Minggu, 02 September 2012

Rahasia Cinta Part 9


Aku mencintai dia, yang ternyata mencintai dirimu.


Bel jam pelajaran pertama dimulai, telihat beberapa kursi kosong dikelas 7F. Kursi Ify dan Cakka juga kursi Ray dan… Shilla. Ya, sesuai janjinya kemarin pada Ray, ia akan mendengarkan curahan hati Ray. Shilla penasaran juga sih, sebenernya Ray ingin bercerita apa kepadanya. Lalu? Kemana Ify dan Cakka. Kedua anggota Pramuka itu ternyata hari ini masih mendapatkan Dispensasi dari pihak sekolah. Bukan. Bukan untuk berlatih, hanya untuk sekedar beristirahat. Pasti mereka masih lelah akibat lomba kemarin. Jadi, pihak sekolah memutuskan agar mereka tak usah mengikuti jam pelajaran dulu hari ini.


Zahra, Sivia dan Agni juga bingung dengan menghilangnya Shilla diwaktu jam pelajaran. Jam pelajaran pertama daaan pelajaran matematika pula. Tak seperti biasanya Shilla begini. Di jam pelajaran terakhir saja ia akan mencak-mencak berorasi apabila diajak untuk keluar kelas, apalagi di jam pelajaran pertama begini. Apa untuk sekedar melihat Cakka? ha? Tidaklah Shilla tidak seperti mbak-mbak-yang-kebelet-jadian.


Sivia, Zahra dan Agni menyadari memang akhir-akhir ini mereka jarang sekali mengobrol bersama. Zahra sibuk sendiri bertemu dang mengobrol bersama Gabriel begitu juga Agni yang kadang terlibat dalam percakapan Gabriel dengan Zahra. Sivia entah mengapa rasanya ingin menghindar dari Shilla, apalagi kalau Shilla sedang dekat-dekat dengan Ray.


By the way, Ray juga tidak ada dikelas. Apa jangan-jangan Ray bersama Shilla? Sivia mencolek bahu Zahra yang duduk dibangku yang berada tepat didepan bangku Sivia.


“Apaan?” kata Zahra setengah berbisik.

“Shilla kemana deh?” Tanya Sivia berbisik juga. Lalu Zahra menengok kearah tempat duduk Shilla dan Ify. Benar, kosong dua-duanya. Pantas saja sedari tadi ia merasa ada yang janggal.

Zahra mengangkat bahu “gatau.”

“mm… Ray juga gaada” ucap Sivia lagi.

“Yaudah paling sama Ray” Ucap Zahra lalu memfokuskan pandangannya kedepan lagi.


Shit. Apa-apaan ini? Kenapa Sivia jadi seperti ini? Apa ia menyukai Ray? Ha? Tidak. Tidak, batinnya.


*


Bukan. Bukan dia orang yang kupilih untuk mengisi hatiku. Tapi kamu. Ya, hanya kamu seorang.


Bel tanda pelajaran pertama telah berakhir sudah berbunyi. Ray dengan Shilla masih berada ditaman ketenangan, yap taman belakang sekolahnya yang sepi dan sering didatangi Shilla bersama sahabatnya itu. Tapi Ray masih belum juga membuka mulutnya sedikitpun. Shilla terlihat seperti orang bodoh dari tadi menunggu Ray bercerita. Shilla bingung sendiri, ia ingin memulainya darimana dan ia juga bingung melihat wajah ceria Ray yang tiba-tiba menghilang menguap beriringan dengan berputarnya waktu.


“Ray?” Ucap Shilla ragu.

 “oh iya, eh Shill.” Jawab Ray sedikit ngelantur.


Shilla tak menjawab. Hanya menatap Ray dengan tatapan mau-cerita-apasih-sebenernya.


“Sorry Shill. Nunggu lama ya? Hehe gue juga bingung kenapa tadi gue malah bengong” ucap Ray membuat Shilla sedikit tak mengerti apa yang sedang ada dikepala cowo ini.

“noprob. Sebenernya lo mau cerita apasih?”

