Sabtu, 09 Maret 2013

Rahasia Cinta Part 15


Bintang kesepian. Bintang butuh teman. Itulah aku sekarang.


Zahra duduk sendiri dikursi yang berada ditaman belakang rumahnya sambil menatap langit. Langit terlihat begitu gelap malam ini. Bulan mengumpat dibalik awan-awan hitam. Dan bintangpun enggan menampakan sinarnya sedikit saja. Hanya terlihat satu bintang disana, itupun terlihat begitu redup cahayanya.


Malam ini Zahra terpkasa hanya ditemani satu pembantunya dirumah. Mungkin pembantunya juga sudah tidur sekarang. Jadilah Zahra cuma sendiri disini. Meratapi nasibnya. Kesepian. Sendirian.


Zahra ingat sekali sebuah tweet yang ia lihat tadi siang di timeline twitternya. Ya, tweet Shilla.


 ‘bosen. bosen. dirumah sakit engga ada kerjaan. engga ada temen. sumpah berasa jadi orang yang lagi di asingin taungga.’


Zahra tersenyum miris. Taukah Shilla sesungguhnya Zahralah yang sekarang benar-benar merasa sedang diasingi. Kalau Shilla merasa kesepian seperti apapun ia masih bisa menghubungin Ray, Sivia ataupun agrh...... sakit rasanya mengingat orang itu. Sangat sakit dadanya sekarang.


Hujan mulai turun perlahan, bersamaan dengan air mata Zahra yang mulai tak bisa ia tahan. Ia tak pernah ingin menjadi seorang yang berpura-pura tegar didepan siapapun. Tapi ia juga tak bisa terlihat begitu cengeng di depan orang lain. Hujan semakin deras tapi Zahra tetap berada ditempat yang sama. Biarkan air hujan menyamarkan air matanya.


Ia benci menangis. Ia benci laki-laki. Kecuali Papa dan Kakaknya.


Bagaimana tidak, dulu saat hujan-hujan seperti ini, ia pernah melihat dengan mata kepalanya sendiri ditengah hujan deras seperti ini kakak kandung Zahra, kakak yang selalu Zahra bangga-banggakan sejak dulu harus meninggalkannya dengan cara tak wajar. Zahra melihatnya! Zahra merasakan bagaimana sakitnya! Zahra tau semuanya!


~


Malam ini Zahra baru saja berangkat dengan kakaknya yang akan menonton Bioskop untuk pertama kalinya. Sejak seminggu yang lalu kakak Zahra, kak Irsyad memang telah berjanji pada Zahra akan mengajaknya menonton Bioskop film kartun yang sedang tayang minggu ini.

Zahra kecil sungguh antusias mendengar janji kakanya itu sehingga setiap hari merengek untuk segera diajak menonton. Padahal besoknya kak Irsyad masih harus mengikuti Ujian Nasional tingkat SMP. Zahra yang saat itu baru duduk dikelas 1 SD tak peduli dengan alasan kakaknya. Yang penting ia harus menonton malam itu juga! Ia tak mau tau!

Dengan berat hati kak Irsyad akhirnya menuruti permintaan Zahra karena kak Irsyad memang sangat menyayangi Zahra. Zahra adalah adik satu-satunya ia tak ingin membuat adik kecilnya itu bersedih hati. Apalagi mama papa mereka jarang ada waktu buat mereka berdua. Kak Irsyad sih sudah biasa tapi Zahra? Jadilah kak Irsyad pergi bersama Zahra.

Zahra yang sudah tak sabar mengajak Kak Irsyad agar melewati jalan kecil yang sepi namun dekat dengan mall yang ingin mereka tuju agar lebih cepat. Awalnya kak Irsyad menolak karena lewat jalan depan akan lebih mudah, tapi Zahra terus memaksa.

Awalnya mereka merasa biasa-biasa saja melewati jalan itu.

“udah kak, gapapa kita lewat sini. Aku di kasih tau temen aku kalau lewat sini lebih deket. Aku juga suka lewat sini kalo mau kerumah temen aku yang dideket mall itu.” Ucap Zahra bersemangat.

Kak Irsyad hanya bisa mengikuti Zahra dari belakang.

