiliksaham terbesar
disekolah ini! Gakekantin lo?” tiba-tiba terdengar suara seseorang yang
mengagetkan Shilla. Membuyarkan lamunannya. Dan memaksakan matanya untuk
terbuka.
“DIEM LO! BUKAN URUSAN LO!” bentak
Shilla. Ia memang paling tak suka bila ada seseorang yang mengungkit
masalah-kepemilikan-saham-terbesar-ayahnya. Rasanya ingin ia masukan sesuatu
kemulut orang yang membicarakan itu.
Laki-laki itu tak menjawab.
Wajahnya terlihat acuh tak acuh. Tak memperdulikan bentakan Shilla tadi.
“gausah sewot kali. Emang gitu kenyataannya” jawab laki-laki itu santai.
“TAPI GUE GASUKA!” bentak Shilla
lagi. Kesabarannya benar-benar sudah terkuras. Fikirannya yang sekarang entah
sedang berada dimana juga menjadi salah satu penyebab kemarahannya mungkin.
“yaudah. Gue. Minta. Maaf. Ya.
Anak. Pemilik. Saham. Terbesar. Sekolah. Ini” Jawab laki-laki itu tak kalah
acuhnya dengan ucapannya sedari tadi. Hanya saja pada ucapannya kali ini dia
lebih menenkankan kata per katanya.
Shilla tak menjawab, ia hanya
menghela nafas panjang lalu memejamkan matanya lagi diatas kedua telapak
tangannya. Ia benar-benar lelah. Apabila ia terus menanggapi ocehan laki-laki
ini bisa-bisa asmanya kambuh.
Tiba-tiba Shilla merasakan dadanya
teramat sakit. Seperti ditekan oleh suatu benda yang teramat berat. Ia menghela
nafas berkali-kali. Tapi tetap saja hanya nafas pendek yang ia rasakan. Dadanya
semakin terasa sakit. Ia mendongak keatas sambil memegangi dadanya lalu mencoba
menarik nafas sepanjang mungkin. tetap saja sia-sia. Nafasnya tetap
terengah-engah. Laki-laki tadi yang menyadari perubahan pada Shilla langsung
menghampiri Shilla dan memerhatikan gadis itu.
“Eh lo kenapa?” Tanya laki-laki itu
panic. Sambil bingung harus melakukan apa.
Shilla terus memeganggi dadanya. Ia
masih mencoba bernafas sewajarnya tetap saja sia-sia. “dhada ghhuee shakhitt.. hhh hh” Ucap Shilla dengan sebisanya.
“Lo…. Lo… lo asma? Mana obat lo?
Mana inhaler lo?” Tanya laki-laki dengan raut wajah yang terlihat amat sangat
panic. Bagaimana tidak, ia tak pernah menangani orang sakit asma seperti ini
sebelumnya.
“khayhaanyahh dhii tashh ghueehh..
hh hhh”
Laki-laki itu langsung meminggirkan
Shilla sedikit dan dengan secepat mungkin mengambil inhaler milik Shilla.
Ketika ia sudah menggenggam inhaler itu, ia segera memberikannya kepada Shilla.
Tak lama kemudian Shilla sudah bisa bernafas dengan normal dengan bantuan
inhaler tersebut. Meski dadanya masih terasa menyesakkan.
“Gimana lo udah baikan kan?”
“Udahhh koo.. hhh”
“Sorry Shill. Gara-gara gue buat lo
marah ya?” Tanya laki-laki itu dengan nada teramat bersalah.
“engga koo.. bukan gara-gara lo
Ray.” Jawab Shilla sambil mencari posisi duduk yang pas. Ya, laki-laki itu Ray.
Laki-laki yang sedari tadi pagi membuat Shilla kesal tapi telah menolongnya
juga sekarang.
“terus kenapa? Emm… ada masalah ya
lo? Dari tadi pagi murung banget kayanya”
Shilla hanya tersenyum lalu
meletakkan kembali inhalernya ke dalam tasnya.
“Ye ditanya malah senyam senyum”
“emmm….. ngga ko. Lagipula kalo gue
certain juga lo gabakal ngerti”
“it’s oke kalo gamau cerita. Gue
gamaksa. Asal lo gakaya tadi aja didepan gue. Gue panic tau ngga!”