 “mmm… sebenernya gue bingung apa gue harus cerita sama lo? Tapi gue udah gakuat mendem ini sendirian di dalam kepala gue. Sejak ngeliat lo pertama kali gue juga mulai gerasa lo itu orang yang pas buat gue certain. Tapi gue bingung gimana mulainya. Gue juga malu sama lo” ucap Ray panjang lebar tanpa melihat kearah Shilla yang mulai terlihat jenuh mendegar basa-basi Ray dengan perkataan yang dibulak-balik seperti itu.

Shilla mengangguk 2 kali sebelum membuka mulutnya. “so, lo mau cerita apa?”

“mmm… lo pernah berfikir ngga? Dibalik sifat gue yang jail sama periang gini bahwa tersimpan banyak serpihan luka?” ucap Ray, matanya mulai menerawang.


Shilla terdiam lalu memalingkan wajahnya kearah Ray. Terlihat wajah sendu disana.


“guesih gapernah punya fikiran kaya gitu. Tapi apa salahnya gue bilang iya? Toh kadang sebuah buku yang covernya bagus bisa ajakan isinya berantakan? Penuh robekan?” Jawab Shilla.

Ray mengangguk. “Sebenernya dibalik sifat gue yang kaya gini banyak terdapat kisah yang memilukan.” Ucap Ray lalu terdiam sebentar. “Anggap aja gue pasir dipantai yang gapernah diurus, gaterawat. Cuma karena gue berada dilingkungan yang sepi aja gue bisa tetap bersih”


Shilla sedikit tak mengerti dengan ucapan Ray.


“hhh, gue emang terlahir di keluarga kaya, keluarga berada, keluarga berkecukupan. Sayangnya gue gapunya cukup kasih sayang sama kaya keluarga sederhana yang lain. Gue gabutuh fasilitas kaya sekarang ini. Gue Cuma butuh bokap sama nyokap gue disini. Nemenin gue. Jadi tempat curhat gue, tapi mereka malah ngurusin pekerjaannya dan ninggalin gue sejak gue kelas 4 sd” Ucap Ray


Shilla terdiam, mengerti kemana arah pembicaraan ini. Tiba-tiba otaknya menggebu. Menyemburkan semua cerita tentang keluarganya. Tentang mama papanya. Nasibnya tak lebih beruntung dari Ray, bahkan jauh tak lebih berutung dibanding Ray.


“Lo masih beruntung Ray” kini gantian Shilla yang berbicara.


Ray menengok kearah perempuan disebelahnya. Kini wajah Shilla yang berubah menjadi sendu, secepat itu. matanya menerawang lebih jauh kedepan. Seperti yang Ray lakukan tadi.


“Mama papa gue mulai sibuk sama pekerjaannya saat umut gue baru 3tahun. Masa dimana seharusnya gue disuapin, dimandiin, tamasya bareng sama mama papa gue. Tapi sangat disayangkan. Saat itu gue yang tinggal di Bandung terpaksa hanya bisa melihat mama dan papa gue seminggu sekali. Itu juga tanpa bicara. Mereka terlalu lelah setelah seminggu bekerja di Jakarta. Pengen rasanya gue ngeluh. Tapi, sama siapa? Baby siter gue? Dia bisa apa?” Shilla terdiam sebentar menghela nafas beratnya.

“Itu umur 3tahun sampai gue umur 7tahunpun mama papa gue masih seperti itu. Bahkan chilla kecil harus sudah merasakan pahit menerima kenyataan. Perusahaan mama papa gue berkembang pesat, sampai –sampai mereka coba buat cabang di Paris dan ternyata hasilnya beneran wow dan mereka harus pergi kesana, mengawasi sendiri perusahaannya dinegara orang yang lagi berkembang pesat itu. emangsih mereka pernah ngajak gue pindah kesana tapi gue gayakin gue bakal hidup lebih seneng disana. Mungkin kalo orang yang gatau kisah gue kaya gini pasti bakal bilang ‘yaahhh Shill sayang banget tuh padahal kalo gue jadi lo pasti gue terima tawaran buat pindah ke Paris’ ha.ha.ha. mereka pikir emang semudah itu?” ucap Shilla panjang lebar disertai tawa memaksa diakhirannya. Ray sendiri hanya diam mendengar cerita Shilla. Ia benar-benar tak menyangka orang yang menurutnya tak pernah bersedih seperti Shilla ternyata nasibnya tak jauh berbeda darinya.

“Bahkan sangking jauhnya hubungan kita. Mama papa gue gabisa ngertiin apa yang gue inginkan. Gue gapengen pindah keparis itu bukan karena apa-apa hanya karena satu hal. Gue telah menemukan seseorang yang bisa buat hidup gue lebih berwarna dari sebelumnya. Tapi mereka emang kelewat jahat. Mereka malah nyuruh gue pindah ke Jakarta. Tinggal sama omma gue. Ninggalin bandung, ninggalin sahabat kecil gue, ninggalin semua kenangan gue disana. Gue benci” Ucap Shilla lagi. Nafasnya kini semakin terasa berat, air matanya ternyata sudah membanjiri pipinya tanpa ampun. Tatapannya masih jauh menerawang, meratapi luka-luka lamanya yang tak kunjung sembuh. Ia telah mati rasa apabila mengingat mama dan papanya bahkan benar-benar tak terasa sakitnya, saking sudah lama ia tak bertemu keduanya.


Shilla. Dibalik tawa lepasnya ternyata lebih banyak tersimpan luka mendalam yang mungkin sangat sulit untuk diobati.


*


Bel jam pelajaran pertama sudah agak lama berbunyi, sekitar beberapa menit lagi akan terdengar bel pelajaran kedua sepertinya. Rasanya bosan juga disaat yang lain sedang menyerap materi dikelas Cakka hanya duduk santai bersama anggota pramuka yang kemarin ikut lomba lainnya.


“kka, gue lagi smsan nih sama Sivia” kata Ify sambil menatapi layar handphonenya.

“terus?” ucap Cakka datar.

Ify mencubit lenga Cakka sebelum ia berbicara “yeehhh, kata Sivia, si Chilla galagi dikelas dari jam pertama”

Cakka terdiam. Lalu mengangkat jari telunjuknya seperti sedang mendapatkan ide. “thanks fy” kata Cakka lalu segera meninggalkan Ify. Namun baru sekitar 2 langkah, Cakka menghentikan langkahnya berbalik menghadap Ify yang bingung dengan tingkah Cakka.

“kira-kira selain dikelas sama dikantin Shilla kemana?” Tanya Cakka pada Ify.

“oooh. Dia di…… mmm taman belakang. Iya di taman belakang. Coba aja kesana” Ucap ify.


Tanpa menjawab Cakka berjalan dengan cepat meninggalkan Ify.


Ify hanya menggeleng “dasar aneh” ucapnya pelan.


*


Kini air mata Shilla semakin deras berjatuhan. Nafasnyapun makin terdengar tak beraturan.


Gawat, batin Ray.


“Shill….. gue tau ini sulit. Tapi gue yakin, gadis setegar lo pasti bisa ngelewatin ini semua” Ucap Ray yang kini merubah posisinya medekat kearah Shilla.


Bel  pertanda pelajaran kedua berakhir pun sudah berbunyi dengan lantangnya. Tapi ternyata Shilla tak memberhentikan tangisannya, air matanya masih saja terus mengalir melewati pipinya. Matahari yang semakin lama semakin meninggi, berbanding terbalik dengan keadaan Shilla yang sedang hujan badai tersebut.  Dan Ray pun semakin bingung melihat Shilla yang tak kunjung menghentikan tangisannya. Ray diam sejenak menaruh telujuknya di dagunya,  berfikir. Ada dua pilihan dikepalanya, pertama ia aka mendiamkan Shilla seperti ini terus sampai dia merasa tenang sendiri atau ia harus……….


Lalu sejurus Ray mendekap tubuh Shilla. Ia memeluknya. Namun hanya pelukan biasa, pelukan menenangkan tak berarti apa-apa. Ia mengeyampingkan pilihan pertama di kepalanya karena ia yakin takkan membuahkan hasil. Ray memeluk Shilla sambil perlahan memberikan ketenangan pada gadis itu, pada sahabatnya yang menangis mungkin gara-gara dia. Mm..


“Sorry Shill, gue udah buat lo sedih. Kalo lo pengen nangis keluarin aja Shill. Mungkin bisa buat lo lebih tenang” Ucap Ray mengusap lembut kepala Shilla yang kini berada didadanya. Ingat, dalam status sahabat. Hanya sahabat.


Shilla yang sedang kalut dalam kesedihannya. Sampai-sampai ia tak peduli lagi dengan apa-apa,  dengan dunia sekitarnya. Ia hanya ingin menangis sekarang, dunia memang kejam. Shilla bukan perempuan-yang-suka-mengambil-kesempatan. Hanya saja ia benar-benar sedang kacau, ia terlalu lelah dengan hidupnya, tak ada salahnya bukan jika ia meminjam sebentar dada bidang Ray hanya untuk menangis hari ini saja.


Ray mengerti, mengerti sekali keadaan yang dirasakan Shilla, karena apa? Ya, karena ia juga merasakan hal yang sama. Terkhianati oleh keluarga mereka sendiri, keluarga yang seharusnya  melindungi hati mereka tetapi malah melukainya tanpa ampun.


Prangg…..


Terdengar suara nyaring benda jatuh secara tak sengaja yang membuat Ray terlonjak kaget. Begitu pula Shilla yang mulai memberhentikan tangisannya. Dan cukup membuat burung-burung yang sedang bercanda riang diranting pohon pada berterbangan.


Shilla berpindah ke posisi semula duduk disebelah Ray. Lalu mereka berdua saling bertatapan. Seakan sama-sama bertanya itu-suara-apa-?


Ray bangkit dari tempat duduknya sekarang, yang lalu disusul oleh Shilla. Mereka jalan menuju sumber suara tapi tak menemukan apapun kecuali…….. kaleng susu? Dan isinya masih penuh pula? Jadi, siapa yang tadi datang kesini dan menjatuhkan kaleng susu ini?


Mereka tak tau bahwa pemilik susu kaleng tadi adalah…. Cakka. Ya, pujaan hati Shilla. Sehabis meninggalkan Ify tadi Cakka langsung berjalan menuju kantin untuk membeli minuman kesukaan Shilla itu. Lalu Cakka melanjutkan perjalanannya menuju taman belakang dengan riang mengikuti saran Ify tadi. Tapi ternyata………


*


Ditempat yang agak jauh dari taman belakang Cakka berhenti berlari. Cakka benar-benar tak percaya dengan apa yang ia lihat tadi. Ray. Memeluk. Gadis yang selama ini ia dambakan. Shilla. Ya, gadis yang manis dan tak pernah bosan dilihat itu. Dipeluk Ray. Teman sekelasnya.


Cakka menggeleng lalu mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Ia frustasi dengan pemandangan yang baru saja ia lihat tadi. Ia benar-benar tak menyangka, ia benar-benar kecewa. Cakka sudah terlanjur menaruh hatinya pada Shilla. Ia menyayangi Shilla. Sangat menyayangi Shilla mungkin. Tapi mengapa? Mengapa Shilla seperti itu dihadapannya. Ia benar-benar tak habis fikir dan berkali-kali mengacak-acak rambutnya.


Cakka bodoh, batinnya sarkatis. Kenapa ia harus keduluan dengan Ray. Kenapa bukan dia yang ada diposisi Ray tadi? Aggrhh! Cakka benar-benar kacau sekarang. Ia tak pernah merasa seperti ini sebelumya. Sial, sejuta kali sial.


Rahasia cinta yang seharusnya sekarang sudah terungkap itu ternyata harus dihancurkan lagi, puzzle puzzle itu. kepingan-kepingan yang harusnya sudah menyatu kini berantakan.


*


Mengapa cinta itu terlalu munafik?
Mengapa bisa saling bersama, tapi kita tak mencoba?


Jam pelajaran ketiga sudah berlangsung ketika Ray memasuki kelas. Sedang ada guru rupanya. Semua mata memandang kearah Ray yang masuk seenaknya saja ke kelas. Masa bodo deh di liatin, ucapnya dalam hati. Sivia terkesiap ketika melihat Ray masuk kedalam kelas sendirian, lalu kemana Shilla?


Shilla masih terdiam di taman ketenangan, entah apa yang membuatnya bertahan disana selain karena ia tak mau masuk ke kelas karena sedang ada guru yang mengajar. Bisa dikira apa nanti dia? Shilla anak yang baik-baik memasuki kelas saat sedang ada guru yang mengajar dengan wajah sendunya? Tidak tidak.


Sebenarnya Ray juga tak ingin memasuki kelas dengan basah-basahan seperti itu karena air mata Shilla. Namun Shilla memaksa Ray agar ia masuk kelas saja dengan alasan Shilla ingin sendiri dulu disini. Sebenarnya itu bukan alasan agar Ray masuk kekelas saja sih, tapi Shilla juga ingin menenangkan diri dulu. Sekaligus memikirkan………… mm kaleng susu yang ia temukan tadi.


Shilla berdiri dari tempat yang ia duduki sekarang. Lalu dengan sigap mengambil kaleng susu yang terjatuh tadi dan segera duduk kembali ditempat yang tidak terlalu jauh dari tempat kaleng susu itu jatuh.


Taman ketenangan,taman yang sangat luas namun tidak terlalu banyak hiasan bunga di taman ini. Hanya ada beberapa untuk menutupi sisi taman. Ada satu pohon besar yang rimbun pula di pojok kiri taman ini dibawah pohon itu di letakan sebuah kursi panjang dan ada juga beberapa pohon yang tidak terlalu rimbun untuk menambah kesan hijau ditaman ini. Taman ini memang terlihat sangat sederhana karena memang sangat jarang dikunjungi siswa-siswi.


Shilla menatapi kaleng susu yang sedang ada ditangannya sekarang. Siapa?, pikirnya. Siapa yang tadi kesini lalu menjatuhkan kaleng susu ini? Setau Shilla tak ada satupun murid yang berniat ke taman ini. Lagipulakan ini masih jam pelajaran. Sungguh, sebenarnya Shilla tak tau bahwa anak-anak Pramuka tidak sedang belajar dikelas.


Mm.. lagipula Shilla tau hanya segelintir orang yang mengetahuin minuman kesukaannya ini. Halah. Mengapa Shilla jadi terlalu berharap begini, bisa sajakan orang  yang menjatuhkan kaleng susu ini tak berniat untuk diberikan kepada Shilla. Haahhh, entahlah ia benar-benar sedang kalut sehingga tak dapat berpikir lebih jauh lagi.


*


Cinta tak suka diatur, ia akan berontak apabila tak sesuai maunya.


Hari ini seperti hari-hari biasanya. Semua murid 7F menyerap pelajaran seperti sebagaimana mestinya. Setelah terdengar bunyi bel pertanda pelajaran kedua telah selesai semua murid sontak berteriak karena dari awal jam pelajaran pertama tadi mereka sudah tau bahwa guru kesenian tak dapat masuk hari ini. Etahlah mengapa mereka suka sekali dengan jam kosong, padahal hanya akan diisi dengan mengobrol dan mengobrol.


Begitu juga dengan Ify, Cakka dan Debo mereka asik sekali mengobrol dan tertawa, tetapi tidak dengan Shilla. Ia hanya berdiam diri mengutak atik gadgetnya sambil menahan rasa sesak didadanya yang semakin terasa merusak otaknya. Shilla hampir gila dan akan menjadi sangat gila jika tetap berada disini. Biasanya jika sedang merasa seperti ini Shilla akan kabur ke meja Sivia dan mengobrol dengan Sivia Agni dan Zahra, tapi sepertinya tidak berlaku untuk kali ini.


Shilla menghela nafas tak kenatara berkali-kali. Entah untuk apa, mungkin ia berfikir jika ia melakukan hal itu rasa bimbang didadanya akan keluar dengan bersamaan helaan nafasnya. Tapi? Ya pasti tidak akan terjadi seperti itu. Shilla tetap saja merasakan rasa sesak itu. Aggrrhhh ingin rasanya Shilla membanting gadget yang sedang berada ditangannya sekarang.


Walaupun Shilla melakukan hal itu dengan sangat pelan dan berharap tak dapat diketahui Ify Debo dan Bejat yang sekarang ia sayangi itu. Tetap saja dapat diketahui dengan mudah oleh Ify, walau yaa debo dan Cakka tidak tau. Ify sahabat Shilla sejak kelas 2SD Ify tau betul sikap Shilla jika sedang dilanda kebimbangan atau kegalauan.


Shilla menaruh gadgetnya dimeja dengan sedikit batingan, hanya untuk menghilangkan kegalauannya sedikit saja mungkin. Lalu ia menundukan kepalanya dan memfokuskan pandangannya kearah sepatunya yang bermerk Yongki Komaladi itu sebelum Ify mengagetkannya.


“Chilla?” Panggil Ify denga suara lirihnya.