Ditengah-tengah perjalan, mereka melihat sekelompok pemuda mabuk berjalan mendekati mereka jumlahnya sekitar 5 orang. Zahra merasa sangat ketakutan dan meminta kak Irsyad agar balik arah dan melewati jalan depan saja. Tapi sungguh sangat disayangkan. Preman itu lebih cepat dari mereka, karena preman itu telah berada tepat dibekalang mereka dan memegang pundak Zahra.

“kak Irsyad....... Zahra takut.” Ucapnya pelan sambil menahan tangis. Hujan mulai turun perlahan dari atas langit.

“eh, lepasin adik saya!” ucap kak Irsyad dengan segala keberaniannya.

“eh bocah! Mau apa lo? Hahaha bocah ingusan kaya lo aja belagu. Buahahaha!!!” ucap salah satu dari mereka.

“cepat pergi dari sini! Saya engga takut sama kalian! Pergi sana!” usir kak Irsyad dengan lantangnya.

“Eh bos, dia makin nantangin kita bos. Hahahaha!!! Aduh bos kepala gue pusing nih gara-gara mereka. Enaknya diapain nih bos?! Duh air darimana lagi ini bos? HAHAHA” Ucap si preman lainnya yang masih memegang sebotol minuman air keras itu sambil mengadahkan satu tangannya kelangit.

“Bosnye itu elu Bego! Hahahaha!!! Itu air ujan bego! HAHAHAHA” ucap preman lainnya yang tak kalah sempoyongannya dengan preman-preman yang lain.

“kak Irsyad. Mending kita pergi aja yuk dari sini, mereka lagi mabok kak. Zahra takut....” ucap Zahra semakin ketakutan. Ia mulai menangis. Bajunya dan baju kak Irsyad juga semakin basah, hujan semakin turun dengan derasnya.

“Eh anak cengeng lo! Mau nangis sekenceng apapun engga akan ada yang denger tolol!! Hahahaha lo berdua, berdo’a sana sama tuhan!!! HAHAHA TUHAANN!!!” ucap si bos preman yang semakin ngelantur saja.

Dengan segala keberanian yang ia kumpulkan ka Irsyad menarik Zahra mundur kebelakangnya, dan kak Irsyad pun beracang-ancang untuk melawan mereka semua. Kak Irsyad mulai mengeluarkan jurus-jurus asal-asalannya tak peduli jurus apapun itu yang penting ia bisa mengalahkan preman-preman itu.

Preman pertama dengan mudah ia kalahkan dengan sekali tonjokan pada mukanya dan tendangan yang mendarat mulus di dada preman itu. Preman ke dua ternyata cukup lebih tangguh dari preman pertama, tapi tetap saja kak Irsyad mampu membuatnya tersungkur. Preman ke tiga mulai tak bisa diremehkan, kak Irsyad terus berusaha menjatuhkan lawannya sampai-sampai tak peduli dengan hal lainnya terlebih dahulu. Tiba-tiba preman lainnya mendekat dari arah samping berniat untuk menusuk Zahra dengan pisaunya, tapi dengan secepat kilat Kak Irsyad berhasil menghalanginya. Alhasil, sekarang tertancaplah sebuah pisau diperutnya. Darah segar becucuran disana. Tak sampai 5 detik kemudian kak Irsyad sudah tersungkur ditanah yang sudah basah akibat hujan yang belum berhenti sampai sekarang.

“KAK IRSYAADDD!!!!” teriak Zahra sekeras mungkin melihat keadaan kakaknya. Lalu mendekatinya dan memeluknya. Tak peduli dengan hujan deras yang terus membasahinya.

“eh dia jatoh noh!! HAHAHAHA tolol! berdarah pula!!!! Mampus lo anak kecil!!! HAHA” ucap preman yang masih setengah sadar itu.

“Dia mati bego! Cepet kita pergi dari sini bego!! Nanti keburu dateng polisi begoo!! HAHAHA” ucap si bos preman itu lalu mereka semua pergi meninggalkan Zahra sendirian bersama kak Irsyad yang keadaannya semakin parah.

“PREMAN SIALAN!!!!” teriak Zahra sekencang mungkin. Ia terus memegangi tangan kak Irsyad. Ditengah-tengah hujan deras yang terus mengguyur mereka.

“kak Irsyad kuat! Kaka harus kuat!!” ucap Zahra sambil terus menggenggam tangan kak Irsyad sekeras mungkin sambil menangis tersedu-sedu. “kakak jangan tinggalin Zahra. Zahra sayang kakak.” Lanjutnya dengan tangis yang semakin kencang dan air mata yang semakin deras. Darah berceceran dimana-mana, begitu juga baju Zahra yang sudah terkena noda darah.

“kka...ka.... jju..ga... sa....yyang... ssa...mmaaa.... Zahh...rra.... kkamu.... hhharrruusss... ttetep.... jjaa....di.... ann...nakk.... yaangg... tegg.......” ucapan kakaknya terputus, kak Irsyad telah tiada. Dipangkuan Zahra, dihadapannya, ditempat yang gelap,sepi dan sedang hujan deras ini. kak Irsyad meninggalkannya.

“KAAKKKKKK IRSYAAADDDD!!!! JANGAN TINGGALIN ZAHRAAA!!!!” teriak Zahra sekencang mungkin. Melawan kencangnya air hujan mungkin. Ia terus menangis. Memeluk kakaknya dengan penuh kasih sayang. Sesekali mengguncang tubuhnya yang mulai kaku itu. Zahra menyayangi kakaknya lebih dari mama papanya. Tapi sekarang............. tangis Zahra semakin kencang. Dan hujanpun semakin turun dengan derasnya seakan-akan tak peduli bahwa Zahra sedang tertimpa musibah.

5 Menit berselang warga-warga yang rumahnya berada dekat daerah situ mulai berdatangan mendengar suara Zahra berteriak tadi. Semua merasa kaget dengan apa yang mereka temukan. Ternyata seorang jasad anak laki-laki yang bajunya berlumuran darah bersama anak perempuan kecil yang terus menangis tak henti-hentinya ditengah hujan deras seperti ini. Mereka semua membantu Zahra dan kak Irsyad yang sudah tak bernyawa itu dan segera membawanya kerumah Zahra

~


Itulah sebabnya Zahra membenci laki-laki, membenci malam yang gelap, membenci sepi, dan membenci hujan deras.


Zahra menghapus air matanya, mengingat-ingat kata-kata kak Irsyad untuk yang terakhir kalinya, ia harus tegar, ia tak boleh lemah seperti ini. Ia tak ingin mengecewakan kak Irsyad. Bagaimanapun juga ia sayang dengan kakak satu-satunya yang sekarang sudah tiada itu. Zahra harus bangkit, tak boleh terpuruk lagi.


Zahra segera masuk ke dalam rumah, mengganti bajunya yang sudah basah kuyup karena air hujan itu lalu segera pergi tidur. Ia yakin, kak Irsyad akan selalu berada disampingnya kapanpun itu waktunya.


*


Pagi-pagi sekali Sivia sudah datang kerumah sakit tempat Shilla dirawat hari ini. Semalam Shilla mengirimkan pesan singkat kepada Sivia bahwa ia sudah boleh pulang besok, Sivia senang mendengar kabar dari Shilla. Jadi, dia berjanji pada Shilla akan menjemputnya hari ini. Sebenarnya Ray dan Gabriel ingin sekali ikut menjemput Shilla, namu sangat disayangkan Gabriel harus ke sekolah pagi ini karena ia menjadi panitia classmeeting sekolah selaku petugas OSIS. Dan Ray juga tidak bisa karena ia harus mengikuti lomba futsal mewakili kelasnya yang juga kelas Shilla dan Sivia melawan kelas 7 yang lain.


Shilla sudah terlihat mulai sibuk dengan tasnya ketika Sivia memasuki ruangan tempat Shilla dirawat. Disana juga terlihat oma sedang membantu Shilla memberesi barang-barang Shilla yang dibawa kerumah sakit.


“Pagi Shill, pagi omma.” apa Sivia ketika memasuki ruangan Shilla.


Shilla yang sedang sibuk langsung menoleh ke sumber suara, Sivia rupanya. Shilla tersenyum bahagia, Sivia menepati janjinya untuk menjemput Shilla hari ini. “Hai viiii..” jawab Shilla girang. Sedangkan oma hanya membalasnya dengan tersenyum.


“aduh maaf ya, aku baru dateng pas semuanya udah rapih. Jadi aku ngga ikut bantu-bantu deh, maaf yaa...” ucap Sivia setelah menyalami  tangan Oma Shilla.

“yaelah gapapa kali vi, lo udah dateng kesini aja gue udah seneng banget. “ jawab Shilla masih disertai bibirnya yang terus melengkung.

“mmm, tapikan gue gaenak Shill. Oiya, tadi Ray sama kak Gabriel minta maaf karena mereka berdua gabisa dateng kesini. Kak Gabriel biasalah dia panitia classmeeting, dan Ray ada lomba futsal antarkelas jadi Ray ngewakilin kelas kita gitu Shill. Tapi kata mereka nanti siang mereka pasti kerumah lo kok” Jelas Sivia panjang lebar.

“ohh, ya gapapa kali. Palingan besok juga gue udah masuk. Boleh kan omma?” Tanya Shilla dengan pasrahnya namun nadanya seperti memaksa.

Omma menggeleng dengan tegas. “tadikan dokter bilang, walaupun kamu udah boleh pulang ke rumah bukan berarti kamu boleh cape, kamu harus tetap istirahat dirumah Chilla.” Ucap omma Shilla sedikit cemas.

“ yahh, tapi kan ma, aku disekolah udah engga belajar. Aku juga engga akan ikut kegiatan classmeeting kok. Aku juga tau gimana caranya biar engga terlalu cape. Boleh ya omma? Please....” bujuk Shilla.

Oma Shilla terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya mengangkat kedua bahunya. “terserah kamu aja Chill.” Ucapnya pelan.

Shilla tersenyum lalu mengangguk. “makasiii omaaa, tenang ajadeh ma, Chilla engga bakal cape kook. Kan ada Sivia juga yang selalu ngingetin aku. Yakan Vi? Maukan?” ucap Shilla.

“mmm, iya deh.” Ucap Sivia pelan.

“tuh maa, Sivia aja mau. Tenang deh maa.” Ucap Shilla bersemangat.


Sekarang semua peralatan Shilla sudah dirapihkan, tadi dokter juga sudah memberikan Shilla izin untuk pulang. Jadi sekarang Shilla sudah menuju ke mobil untuk segera pulang kerumahnya tercinta dan tak merasa jenuh di kamar rawat ini lagi. Huh, memang ya tak ada kasur yang palingnya nyaman selain kasur dirumah sendiri. Hehehe.


*


Kemarin Zahra terpaksa tak masuk sekolah karena badannya panas akibat hujan-hujanan kemarin malam, jadi ia memantapkan diri hari ini untuk masuk ke sekolah entah bagaimanapun keadaannya. Lagipula ia hari ini diminta untuk mewakili basket putri dikelasnya bersama 4 teman lainnya. Setelah kemarin lomba futsal teman sekelasnya menang –info  dari Agni kemarin. Jadi Zahra tak ingin mengecewakan teman-teman sekelasnya hari ini.


Zahra sudah sampai disekolah dari jam setengah 7 pagi tadi, sebenarnya terlalu pagi jika dating pada jam setengah 7 jika sedang classmeeting seperti ini. tapi mau bagaimana lagi, Zahra lebih memilih dating cepat kesekolah daripada harus merasa kesepian dirumahnya. Bahkan Agni yang biasanya datang lebih cepat daripada Zahra juga belum terlihat di sini. Hanya ada Zahra dan 2 teman sekelasnya yang memang rajin datang pagi.


Tak lama kemudian terlihat Agni datang bersama beberapa teman sekelasnya yang lain. Dan beberapa anak yang dipilih untuk mewakili kelasnya untuk tanding basket juga mulai berdatangan. Namun mereka semua memang sudah janjian untuk berganti baju olah raga disekolah saja bersama-sama, jadi sekarang mereka semua masih memakai baju sekolah yang biasa mereka pakai. Rok berwarna biru dongker sebagai warna dasar dipandukan dengan garis-garis yang membentuk kotak perpaduan warna putih dan merah diatas lutut. Tak lupa kemeja putih selengan berlambangkan logo BCIJHS pada kantungnya yang terletak di kiri atas dan di balut dengan blazer khas Bunga Cendikia International Junior High School yang berwarna biru dongker –senada dengan warna rok- dan berlengan panjang itu.


Lalu tak lama terlihat juga Ray, Sivia dan........ S-h-i-l-l-a. Iya Shilla! Ternyata ia sudah diperbolehkan masuk hari ini. oh! Penting gitu buat Zahra? Ayo Zah lupain dia, lupain! Anggap aja kamu engga pernah kenal sama dia. Kamu pasti bisa Zah! , batinnya menyemangati. Sungguh, sebenarnya semua itu terasa begitu nyeri di dada Zahra. Namun bagaimanapun juga mulai kemarin malam ia sudah berjanji pada dirinya sendiri agar tak menjadi cengeng, ia harus jadi pribadi baru yang lebih tegar. Harus!


Agni mendesah pelan melihat raut perubahan wajah Zahra ketika melihat Ray dan Sivia datang bersama Shilla. Sebenarnya ia juga sedikit kaget melihat Shilla hadir diantara mereka. Lalu dengan cepat Agni menyambar tangan Zahra lalu menariknya. “Guys, gue sama Zahra ganti baca duluan ya. Abis itu kita langsung kumpul aja dilapangan.” Ucap Agni cepat lalu berlalu dari kelas yang mulai berhawa panas itu.


Zahra yang sebenarnya tau apa maksud Agni berjalan saja dengan pasrah ketika ditarik tangannya. Mungkin memang lebih baik begini. Daripada ia terus-terusan dikelas menatap Shilla tanpa berkedip. Yang ada dikira dia mau ngapa-ngapain Shilla lagi.


*


Setelah Agni dan Zahra keluar dari kelas, suasana kelas mendadak menjadi ramai. Beberapa anak mendekati Shilla lalu bertanya-tanya padanya. “Shill udah pulang?” “Shill, sakit apa?” “Shilla, emang udah boleh sekolah?” “ Shill, kenapa bisa sakit?” dan pertanyaan beragam lainnya. Sedangkan Shilla hanya menjawabnya dengan senyum saja. Ia sendiri awalnya bingung melihat Agni yang buru-buru menarik Zahra ketika ada Shilla. Tapi bodolah, memangnya itu urusan Shilla?


“Shill!! Nonton pertandingan basket yuk di lapangan.” Ajak Sivia membuyarkan lamunan Shilla. “ka Arel jadi wasitnya, katanya sih.” Lanjut Sivia.

“mmm, yaudah deh Vi. Gue juga bosen disini.” Jawab Shilla lalu berjalan mengikuti Sivia dan Ray.


Sepanjang perjalan ke lapangan basket Shilla hanya terdiam dan menunduk memerhatikan sepatunya. Entahlah, ia merasa pilihannya untuk masuk sekolah hari ini adalah pilihan yang cukup salah, karena sumpah demi apapun ia malah merasa tak nyaman berada disekolah sekarang. Ya,ya,ya walaupun rasanya lebih baik daripada di rumah sakit sih.


Saat sedang asik menatap jalan dan sepatunya yang terus bergesekan dan terus memikirkan hal-hal yang kurang penting, tanpa sadar ia menabrak seseorang yang tak terlalu tinggi darinya. Bahkan, mungkin tingginya sama. Shilla menengok keatas, betapa kagetnya dia ketika melihat seseorang yang ia rindukan. Ralat, ralat, yang –mungkin- sedang ia rindukan. Mulut Shilla setengah menganga melihat siapa yang ada dihadapannya sekarang.


Cakka. Iya, Cakka. Ia juga terlihat tak percaya dapat melihat Shilla lagi dengan jarak sedekat ini. Habisnya dari tadi perempuan ini menunduk. Cakka juga tak tau kalau ada orang didepannya. Dan ternyata ia malah menabrak Shilla. Hhh, Cakka menghela nafas berat yang membangunkan lamunan Shilla.


“so...so... sor..ry...” ucap Shilla gugup lalu segera menjauh meninggalkan Cakka lalu mengikuti Sivia lagi yang sudah jauh didepannya. Dan melupakan kejadian tadi, mengaggap tak pernah terjadi apa-apa barusan. Lalu berjalan seperti semula seperti tanpa beban, yaitu sambil menunduk.


Cakka sendiri masih terdiam belum bergerak sama sekali setelah kejadian tadi. Ia menarik nafas berat lagi, lalu mengangkat kedua bahunya dan memutuskan untuk berjalan lagi ke kantin –tujuan utamanya-. Berusaha tak terlalu memikirkan kejadian yang menurutnya sangat aneh itu.


Sivia menghentikan langkahnya ketika sudah sampai di pinggir lapangan. Lalu, segera mencari tempat yang nyaman untuk duduk. Untung saja saat itu pertandingan belum dimulai. Jadi, lapangan juga belum terlalu ramai.


Shilla mengangkat wajahnya ketika Sivia berhenti. Oh, sudah sampai rupanya. Shilla menghela nafas panjang tak kentara lalu mengikuti Sivia yang sedang mencari tempat duduk. Ketika sudah dapat ia duduk disebelah kanan Sivia, sedangkan Ray duduk disebelah kirinya. Sumpah, kali ini wajah Shilla tidak terlihat seperti orang sedih malah terlihat seperti orang idiot yang kehilangan harapan. Hhh, entahlah Shilla sendiri tak mengerti mengapa seperti itu.


Sudah tiga pertandingan kelas 8 dan kelas 9 yang mereka tonton, tapi Shilla tetap beelum bisa meghilangkan fikirannya yang tadi. Iya kejadian yang tadi ia alamin bersama........ huh.


Shilla menatap lapangan tanpa semangat dengan tatapan kosong saat orang-orang disekitarnya bersorak-sorak girang. Ia seakan-akan sedang berada diruangan kosong sekarang. Sepi. Sendiri. Dan menyedihkan!


Ia memalingkan wajahnya kearah Sivia dan Ray yang sedang menikmati pertandingan antar kelasnya yaitu 7F melawan kelas 7B pada pertandingan semi final itu.


Sivia menyadari bahwa ia sedang diperhatikan oleh Shilla dari samping. Sivia menghela nafas berat sehingga membuat Shilla tersadar dari lamunannya. Sivia menatap Shilla ketika mata mereka berdua tak sengaja bertemu. Sivia terus menatapya dengan tatapan yang tak bisa ditebak. Begitu juga dengan tatapa Shilla yang tak jauh beda dengan Sivia. Entahlah apa yang ada di otak mereka masing-masing.


“Shill...” ucap Sivia memulai pembicaraan. Mencairkan suasana yang mendadak dingin.

Shilla tersadar lalu kembali menatap lapangan degan tatapan tak semangatnya. “ya?” jawab Shilla dengan suara pelan yang bahkan hampir tak terdengar.

“kantin yuk..” ajak Sivia.


Tak ada jawaban dari Shilla. Gadis itu hanya menggeleng.


“kenapa? Bukannya lo sama Ray lagi asik nonton?” Tanya Shilla yang menglihkan pandangannya ke arah Sivia lagi.

“percuma Shill. Percuma kalo kita asik tapi lo nya....” jawab Sivia.

Ray yang sedang asik menonton, tersadar bahwa namanya disebut-sebut oleh dua gadis yang ada disebelah kirinya. Lalu ia menoleh kearah Sivia dan Shilla. “kenapa?” tanyanya dengan suara amat teramat datar, tanpa ekspresi juga. Hhh.

“ke taman ketenangan yuk..” ajak Sivia penuh semangat.

“mmm, ayo boleh-boleh. Aku juga rada bosen disini.” Ucap Ray yang lalu bangkit dari tempat duduknya yang kemudian diikuti oleh Sivia.


Shilla terdiam tanpa suara, mau tidak mau ia harus ikut bangkit dari tempat duduknya dan mengikutin Sivia dan Ray yang sudah berjalan mendahuluinya.


Sesampainya disana tak terdengar suara siapapun. Sunyi. Sepi.


Shilla duduk bersila dibawah rindangnya pohon, sambil menghitungi daun-daun berwarna kecoklatan yang baru saja jatuh dari pohon karena tertiup angin. Sekarang sudah berganti musim panas rupanya.


Ray juga tak banyak bicara, ia fokus dengan Ipodnya. Ia sedang mendengarkan lagu-lagu yang bernada slow untuk menenangkan dirinya dan mencoba merasakan kesejukan dibawah pohon yang cukup rindang ini pada saat keadaan sebenarnya sedang panas seperti ini.


Sedangkan Sivia, mau tak mau ikut bungkam. Ia tak ingin marah seperti waktu itu. Iya, waktu itu dia marah kepada sahabat-sahabatnya yang saat itu memilih keadaan sunyi daripada bercanda. Padahal Sivia sama sekali tidak suka keadaan sepi dan sunyi. Karena itu hanya akan membuat ia merasakan keadaan dirumahnya yang....... ah sudahlah.


“panas banget ya cuacanya.” Ucap Ray.


Sivia hanya mengangguk. Shilla juga ikut mengangguk.


“gue sms kak Arel ya, biar dia kesini. Biar gaterasa sepi kaya gini.” Ucap Ray lagi.

“boleh tuh Ray. Biar Shilla ada temen juga. Hehe” jawab Sivia asal.


Shilla tersenyum sambil mengangguk tanpa semangat.


To: kak Gabriel

Buruan kesini Rel. Taman belakang!


*


Prit....priitt....prittt.....


Peluit dibunyikan tiga kali. Tandanya pertandingan semifinal antar kelas 7F dan 7B telah selesai dan dimenangkan oleh kelas 7F dengan skor telak 22-2. Zahra berhasil menyumbang 5 bola ke ring lawan. Dan 2 diantaranya ia berhasil mencetak threepoint. Bagaimana Zahra tidak semangat. Liat saja siapa yang menjadi wasitnya. Kak Gabriel. Iya kak Gabriel!


Zahra berjalan perlahan menuju pinggir lapangan tanpa memalingkan wajahnya dari arah Gabriel berdiri. Sungguh, demi apapun Gabriel itu memang benar-benar sosok yang hampir sempurna. Badan tinggi, tegap, tak teralalu kurus, berwajah natural, dan senyumnya itu........ siapasih yang tidak tergila-gila dengan senyumannya.


Gabriel merasakan ponselnya bergetar 2 kali. Oh, ada pesan singkat rupanya. Gabriel membuka pesan singkat itu  yang ternyata dari Ray. Ray menyuruhnya menuju taman belakang ternyata.


Gabriel berjalan menuju Kiki dan Dayat yang sedang bersiap-siap untuk pertandingan selanjutnya.


“Ki, Day, gue udahan ya jadi wasitnya. Day gantiin gue oke?” pinta Gabriel.

“mau kemana lo?” Tanya Kiki.

“you-know-lah Ki.” Jawab Gabriel sambil mengedipkan matanya sebelah.

“Idih amit-amit.” Ucap Dayat lalu tertawa bersama Kiki sambil menggeleng-gelengkan kepalanya masing-masing.


Gabriel sudah melesat jauh, berjalan dengan tergesa-gesa menuju taman belakang.


Zahra baru saja mengambil posisi duduk yang nyaman, ketika sudah terasa sempurna ia kembali mengalihkan pandangannya kearah pinggir lapangan mencari-cari sosok Gabriel. Tapi.... ia sudah mencari berkali-kali, sosok gagah itu tetap tidak terlihat. Sekali lagi Zahra mengedarkan pandangannya ke seluruh lapangan. Namun hasilnya sama, tidak terlihat Gabriel disana. Yang ada hanya Kiki dan Dayat dan beberapa anggota OSIS perempuan. Diamana Gabriel? Ah, entahlah. Iakan bukan siapa-siapanya Gabriel. Huft.

~

Halo Halo!!!~ maaf ni guys baru sempet ngepost. sumpah ngaret bgttttt:(huhuhu maunyasih juga gak ngaret tapi apalah daya, gue udah kelas 9 dan keadaanpun semakin sulit dengan info UN 20 paket!! setress taungga setress~ huft... maaf juga part ini rada sedikit, soalnya otak lagi fokus ke UAS jadi gamau ngebantuin gue buat nulis:'( HA.HA.Ha.
oke cukup basabasinya. makasih yang udah mau baca, yang udah mau ngikutin juga cerbung dirikuu ini yang aneh~ wkwk makasih juga yang udah mau comment. ayo mana lagi nih pembaca RC? jadi jadi sillent reader dong plisss, gue butuh banget saran kakak-kakak, adek-adek dan teman-teman sekalian:'D

PART 16


Tidak ada komentar:

Posting Komentar