Shilla tersenyum kembali. Hatinya
terasa tenang. Entah mengapa ia merasa begitu tenang karena mengobrol dengan
laki-laki teman sekelasnya yang sudah bikin ia kesal daritadi pagi ini.
Perasaannya menjadi lebih baik sekarang. Tidak seburuk tadi pastinya. “gaiklas
ya lo nolongin guenya? Haha”
“Yee bukan gituu…. Gue shock aja.
Gapernah liat orang asma gue” jawab Ray yang disertai dengan senyumannya juga.
Senyumnya manis, batin Shilla.
“Hahaha ya maap. Lagian lo jugaa bikin gue marah-marah tadiii. Bweekk” Ucap
Shilla lalu ditambahkan dengan memeletkan lidahnya. Ia terihat amat manja.
Entah mengapa ia ingin melakukannya.
Ray tertawa lalu segera bernjak
keluar kelas. Entah mengapa ia merasa jantungnya berdetak keras ketika melihat
senyum Shilla tadi. Seperti merasakan sesuatu. Gejolak apakah yang baru ia
rasakan? Tidak-tidak, ia langsung membuang fikiran aneh itu secepatnya.
“Shill?” tak lama setalah Ray telah
menghilang dari kelas beberapa temannya memasuki kelas seperti terlihat
tergesa-gesa.
“lo gapapakan?” Tanya Sivia
“Iya Shill? Lo udah sehatkan?”
Lanjut Agni
“Udah gapapa kan Shill? Mana yang
sakit?” Timpal Zahra.
“Hei apaandeh kalian ini?” jawab
Shilla yang terlihat baik-baik saja dengan raut wajah bingung.
“Eh lo gapapa? Wah kita diboongin
sama Ray dong………” Ucap Agni gemas
“Hhaha iya gue gapapa. Tapi si Ray
gaboong juga ko dia” Jawab Shilla apa adanya.
“jadi, tadi asma lo beneran
kambuh?” Tanya Sivia
Shilla hanya mengangguk,
membenarkan pertanyaan Sivia.
“Terus?” jawab Zahra penasaran.
“Yaudah si Ray nolongin gue.
Soalnya diasih yang bikin gue ngomel-ngomel sampe asma gue kambuh gitu” jelas
Shilla
“mmm…. Asma lo kambuh bukan karena
ngomel-ngomel doang kan Shill?” Tanya Sivia.
“Gatau. Yang pasti sekarang gue
lagi cape banget hehe”
“Oh yaudah istirahat aja gih” Ucap
Zahra penuh perhatian.
*
Hari ini berjalan amat cepat, semua
murid-murid Bunga Cendikia Internasional School telah meninggalkan sekolah
mereka satu persatu. Seperti biasanya. Kecuali anak-anak yang mengikuti ekskul
Pramuka itu. Mereka masih harus berlatih keras karena lusa mereka sudah harus
bertempur di medan perperangan mereka, ya. Yaitu tempat perlombaan mereka.
Pukul 13.30 seperti biasanya mereka
akan diberi waktu untuk istirahat selama 20menit. Seperti biasanya pula, Cakka
dan Ify akan mengobrol berdua di kursi panjang yang terletak tidak terlalu jauh
dari tempat mereka latihan. Cakka memang tak suka ke kantin, entah karena apa.
Yang pasti ia kana selalu memberikan alasan karena kantin ramai atau karena
tempat ia biasa membeli makanan sudah tutup sejak bubaran murid-murid lain
tadi. Yang pasti Cakka selalu menolak apabila ada yang mengajaknya untuk
sekedar nongkrong di kantin. Ia lebih menyukai duduk disini dan mengobrol
bersama Ify.
“Jadi gimana?” Tanya Ify pada Cakka
yang sedang menenggak air dari dalam botolnya.
“Uhuukk Uhuukk” Bukannya menjawab
Cakka malah tersendak. Ify ikutan diam hanya merespon dengan gelengan kepala.
“Gue juga belum tau fy. Gue bingung”
Jawab Cakka melihat respon Ify.
“Hhh Jat lo jangan gitu dong. Kalo
lo emang suka, jangan pesimis! Gue yakin Shilla pasti bisa kasih lo
kesempatan!” hibur Ify. Lagipula Ify juga sudah lelah melihat Shilla yang terus
terpaku pada masa lalunya.