“ya?” jawab Shilla sedikit terkesiap seperti mau tidak mau menjawabnya.

“kamu kenapa?” Tanya Ify, terlihat sekali aura kecemasan yang dipancarkan Ify.

 Shilla tersenyum hanya beberapa detik mungkin “gapapa” jawabnya.

 Ify yang sudah bersiap untuk tersenyum itu terpaksa merenggut lagi melihat senyum singkat Shilla yang dilanjutkan wajah sendunya yang takkan pernah bisa ditutupinya kepada orang-orang terdektanya itu. “sorry chill” Ucap Ify dengan suara bergetar.

 “untuk?” ucap Shilla tanpa menengok kearah Ify.

“aku gapeduliin kamu, aku neglupain kamu selama dua minggu ini. Aku nyesel”

Shilla terdiam sebentar sebelum ia menghela nafas beratnya. Kejadian ini pernah terjadi saat dulu mereka masih duduk dibangku kelas 3SD. Shilla marah-marah kepada Ify karena tigkah cuek Ify kepadanya, lalu Ify meminta maaf kepada Shilla dan akhirnya semua kembali seperti semula. Tapi kali ini berbeda, Shilla tidak marah dengan Ify bahkan ia malah mejawab “aku gapapa ko fy”


Jawaban itu tidak , tidak menenangkan Ify, sama sekali tidak. Jawaban itu hanya membuat Ify semakin merasa bersalah. Ify ikut merunduk menatapi ujung sepatunya yang tak kalah bermerk dengan Shilla itu. Matanya sedikit berkaca-kaca, Ify benci keadaan seperti ini. Ia rindu Chilla, Chilla sahabatnya yang dulu. Bukan Chilla yang seperti ini.


*


Kalau saja aku bisa memutar waktu, takkan aku biarkan kau pergi meniggalkan diriku.


“Fy” Ucap Shilla lemah membuat Ify memaksa mengangkat wajahnya dan menatap mata sahabat kecil yang ia sayangi itu.

“ya Chill?” Jawab Ify sambil tersenyum berharap, harapannya tadi terkabulkan, Shilla berubah menjadi Chilla sahabat kecilnya yang dulu.

“gue pindah tempat duduk ya” Ucap Shilla disertai senyum –memaksakan- juga.


Ify terkesiap, senyumnya menghilang dalam hitungan 1 atau 2 detik. Ia benar-benar tak percaya, Shilla yang sedari dulu hanya ingin duduk dengannya saja sampai meminta ommanya untuk meminta pada walikelasnya dulu kini malah meminta untuk pindah tempat duduk, meninggalkan Ify.


Tanpa menunggu jawaban dari Ify, Shilla sudah bergegas melangkah menjauhi kursinya kini menuju kursi paling pojok belakang, duduk dengan orang-orang yang unpopular ,sangat berbanding terbalik dengan Shilla yang sangat popular itu.


“hai? Gue boleh gabung?” Sapa Shilla pada pemilik sebelah bangku yang ia duduki sekarang, Olivia. Ya, salah satu anak unpopular di sekolahnya itu bahkan dikelasnya juga.


Olivia hanya terdiam melihat Shilla yang sudah duduk di bangku sebelahnya itu.


“eh Shilla, boleh boleh ko. Kamu pasti boleh deh gabung kesini. Hehe” ucap seorang anak yang duduk tepat didepannya yang sedari tadi menghadap kearah belakang sepertinya sedang mengobrol bersama Olivia dan Shinta ya dia Zevana. 3 orang ini memang sangat pendiam,hanya ingin bicara dengan mereka mereka saja. Tapi kalau soal otak, jangan ditanya mereka memang ahlinya.

“makasih. Eh? Emm?” ucap Shilla berfikir.

“Zevana” Jawab anak tadi disertai senyum.

“Oh iya Zevana.” Ucap Shilla sedikit malu, masa teman sekelasnya saja ia tak tau namanya. Huh Shilla ini.

“Kok lo tumben duduk disini?” Ucap Shinta, ia terlihat agak tomboy atau memang tomboy ya? Hmm….

“gaboleh nih?” ucap Shilla tetap mempertahankan senyumannya.

“EH bukan gaboleh ko Shill. Kita Cuma bingung aja, kamu ko mau duduk disebalah aku? Ngobrol sama kita?” Ucap Olivia membenarkan.

“lah, emang kenapa? Haha” Ucap Shilla disertai tawa.

“Yaa aneh aja Shill, kamukan dikeal banyak orang. Sedangkan kita? Cuma kutubuku yang hobbynya baca buku.” Ucap Zevana membenarkan letak kaca matanya yang agak turun.

“Yehh, itumah elo zev. Gue sama Olivia engga.” Ucap Shinta memprotes ucapan Zevana.


Olivia hanya mengangguk.


“HAHHAHA” tiba-tiba Shilla tertawa sangat keras melihat tingkah mereka, lucu juga.


Tawa Shilla itu membuat sebagian besar teman sekelasnya menengok kearahnya, termasuk Ify Cakka, Debo, Sivia, Agni dan Zahra hanya saja Ray sedang tidak ada dikelas, Ray memang tak suka dengan jam kosong dan hanya diisi berdiam dikelas, lebih baik ia pergi kemanapun kehendak kakinya.


 Ify menatap Shilla dengan tatapan yang tak bisa ditebak. Sudah lama ia tak melihat Shilla tertawa selepas itu. Dulu, Shilla memang sering sekali tertawa selepas itu apalagi jika sedang bercanda dengan Ify Cakka dan Debo, aah mengingat hal itu hanya akan membuat Ify mejadi rindu dengan Chillanya, Ify menunduk sebentar lalu mengangkat lagi kepalanya dan melihat kedepan.


Cakka dan Debo menengok kearah Shilla dengan fikiran diotaknya masing-masing. Cakka yang sedang mencoba tak peduli dengan gadis itu lebih memilih memaligkan pandangannya kearah ify secepat mungkin yang kemudian diikuti dengan Debo. Mereka memandang ify seakan bertanya Shilla-kenapa-pindah-kesana-?. Yang lalu hanya Ify balas dengan mengangkat bahu dan menyilangkan tangannya kemudian ia letakan diatas meja dan membenamkan wajahnya disana. Cakka dan Debo yang tak mengerti ikut megangkat bahu lalu kembali menghadap depan.


Sementara Sivia menatapi Shilla dengan tatapan rindu, tapi ia juga tak bisa membohongin dirinya sendiri, masih terbesit rasa kesal di lubuk hatinya yang entahlah tak jelas apa alasannya.


Sedangkan Agni dengan Zahra menatapi Shilla tak peduli. Zahra sendiri mengakui bahwa hatinya merindukan salah satu sahabatnya itu, sahabat yang telah sering membantunya. Zahra tak pernah punya niat jahat, namun ego untuk mendapatkan hati Gabriel dan menjauhkan Gabriel dari Shilla telah merusak kepeduliannya kepada Shilla. Sementara Agni sendiri tak mengerti dengan apa yang dilakukan Shilla.


Haaah entahlaah sebenarnya apa yang ada difikiran mereka masing-masing. Shilla sendiri tak peduli, ia masih saja bercanda ria dengan teman-teman barunya kini yang unpopular itu.


Shilla terlihat tak menyesal memindahkan tempat duduknya. Malah ia bisa merasa lebih lega sekarang, ia bisa berhenti menghirup aroma natural dari seseorang yang duduk tepat didepannya saat itu yang bisa dengan cepat membunuh saraf-sarafnya untuk berfikir normal. Dan sepertinya detak itu sudah tak terasa lagi sekarang. Ia merasa seperti seseorang yang beban hidupnya telah diangkat.


Shilla juga tak pernah tau bahwa tak harus selalu duduk dengan Ify akan membuat dirinya merasa tenang. Entahlah ia juga tak mngerti ia keracunan Zat apa sehingga ia tak ada niat untuk tidak duduk dengan Ify sekalipun, atau malah sekarang ia sedang keracunan suatu Zat sehingga memilih duduk menajuhi Ify. Ah entahlah.


Tapi menurutnya ternyata cara seperti ini sangat ampuh sekali untuk menghilangkan kebimbanganya, tanpa ia tau bahwa hatinya akan berontak, hatinya membutuhkan Cakka bukan menjauhi Cakka.


Tapi Shilla mencoba tetap tidak peduli, ya sikapnya berubah seperti awal, ia tak mau peduli dengan apapun, tidak akan lagi sepertinya.

PART 10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar