Selasa, 05 Februari 2013

Rahasia Cinta Part 14


Shilla merasakan matanya terbuka, namu semua terasa gelap dan berat. Perlahan-laha ia coba menggerakan jari-jarinya, rasanya ia sudah dapat menggerakan semuanya dengan mudahnya, tapi.............. ia merasa jari-jari tangannya tak kunjung bergerak. Apa yang sebenarnya terjadi padanya?


Ia berusaha sekuat tenaga, mengangkat kelopak matanya agar terbuka. Mulai ada cahaya-cahaya mengkilat dihadapannya. Sedikit lagi, sedikit lagi matanya akan terbuka. Ia mulai bisa melihat keadaan sekitarnya sedikit demi sedikit, namun semuanya buram. Shilla terus berusaha tanpa henti, hatinya tak hentinya-hentinya berdo’a untuk keselamatannya. Dan......... matanya terbuka dengan sempurna, tepat dihadapannya ka Arel sedang menunggunya.


“Chill? Kamu udah sadar?” Tanya ka Arel yang senang melihat Shilla sudah tak berada dalam mimpi panjangnya lagi.

“ka... ka Arel...” sapa Shilla disertai senyumnya.

“Shillaaaa....” ucap Ray dan Sivia bersamaan yang langsung berhamburan menuju ranjang Shilla.

“Ray... Via..” sapa Shilla lagi, tak lupa dengan senyumnya.

“Shill, lo kenapa sih? Maaf yaa” ucap Sivia sambil menggenggam tangan Shilla.

“kok minta maaf vi?” Tanya Shilla.

“Shill, lo begini bukan gara-gara gue jadian sama Sivia kan? Lo engga suka sama guekan Shill?” Tanya Ray dengan tampang tanpa rasa bersalah sedikitpun. Ray ini memang benar-benar kelewat polos ya.

Shilla tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan Ray, walau terlihat sedikit meringis kesakitan karena ia memang belum bisa terlalu banyak bergerak. “menurut lo Ray? Hahaha” ucap Shilla santai.

“Ray, kamu apaansi. Masa gitu nanyanya.” Omel Sivia yang lalu mencubit lengan Ray.


Gabriel menggeleng sambil tersenyum melihat tingkah adik-adik kelasnya in yang masih sangat terlihat seperti anak kecil itu.


“Ray Ray... engga mungkin gue suka sama lo. Lo terlalu baik buat gue, daaaan terlalu telmi juga sih. Hahaha” ucap Shilla dan tak bisa menahan tawanya.

“Jahat lo Shill, pacar gue nih.” Ucap Sivia bercanda.

“Terus kamu kenapa Chill sampe down banget kaya gini?” Tanya Gabriel serius.


Shilla terdiam, mengingat semuanya. Cakka, pria yang tak pernah mau menyingkir dari otak ataupun hatinya, pria itu terlalu menjadi candu untuk Shilla. Sehingga ia pun tak mengerti mengapa harus menangisi pria itu. Pria yang tak pernah ia harapkan untuk mengisi hatinya sampai sekarang. Shilla memejamkan matanya, menahan butiran itu agar tidak terjatuh lagi. Jangan, jangan lagi. Karena jika satu butir saja terjatuh Shilla yakin yang lainnya akan menyusulnya dengan cepat.


Shilla membuka matanya lagi, menarik nafas sedalam-dalamnya lalu menggeleng cepat. “gapapa.” Ucapnya lalu terseyum.


Ia terpaksa berbohong lagi, berbohong pada ka Arel, Ray, dan sahabatnya Sivia. Bahkan ia berbohong pada dirinya sendiri, pada hatinya yang pasti akan terluka lebih parah lagi dari ini.


Sivia tau Shilla berbohong, sekarang Sivia mengerti. Teryata walaupun ia sudah menpunyai ka Arelnya dan Ray ia belum juga bisa melupakan Cakka. Tatapan mata Shilla masih sama, sama seperti dulu saat ia mencoba membohongi Sivia, Ify, Agni, dan Zahra. Sivia tau sekali tatapan mata itu, ada keperihan hatinya karena kepura-puraannya untuk terus mengakui bahwa ia tak pernah menyukai Cakka. Padahal nyatanya? Sivia tau di hati Shilla masih ada pria itu. Tapi Shilla terus mencoba menyangkalnya.


“eh udah malem nih, gue sama Sivia balik dulu ya Shill. Lo istirahat yang cukup. Jangan sampe down kaya gini lagi ya.” Kata Ray mencairkan suasana yang hampir menjadi beku itu.

“Eh emang sekarang jam berapa? Maaf udah ngerepotin kalian berdua ya.” Ucap Shilla.

“Jam 10 malem Chill.” Kata Gabriel.

“Gapapa Shill, kita pulang dulu ya. Besok gue bakalan kesini lagi kok nemenin lo. See you.” Ucap Sivia lalu keluar dari ruangan Shilla bersama Ray.


Keadaan menjadi sunyi. Sepi. Gabriel dan Shilla larut pada pikirannya masing-masing.


“Chill...”’ panggil Gabriel.

Shilla menoleh. “ya kak?” tanyanya santai.

“belum mau cerita?” Tanya Gabriel.

“cerita apa?” Tanya Shilla dengan wajah bingung, sebenarnya Shilla tau. Tau sekali apa yang Gabriel maksud.

“yaudah kalo belum mau cerita, tapi kamu harus tau. Aku bakalan selalu ada buat kamu kalo kamu butuh aku.” Ucap Gabriel mengelus lembut rambut panjang Shilla.


Shilla tertegun mendengar kata-kata terakhir Gabriel. Ia memejamkan matanya. Apa benar ka Arel akan selalu ada jika ia membutuhkannya? Nampaknya tidak. Buktinya............ hari ini. Shilla membuka kembali matanya lalu tersenyum menahan perih teramat dalam yang ia rasakan. Sungguh, ia tak suka bila rasa sakit itu terlalu terasa, apalagi sampai seperih tadi, seperih ini.


“kamu kenapa Chill?” Tanya Gabriel lagi.

“i’m fine. Totally fine.” Ucap Shilla lalu tersenyum.


*


Akankah semua kenangan itu akan tetap selalu menjadi kenangan?


Gabriel mengerjapkan kedua matanya. Terbangun dari tidurnya. Matanya membelalak. Kenapa dia bisa ada di kamarnya? Bukannya semalam ia ada dirumah sakit menemani Chilla? Lalu? Ia juga sudah berganti pakaian? Kenapa bisa begini?


Gabriel bangkit dari tempat tidurnya, mereganggkan otot-otot tangannya. Lalu berjalan kearah pintu kamarnya dan segera membukanya lalu keluar. Gabriel celingak-celinguk melihat kesekeliling rumahnya. Dilihatnya satu pembantunya lewat didepannya dengan sopan.


“bi..bi..” panggil Gabriel pada pembantu itu.

“iya den?”

“Mama mana? Ada dirumah kan?”

“ada kok den, tadi nyonya lagi di dapur.”

“oh yaudah, lanjut kerja deh bi. Makasih ya.” Ucap Gabriel dan langsung berjalan dengan cepat kearah dapur.


Sesampainya disana Gabriel langsung mencari sosok mamanya yang ternyata sedang membuat teh hangat.


“Mam?” panggil Gabriel.

“Eh Rel. Udah bangun? Baru jam 5 pagi loh.” Ucap Mama Gabriel yang melihat kehadiran Gabriel.

“kok Arel bisa dirumah mam? Bukannya Arel semalem nemenin Chilla ya?” Tanya Gabriel sedikit bingung.

“oh itu, ia semalem kamu dianter pulang sama supirnya Chilla. Kata Oma Chilla, dia kasian sama kamu, hari ini kan kamu sekolah.”  Kata Mama Gabriel.

“ohh.. ma, hari ini Arel boleh ngga, gausah sekolah? Hehe.” Ucap Gabriel menimbang-nimbang, takut mamanya khawatir lagi pada dirinya.

“loh? Mau ngapain emangnya Rel?”

“mau nemenin Chilla mah.... mm, lagipula hari ini kan Cuma classmeeting, boleh ya maa?” pinta Gabriel.

“mmm, bukannya engga boleh Rel, tapi kamu kesekolah dulu ya sebentar? Kamukan OSIS harus tanggung jawab Rel.”

“Iyadeh mah. Nanti Arel semepetin kesekolah dulu deh.” Ucap Gabriel bersemangat.

“Yaudah sana mandi. Udah jam setengah 6 tuh.” Ucap Gabriel.


Tanpa menjawab apa-apa Gabriel udah kabur duluan ke kamar mandi. Dan bersiap ke sekolah.


*


Aku rindu. Tapi rindu yang aku rasakan kini sangatlah sakit. Inikah namanya rindu tak terbalaskan?


Sivia memasuki kelas bersama Ray sambil mengobrol dan tertawa. Karena hari ini hanya Classmeeting dan pemberitahuan remedial, jadi Ray memilih duduk di bangku yang ada disebelah tempat duduk Sivia.


“Ray.” Panggil Ify yang baru saja bangkit dari tempat duduknya.

“kenapa Fy?” Tanya Ray

“tadi bu Reni nyuruh gue nanya ke lo, katanya gimana keadaan Chilla? Dia sekarang dimana? Terus katanya kapan udah boleh masuk?” Tanya Ify sedikit gemetar. Ah, dia berbicara tentang Chillanya. Sungguh dadanya sedikit terasa sesak. Ingin rasanya ia bertanya langsung pada Shilla saja.

“oh. Baik-baik aja. Sekarang masih di RS Cornelius, gue sih gatau kapan boleh masuknya. Tapi...... mungkin besok juga udah boleh masuk deh.” Ucap Ray santai, karena ia memang tak terlalu menadari kedekatan Ify dan Shilla yang sedang rapuh sekarang.

Ify mengangguk. “Thanks” Ucapnya singkat lalu membalikan tubuhnya untuk segera keluar dari kelas. Ify sudah tak kuat untuk menahan tetesan air dari kedua matanya.


Ray menghadap kearah Sivia lalu meatap Sivia seakan bertanya dia-kenapa-kaya-gitu-?  Lalu Sivia hanya menjawabnya dengan mengangkat kedua bahunya lalu menggelengkan kepalanya untuk meyakinkan Ray bahwa ia benar-benar tidak tau apa-apa.


Sebenarnya Sivia tau, sangat tau apa-apa, sangat tau apa yang telah terjadi pada Ify dan Shilla. Tapi Sivia tak ingin bercerita pada Ray. Karena tak yakin Shilla akan suka jika ia bercerita pada Ray. Kalau memang ia ingin bercerita dengan Ray, pasti ia sudah bercerita dari awal.


Sivia tau, bukan hanya hubungannya dengan Shilla saja yang berantakan. Tapi, juga hubungan Shilla dengan Zahra dan Agni bahkan Ify teman dekatnya sedari kecil.  Entahlah Sivia tak pernah mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Yang ia tau, dulu Zahra dan Agni yang pertama menjauhi Shilla. Padahal Shilla tak terlihat melakukan sesuatu yang membuat Zahra ataupun Agni marah.


Begitu juga Ify, yang Sivia tau sebelum Sivia menjauhi Shilla. Ify sudah lebih dulu dijauhi Shilla. Entah karena apa, tapi setelah Ify mengikuti lomba pramuka dengan sebelumnya mengikuti latihan berminggu-minggu hubungan mereka memang sudah agak menjauh, lebih terlihat lagi ketika Shilla memilih berpindah tempat duduk, ketempat yang jauh dari Ify. Mungkin semuanya ada sangkut pautnya dengan Cakka, tapi Sivia tak pernah mendengar kalau Ify menyukai Cakka. Malah Ify sekarang sudah jadian dengan Deva kan? Ah entahlah. Sivia sendiri juga tak mengerti apa yang terjadi.


Sivia masih terlarut dalam lamunannya ketika Ray mengagetkannya.


“Viaa...” panggil Ray.

“ha? Kenapa?” Tanya Sivia setengah gugup.

“kamu yang kenapa Vi.” Ucap Ray.

“aku? Kenapa? Aku gapapa kok.” Jawab Sivia berusaha meyakinkan.

“mm, iyadeh terserah kamu. Eh aku mau ke toilet dulu ya.”

“yaudah, jangan lama-lama ya..”


Setelah Ray keluar dari kelas, kelas terasa sunyi. Hanya ada beberapa anak perempuan yang sedang asik mengobrol –lebih tepatnya menggosip- di meja paling depan.


Karena merasa bosan, akhirnya Sivia memutuskan untuk memainkan handphonenya saja. Ia membuka jejaring social yang sedang menjadi trend jaman sekarang. Lalu mengutak-atik handphonenya sesuka hatinya.


“Via, udah jadian ya? Selamat yaa!” tiba-tiba sebuah suara mengagetkannya. Ia mendongak melihat siapa yang ada dihadapannya sekarang. Oh Agni dengan Zahra.

“eh? Haha iya makasih. Tau darimana?” Tanya Sivia.

“tau dari siapa ya? Penting ngga sih nanya gitu saat satu sekolah udah pada tau semua? Hahahaha” ucap Agni.

“hehe bisa aja.” Ucap Sivia malu-malu.

“kok bisa sama Ray sih?” Tanya Zahra penasaran.

“ceritanya panjang. Itu juga dibantuin Shilla. Hehe”

“oh.” Kata Zahra dengan suara datar. Nama itu.... ah, mending tidak usah di teruskan lagi percakapanya. Sudah cukup tersiksa Zahra akhir-akhir ini karena terus berpura-pura tegar.


Tiba-tiba Ray masuk ke dalam kelas dengan tergesa-gesa.


“Vi, ayo ke rumah sakit temenin Shilla. Kak Gabriel juga mau kesana. Kita bareng aja.”’ Ucap Ray sambil menarik tangan Sivia. “eh ada kalian, hai ra, hai ni.” Sapa Ray ketika menyadari ada Agni dan Zahra disana.

“gue duluan ya guys. Bye” ucap Sivia disertai senyum pada Zahra dan Agni.


*


Gabriel berkali-kali melihat jam yang tertata rapi di tangannya. Sudah jam 9. Ia harus menemani Shilla sekarang. Jadi ia harus mencari Kiki selaku ketua OSIS untuk memita izin agar dibolehkan pulang duluan. Tadi ia juga sudah janjian bersama Ray dan Sivia untuk pergi bersama.


Itu Kiki, akhirnya ia bertemu juga, ternyata Kiki sedang berada didepan kelas 7E yang tepatnya disebelah kelas Shilla. “Woy ki!” panggil Gabriel.


“weh Gab, kenapa?” Tanya Kiki si ketua OSIS yang mukanya standard tapi cukup banyak di gilai perempuan di sekolah karena sikapnya yang sangat beribawa, sopan dan pintar juga. Tapi tetep saja Gabriel adalah anggota OSIS yang paling mempunya banyak fans diantara anggota OSIS lainnya.

“gue izin pulang duluan ya.” Pinta Gabriel.

“mau ngapain emangnya? Buru-buru amat. Biasanya juga betah disekolah.”

“Putri gue lagi dirumah sakit, masa gue betah disini? Pangeran macem apa gue? Haha” ucap Gabriel.

“yeehh, ngarep. Haha yaudah. Hati-hati Gab, salam buat si Ashilla ya.”

“salam-salam aja. Gaboleh-gaboleh.” Ucap Gabriel bercanda.

“kenapa? Takut kesaing? Hahaha.” Ucap Kiki.

“emang yakin banget lo bakal nyaingin gue? Hahaha. Udah ah gue pergi ya Ki. Udah ditungguin nih. Bye” ucap Gabriel yang langsung ngibrit ke arah elevator gedung itu.


Gabriel turun dengan santainya mencari Ray dan akan segera menuju kerumah sakit. Gabriel benar-benar tak tau kejadian setelahnya ditempat yang sama.


Zahra, keluar dari kelas di saat Gabriel sedang asik mengobrol tadi dengan Kiki. Zahra dengar, dengar semua apa yang telah keluar dari mulut Gabriel. Jadi....... benarkah tak pernah ada cinta untuknya? Cinta Gabriel sedari dulu memang hanya untu Shilla? Shilla? Dan Shilla? Ha.Ha.Ha Zahra bodoh! Memangnya ia siapa? Ia Cuma seorang perempuan yang baru kenal dengan Gabriel. Perkenalan mereka juga bukan hal yang istimewa, perkenalan biasa.


Tapi bagaimanapun juga Zahra mencintainya, Gabriel juga pernah memberikan perhatiannya kepada Zahra. Jadi...... Zahra tak salah bukan jika merasakan sesak dan kesal? Tapi, percuma juga sih memangnya Gabriel akan mempedulikannya? Jangankan mempedulikannya, mempunyai waktu untuk bertemu dengannya saja sudah tidak pernah. Sungguh, kata-kata Ray di kelas tadi sudah cukup membuat runtuh pelindung hatinya. Lalu sekarang? Ia dengar langsung dari Gabrielnya? Hatinya benar-benar terluka, seperti di sayat-sayat hingga bernanah.


Zahra menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak. Dia tidak boleh cemburu sama Shilla. Tidak. Bagaimanapun caranya ia harus melupakan Gabriel dan biarkan Gabriel bahagia dengan Shilla. Zahra menghapus butiran-butiran bening yang sudah menetes melewati pipinya. ‘Zahra kuat, Zahra kuat!’ batinnya menguatkan.


Zahra berlari ke dalam kelas. Lalu duduk disebelah Agni.


“Ra, lo kenapa? Tadi katanya engga apa-apa denger kata-kata si Ray? Kok sekarang malah nangis sih Ra?” Tanya Agni.


Zahra terdiam. Tangisnya malah semaki meledak mendengar kata-kata Agni barusan.


“Ra, jangan nangis dong Ra. Lo kenapa? Cerita ya sama gue?” ucap Agni lagi sambil langsung memeluk Zahra.


Sungguh. Keadaan seperti ini semakin membuat Zahra merasa rapuh. Zahra muak dengan semuanya. Segala kenangan tentang Gabriel memenuhi di otaknya.


Pulang sekolah. Tangga. Gabriel. Perkenalannya.


Marah dengan Sivia. Tangisannya. Pelukan Gabriel.


Berbaikan dengan Sivia. Shilla. Dan perusak kebahagiannya bersama Gabriel.


Zahra memeluk erat tubuh Agni dengan terus berusaha menyudahi tangisannya. Tapi ingatannya tentang Gabriel, tentang kebaikan Shilla, tentang ketakutannya akan kehilangan Gabriel terus menyeruak diotaknnya.


Zahra menarik nafasnya, perlahan-lahan tangisannya bisa ia hentikan. Ia melepaskan pelukan Agni, menghapus sisa-sisa air matanya. Mengambil air minum dari tasnya lalu meminumnnya. Ia terus berusaha menetralkan segalanya, hatinya, fikirannya. Anggap saja sedari tadi tak terjadi apa-apa. Ingat Zahra. Kamu. Bukan. Siapa-siapanya. Dia. Ingat itu!


“ra? Perasaan lo udah baikan? Lo kenapasih? Cerita ya sama gue.” Ucap Agni ketika melihat Zahra sudah terlihat tenang.

Zahra menggeleng. “gue gapapa kok ni, Cuma tadi ngerasa sedikit pusing aja. Hehe.” Ucap Zahra.

“yakin?” Tanya Agni.


Duh, Agni ini. Kenapasih? Udah tau Zahra benar-benar ingin melupakan segalanya sekarang.


“mmm, yaudah kalo engga apa-apa. Tapi, kalo lo pengen cerita sama gue cerita aja. Gue bakalan selalu siap kok buat dengerin.”

Zahra tersenyum lalu mengangguk. “thanks ni.” Ucapnya lalu memeluk Agni.


*


Shilla sedari tadi hanya sendirian di kamar. Sungguh sangat membosankan! Tak ada kegiatan yang dapat ia lakukan selain mengutak-atik handphonenya. Memasukan username twitternya dan tak lupa passwordnya juga. Tak perlu menunggu lama, time line twitter Shilla telah terlihat di layar handphonenya. Mengecek mentionnya dan membalasnya satu-satu. Tak ada yang special disana, hanya tertera beberapa ucapan get well soon untuknya. Selebihnya sapaan biasa. Shilla mengetikan beberapa kata lalu menekan tombol ‘tweet’ isi tweetnya Shilla tidak penting hanya ‘bosen. bosen. dirumah sakit engga ada kerjaan. engga ada temen. sumpah berasa jadi orang yang lagi di asingin taungga.’ lalu ada beberapa temannya yang membalasnya dengan kalimat-kalimat yang menyuruh Shilla untuk tetap bersabar.


Shilla meng-close aplikasi twitter di handphonenya tanpa meng-sign out accountnya. Lalu melihat jam yang tertera di layar handphonenya. Baru pukul 09.30 pagi. Pasti ka Arel, Ray, dan Sivia masih disekolah. Huh, Shilla terus berusaha untuk menahan rasa jenuhnya. Shilla menekan tombol turn off di handphonenya. Percuma juga pasti tak ada hal yag penting. Lalu ia memutuskan untuk merebahkan badannya di kasur setelah sebelumnya mengambil sepotong biscuit kesukaannya yang seharusnya menjadi makanan bayi.


Saking jenuhnya, kemudian Shilla mengambil remote televisi yang ada di nakas sebelah tempat tidur rumah sakitnya. Shilla menekan tombol power kemudian mencari-cari saluran yang menurutnya  bagus. Sudah tiga kali Shilla hanya mengganti-gantinya tanpa menonton acara yang ada di hadapannya. Semuanya membosankan. Sungguh.


Akhirnya Shilla memutuskan untuk menonton sebuah ftv di sebuah saluran tv swasta. Sebenarnya Shilla tak terlalu menyukai ftv-ftv seperti ini, karena menurutnya ceritanya selalu tak masuk diakal, bahkan kadang terlalu ‘sok’ so sweet yang membuat Shilla bergidik geli melihat adegannya. Masa iya sih seseorang bisa jatuh cinta karena hanya bertabrakan? Tapi apa boleh buat, dari pada ia menonton gossip yang tak ada habis-habisnya. Iyakan?


Shilla tak begitu fokus pada televisi didepannya, berkali-kali matanya mengarah kearah pintu masuk, kali aja ada seseorang yang menjenguknya dan menghiburnya. Sungguh ruangan sebesar ini jika ditempati sendiri rama-rama seram juga.


15 menit waktu berselang, lama kelamaan ia terhanyut juga pada ftv yang sedang ia tonton. Walau tetap saja ia tak terlalu fokus pada yang ia lihat.


Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka. Terimakasih tuhan! Ucapnya dalam hati. Iapun melihat 3 orang masuk kedalam ruangannya. Ah, Sivia, ka Arel  dan Ray rupanya. Rasa bosannya langsung menguap secara cepat berganti dengan rasa senang yang memenuhi dirinya. Shilla menyambut mereka dengan senyum manis khasnya. Lalu tanpa disuru Ray sudah duduk di sofa yang berada di ruangan Shilla.


“Hai Shill.” Sapa Sivia sambil berjalan mendekati Shilla.

“Hallo vi. Hai kalian semuaa!!” ucap Shilla dengan riang.

“kenapa deh lo Shill? Kaya orang kesepian yang baru nemuin temen aja.” Ucap Ray santai.

“emang!” kata Shilla tak kalah santainya. Memang keadaannya seperti itu kan? Shilla merasa amat sangat kesepian sedari tadi pagi di ruangan yang ‘lumayan’ besar ini.

“udah minum obat Shill?” Tanya Gabriel yang sedang menarik kursi mendekat kearah ranjang Shilla agar ia bisa duduk disamping gadis itu.

“udah kok kak, sekalian sarapan tadi pagi. Hehe” jawab Shilla.


Tiba-tiba ada seorang suster yang masuk keruangan Shilla setelah sebelumnya mengetuk pintu ruangan dan dipersilahkan masuk oleh Shilla. Dengan cepat suster itu mengecek perkembangan kesehatan Shilla. Tanpa ditanya suster itu sudah memberitahukan duluan tentang keadaan Shilla.


“Ashilla. Sekarang keadaan kamu semakin membaik. Tapi kamu masih harus tetap beristirahat di sini untuk beberapa hari. Kemungkinan besok kamu sudah bisa pulang. Yang terpenting kamu jangan telat makan, dan harus rutin minum obat, dan jangan terlalu banyak pikiran juga karena itu hal yang paling bisa menghambat kepulangan kamu dari sini.” Ucap suster itu ramah disertai senyum yang sedari tadi ia tunjukan.

Shilla mengangguk dan membalas senyuman suster ramah itu. “iya suster.” Jawab Shilla.

“saya permisi dulu. Nanti siang akan saya akan mengatarkan makanan dan obat untuk kamu, sekalian meriksa keadaan kamu lagi. Kalo memang sudah benar-benar baik, besok kamu sudah benar-benar boleh pulang.” Ucap suster itu lalu meninggalkan orang-orang yang ada diruangan dengan sangat sopan.

“noh Shill dengerin, jangan banyak pikiran makanya. Mau cepet pulang gak lo?” Kata Ray asal setelah suster itu benar-benar menghilang dari balik pintu.

“apaansih.” Ucap Shilla merasa risih dengan ucapan Ray. Kalau dipikir-pikir ucapan Ray benar juga. Akhir-akhir ini Shilla memang sedang banyak fikiran sekali. Entah ia memikirkan apa. Eh tidak-tidak ia tau, ia memikirkan apa..... tapi ah sudahlah. Penting tidak sih saat suster menyuruhnya untuk menenangkan pikirannya ia malah membebani fikirannya lagi? Hahaha tidak. Tidak akan!. Shilla menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri.

“tuhkan baru aja diingetin udah di ulangin lagi.” Ucap Sivia yang melihat tingkah Shilla sambil ikut menggeleng-gelengkan kepalanya.

“eh? Engga kok.” Ucap Shilla terhenyak dari lamunannya.

“kak gue laper, tadi ngga sempet sarapan dirumah. Tadi kantin juga sepi, engga ada yang jualan. So, gue mau cari makanan dulu dibawah. Lo mau ikut ngga? Atau Sivia mau ikut ngga?” Tanya Ray.

“ gue laper sih Ray, tapi nanti siapa yang jagain Shilla kalo gue ikut juga?” Tanya Gabriel balik.

“mmm, aku engga mau ikut kok kak. Jadi kalo kalian mau kebawah Shilla biar sama aku aja.” Ucap Sivia yang sedang duduk disamping Ray.

“yaudah aku kebawah ya, kamu mau nitip apa gitu? Biar sekalian aku yang beli.” Ucap Ray langsung berdiri.

“aku nitip coklat aja deh Ray. Hahaha” Ucap Shilla diikuti tawa terbahak-bahak dari mulutnya.

“bukan loooo.” Ucap Ray sewot.

“Hahaha. Aku nitip roti aja deh Ray.” Kata Sivia dengan cepat.

“oke deh.” Kata Ray lalu keluar dari ruangan itu bersama Gabriel.


Tinggalah berdua Shilla dengan Sivia diruangan ini. tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka berdua. Shilla ‘sok’ sibuk dengan televisi didepannya, sedangkan Sivia perhatiannya sedang terarah ke gadgetnya. Sivia merasakan ada sesuatu yang asing disini. Sehingga ia memutuskan untuk berhenti memaikan gadgetnya, atau keadaan semakin benar-benar dingin.


“ehm..” Sivia berdehem tak kentara. “Shill...” ucapnya sedikit pelan.

“ya?” ucap Shilla mengalihkan pandangannya dari Televisi menghadap kearah Sivia lalu tersenyum.

“kita... mm, kita..... musuhan lumayan lama juga ya. Hehe” Ucap Sivia sambil menimbang-nimbang.

“haha iya ya Vi, ganyangka. Ganyangka juga sih kita baikannya dengan cara kaya gini. Hehe” jawab Shilla yang tak mengalihkan pandangannya dari wajah Sivia yang terlihat sedikit salah tingkah.

“gue lebih ganyangka ternyata gue bisa punya pikiran buat cemburu sama lo. Haha maaf ya Shill.” Ucap Sivia malu-malu.


Shilla tersenyum lalu terdiam.


Keadaan kembali hening.


“Shill... mm, lo sebenernya kenapasih? Gue tau pasti ada yang lagi lo pikirin kan? Tentang apa? Atau.... tentang siapa?” ucap Sivia takut-takut, ia takut kalau ucapannya malah membuat Shilla sedih lagi. Tapi apa boleh buat, menurut asumsinya Shilla tak boleh menyimpan beban pikirannya sendiri lagi sekarang.

“gue? Gue gapapa kali vi. Serius deh. Gue Cuma kecapean aja kemaren abis ujian jadi banyak pikiran. Hehe.” Ucap Shilla asal. Yang penting Sivia tak terlalu ingin tau atau bahasa gaulnya anak jaman sekarang mah ‘kepo’ lagi kepada dirinya.

“gue serius loh Shill.”

“gue juga kok Vi, lo engga usah ngawatirin gue, gue engga kenapa-kenapa kok.” Ucap Shilla disertai seyum manisnya. “nanti juga lo bakal tau apa yang lagi gue fikirin akhir-akhir ini” tambahnya dalam hati.
Sivia mengangguk pasrah. Mungkin Shilla memang belum mau cerita. Namun ia yakin sangat yakin, kalau Shilla sedang menutupi sesuatu darinya.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

PART 15


1 komentar:

  1. Merkur 15c Safety Razor - Barber Pole - Deccasino
    Merkur https://deccasino.com/review/merit-casino/ 15C Safety Razor - worrione Merkur - 15C for Barber Pole is the perfect introduction to the Merkur septcasino Safety https://sol.edu.kg/ Razor. https://febcasino.com/review/merit-casino/

    BalasHapus