“Sekarang gue mau focus ke lomba
dulu fy. Mungkin….. nanti setelah lomba”
“Okeee itu sih terserah lo. Tapi
yang pasti lo gaboleh nyerah! “
“Thank Fy. Mmm, baytheway lo suka
ya sama Dev….” Ucap Cakka terhenti ketika Ify mencubit lengannya, kemudia
mengarahkan dagunya kesegerombolan anak-anak pramuka yang baru kembali dari
kantin.
Cakka terdiam. Lalu Ify mengangguk
menjawab pertanyaan Cakka. “Berarti bener?” Tanya Cakka kemudian.
“Emang lo tau darimana?” ucap Ify
yang bukannya menjawab malah balik bertanya.
“mata lo.”
“Boong” Ucap Ify sambil mengerutkan
kening.
“emang. Haha gue tau dari obrolan
lo sama Shilla yang duluuuuu banget”
“Yeeh… galucu tauuu” Ucap Ify
sambil memutar bola matanya.
*
Jujur. Dan. Katakan. Jika. Kamu.
Tak. Pernah. Ingin. Kehilangan. Dia.
Pagi ini Shilla terlihat lebih
semangat dari biasanya. Ia sudah berada didepan gerbang sekolah pukul 6.30. Shilla
mengamati sekekeling sekolah elit yang masih terlihat sepi itu. Lalu ia segera
masuk kedalam kelasnya yang baru terlihat beberapa orang disana. Salah satunya
adalah Ray. Seseorang yang membantunya kemarin. Ternyata dia juga sudah datang,
batin Shilla.
“Hoy anak pemilik saham terbesar
sekolah ini. Udah datang? Tumben.” Ucap Ray santai
“Shut Up!” Omel Shilla pada Ray.
Walau tak membentak seperti kemarin.
“Haha iya iya becanda kalii”
Shilla tak menjawab. Hanya saja ia
memutar bola matanya lalu beranjak keluar kelas setelah menaruh tasnya didalam
loker mejanya.
Shilla terdiam di balkon kelasnya.
Ia hanya tersenyum sedari tadi. Entah mengapa rasanya ia ingin tersenyum. Saat
ia sedang asik terbang bermain dengan fikirannya yang melukiskan lengkungan
indah di bibirnya itu tiba-tiba ia dikagetkan oleh suara yang tak asing
baginya. Cakka. Laki-laki yang beberapa bulan terakhir ini terus bersarang
dikepalanya.
“Hai Shilla” Sapa Cakka.
“Hai kka” Balas Shilla singkat.
Menutupi kegugupannya.
“tumben gamanggil gue bejat? Udah
tobat ya? Haha”
“Yeee yaudaah Hai B.E.J.A.T” ucap
Shilla yang disertai penekanan pada kata ‘bejat’
Cakka tak menjawab hanya saja ia
terkekeh. Lalu berdiri tepat disamping Shilla. Saat itu juga jantung Shilla
serasa berdetak melebehi kecepatan seharusnya. Suhu tubuhnya meningkat tetapi
suhu disekitarnya menurun. Perlahan peluh mulai turun dari wajahnya sedikit
demi sedikit. Rasanya ia seperti maling yang baru saja kepergok. Duh, kenapasih
ini?, batinnya mengerang. Ia hanya bisa memejamkan mata mencoba untuk kembali
tenang menarik nafas sebisanya agar tidak terlihat aneh didepan Cakka.
Begitu juga dengan Cakka. Ia
benar-benar sudah menyiapkan mental sebaik-baiknya dari tadi sejak ia masih
dirumah agar bisa sekedar mengobrol dengan Shilla sekarang. Cakka tersenyum
mendengar respon Shilla tadi. Ia masih saja menjadi Shilla yang dulu, walau
sudah agak lama mereka tak saling mengobrol. Sebenarnya ini ide Ify. Untuk
sekedar menyakinkan bahwa gejolak yang berada di hati Cakka akhir-akhir ini
memang gejolak yang telah ia duga. Cinta.
Walau Cakka sudah mempersiapkan
mentalnya masih saja ia merasa gugup berada disamping gadis ini. Gadis yang ia
suka karena sikap apa adanya. Entah sejak kapan Cakka mulai merasa nyaman
berada disebelah gadis ini. Yang pasti ketika gadis ini sedang menahan sakit,
hatinya pasti akan turut merasakan. Cakka sendiri bingung, sebenarnya sejak
tadi dirumah sampai kesekolah dia sudah menyiapkan beberapa obrolan. Tapi
mengapa sekarang ia malah menjadi diam seperti ini.
“Ga dispensasi?” Tanya Shilla
membuyarkan lamunan Cakka.
“Ha? Eh engga. Kan besok udah lomba
jadi hari ini istirahat. Mungkin nanti sore baru ngumpul lagi”
“Oo”
“SHILLAAA” panggil seseorang yang
akhir-akhir ini melukiskan tawa di bibir Shilla.
Shilla memalingkan wajah ke arah
seseorang yang memanggilnya tadi. “kenapaa Ray?” Tanya Shilla pada Ray. Yap.
Ray lah yang belakangan ini membuat Shilla tertawa lepas.
“Eh ada Cakka. Hay bro.. Gapapa
Shill manggil doang hehe maaf ganggu” jawab Ray merasa tidak enak mengganggu
obrolan Cakka dengan Shilla.
“ eh Ray.” Ucap Cakka singkat
disertai senyum.
“Apaansih lo Ray. Ganggu apaan
orang galagi ngapa-ngapain.”
Sial. Batin Cakka. mengapa mereka
harus dipisahkan? Padahal Cakka ingin berbicara banyak dengan Shilla. Hanya
sekedar melepas rindu karena jarang bertemu 2 minggu belakang ini. Namun,
memang bukan takdirnya hari ini ia mengobrol dengan Shilla. Gadis yang ia
kagumi bahkan lebih dari kagum itu.
“Gapapa sih Shill….. Cuma ada yang
pengen gue omongin nih sama lo” Ucap Ray menimbang-nimbang. Masih sama
alasannya karena ada Cakka disitu.
“ Yaudah gue kedalem ya. Bye Shill.
Ray” Ucap Cakka seketika meninggalkan mereka berdua.
“Heh, ikut gue yuk ke kantin.” Ucap
Ray sambil menarik tangan Shilla.
Disisi lain, Cakka. Dari balik
pintu mengamati 2 muda-mudi tadi yang ia tinggalkan begitu saja. Dengan tatapan
sedikit nanar, dadanya terasa nyeri. Seperti tertusuk jarum. Namun ia tetap
berusaha berfikir positif. Shilla pasti akan menjadi miliknya. Ia tersenyum
berusaha melupakan kejadian tadi. Tunggu gue shill, batinnya disela
senyumannya.
******************************************************************
Haiii semuaa para readers *kayaadayanbacaja *plak. haha eee by the way udah part 7 nih. cepetkan? iya awalnya doang. nanti dari part 9 sampe seterusnya jangan salahkan saya kalo ceritanya ngadet-ngadet(?) abisnya tiba-tiba kepala buntu gitu setelah buat adegan yang seru(?) *loh.
Oiya gue cuma mau bilang, gue ganyangka ternyata ada juga mau baca:") miapa gue terharuuu. hft. makasih yaa udah nyempetin baca cerita tak terarah ini. hehe sama gue juga mau minta maaf nih, kemaren di part 6 banyak sekali typo tijel gituuh-__- maafkan saya pak bu.
Oiya, hari ini 18 Agustus kaaan.... gue mau ngucapin Happy Birthday Cakka Kawekas Nuraga;) pinjem namanya ya mas kka buat cerita ini. Samaa buat yang muslim besokkan lebaran tuh -insaAllah- jadi, gue mau minta maaf sama kalian semua. Gue tau gue gapunya salah *loh-__- haha candaa guys.
baru sadar daritadi oiya oiya mulu haha. Eh sekali lagi makasih yaa buat yang udah mau bacaa. ayo dong komentar anda sangat dibutuhkaaan. Bisa lewat twitter koo @ishmahalyz atau Facebook juga boleh FB: Ishmah Alya Z . tapi maafkan saya yang komen lewat Facebook bisa sebulan sekali saya jawabnya. hehe atau add Y!M: ishmahalyaz@yahoo.com atau atau Gtalk: ishmahfathan@gmail.com juga silaahkaan tapi saya benar-benar butuh komentar kaliaan mbabroo:')
Okesip cukup sudah............ terimakasih sekali lagi buat yag udah mau baca cerita beralur tijel ini. Sekalian dong kasih tau temen-temen kalian buat baca jugaa biar makin banyak peminatnya, nanti eke lebih semangat nulisnya;;)
salam hangat *eeaaa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar