Bintang kesepian. Bintang butuh teman. Itulah aku sekarang.
Zahra duduk sendiri dikursi yang berada ditaman belakang rumahnya sambil
menatap langit. Langit terlihat begitu gelap malam ini. Bulan mengumpat dibalik
awan-awan hitam. Dan bintangpun enggan menampakan sinarnya sedikit saja. Hanya
terlihat satu bintang disana, itupun terlihat begitu redup cahayanya.
Malam ini Zahra terpkasa hanya ditemani satu pembantunya dirumah.
Mungkin pembantunya juga sudah tidur sekarang. Jadilah Zahra cuma sendiri
disini. Meratapi nasibnya. Kesepian. Sendirian.
Zahra ingat sekali sebuah tweet yang ia lihat tadi siang di timeline
twitternya. Ya, tweet Shilla.
‘bosen. bosen. dirumah sakit engga ada kerjaan. engga ada temen. sumpah
berasa jadi orang yang lagi di asingin taungga.’
Zahra tersenyum miris. Taukah Shilla sesungguhnya Zahralah yang sekarang
benar-benar merasa sedang diasingi. Kalau Shilla merasa kesepian seperti apapun
ia masih bisa menghubungin Ray, Sivia ataupun agrh...... sakit rasanya
mengingat orang itu. Sangat sakit dadanya sekarang.
Hujan mulai turun perlahan, bersamaan dengan air mata Zahra yang mulai
tak bisa ia tahan. Ia tak pernah ingin menjadi seorang yang berpura-pura tegar
didepan siapapun. Tapi ia juga tak bisa terlihat begitu cengeng di depan orang
lain. Hujan semakin deras tapi Zahra tetap berada ditempat yang sama. Biarkan
air hujan menyamarkan air matanya.
Ia benci menangis. Ia benci laki-laki. Kecuali Papa dan Kakaknya.
Bagaimana tidak, dulu saat hujan-hujan seperti ini, ia pernah melihat
dengan mata kepalanya sendiri ditengah hujan deras seperti ini kakak kandung
Zahra, kakak yang selalu Zahra bangga-banggakan sejak dulu harus
meninggalkannya dengan cara tak wajar. Zahra melihatnya! Zahra merasakan
bagaimana sakitnya! Zahra tau semuanya!
~
Malam ini Zahra baru saja berangkat
dengan kakaknya yang akan menonton Bioskop untuk pertama kalinya. Sejak seminggu
yang lalu kakak Zahra, kak Irsyad memang telah berjanji pada Zahra akan
mengajaknya menonton Bioskop film kartun yang sedang tayang minggu ini.
Zahra kecil sungguh antusias
mendengar janji kakanya itu sehingga setiap hari merengek untuk segera diajak menonton.
Padahal besoknya kak Irsyad masih harus mengikuti Ujian Nasional tingkat SMP.
Zahra yang saat itu baru duduk dikelas 1 SD tak peduli dengan alasan kakaknya.
Yang penting ia harus menonton malam itu juga! Ia tak mau tau!
Dengan berat hati kak Irsyad
akhirnya menuruti permintaan Zahra karena kak Irsyad memang sangat menyayangi
Zahra. Zahra adalah adik satu-satunya ia tak ingin membuat adik kecilnya itu
bersedih hati. Apalagi mama papa mereka jarang ada waktu buat mereka berdua.
Kak Irsyad sih sudah biasa tapi Zahra? Jadilah kak Irsyad pergi bersama Zahra.
Zahra yang sudah tak sabar mengajak
Kak Irsyad agar melewati jalan kecil yang sepi namun dekat dengan mall yang
ingin mereka tuju agar lebih cepat. Awalnya kak Irsyad menolak karena lewat
jalan depan akan lebih mudah, tapi Zahra terus memaksa.
Awalnya mereka merasa biasa-biasa
saja melewati jalan itu.
“udah kak, gapapa kita lewat sini.
Aku di kasih tau temen aku kalau lewat sini lebih deket. Aku juga suka lewat
sini kalo mau kerumah temen aku yang dideket mall itu.” Ucap Zahra bersemangat.
Kak Irsyad hanya bisa mengikuti
Zahra dari belakang.
Ditengah-tengah perjalan, mereka
melihat sekelompok pemuda mabuk berjalan mendekati mereka jumlahnya sekitar 5
orang. Zahra merasa sangat ketakutan dan meminta kak Irsyad agar balik arah dan
melewati jalan depan saja. Tapi sungguh sangat disayangkan. Preman itu lebih
cepat dari mereka, karena preman itu telah berada tepat dibekalang mereka dan
memegang pundak Zahra.
“kak Irsyad....... Zahra takut.”
Ucapnya pelan sambil menahan tangis. Hujan mulai turun perlahan dari atas
langit.
“eh, lepasin adik saya!” ucap kak
Irsyad dengan segala keberaniannya.
“eh bocah! Mau apa lo? Hahaha bocah
ingusan kaya lo aja belagu. Buahahaha!!!” ucap salah satu dari mereka.
“cepat pergi dari sini! Saya engga
takut sama kalian! Pergi sana!” usir kak Irsyad dengan lantangnya.
“Eh bos, dia makin nantangin kita
bos. Hahahaha!!! Aduh bos kepala gue pusing nih gara-gara mereka. Enaknya
diapain nih bos?! Duh air darimana lagi ini bos? HAHAHA” Ucap si preman lainnya
yang masih memegang sebotol minuman air keras itu sambil mengadahkan satu
tangannya kelangit.
“Bosnye itu elu Bego! Hahahaha!!!
Itu air ujan bego! HAHAHAHA” ucap preman lainnya yang tak kalah sempoyongannya
dengan preman-preman yang lain.
“kak Irsyad. Mending kita pergi aja
yuk dari sini, mereka lagi mabok kak. Zahra takut....” ucap Zahra semakin
ketakutan. Ia mulai menangis. Bajunya dan baju kak Irsyad juga semakin basah,
hujan semakin turun dengan derasnya.
“Eh anak cengeng lo! Mau nangis
sekenceng apapun engga akan ada yang denger tolol!! Hahahaha lo berdua, berdo’a
sana sama tuhan!!! HAHAHA TUHAANN!!!” ucap si bos preman yang semakin ngelantur
saja.
Dengan segala keberanian yang ia
kumpulkan ka Irsyad menarik Zahra mundur kebelakangnya, dan kak Irsyad pun
beracang-ancang untuk melawan mereka semua. Kak Irsyad mulai mengeluarkan
jurus-jurus asal-asalannya tak peduli jurus apapun itu yang penting ia bisa
mengalahkan preman-preman itu.
Preman pertama dengan mudah ia
kalahkan dengan sekali tonjokan pada mukanya dan tendangan yang mendarat mulus
di dada preman itu. Preman ke dua ternyata cukup lebih tangguh dari preman
pertama, tapi tetap saja kak Irsyad mampu membuatnya tersungkur. Preman ke tiga
mulai tak bisa diremehkan, kak Irsyad terus berusaha menjatuhkan lawannya
sampai-sampai tak peduli dengan hal lainnya terlebih dahulu. Tiba-tiba preman
lainnya mendekat dari arah samping berniat untuk menusuk Zahra dengan pisaunya,
tapi dengan secepat kilat Kak Irsyad berhasil menghalanginya. Alhasil, sekarang
tertancaplah sebuah pisau diperutnya. Darah segar becucuran disana. Tak sampai
5 detik kemudian kak Irsyad sudah tersungkur ditanah yang sudah basah akibat hujan
yang belum berhenti sampai sekarang.
“KAK IRSYAADDD!!!!” teriak Zahra
sekeras mungkin melihat keadaan kakaknya. Lalu mendekatinya dan memeluknya. Tak
peduli dengan hujan deras yang terus membasahinya.
“eh dia jatoh noh!! HAHAHAHA tolol!
berdarah pula!!!! Mampus lo anak kecil!!! HAHA” ucap preman yang masih setengah
sadar itu.
“Dia mati bego! Cepet kita pergi
dari sini bego!! Nanti keburu dateng polisi begoo!! HAHAHA” ucap si bos preman
itu lalu mereka semua pergi meninggalkan Zahra sendirian bersama kak Irsyad
yang keadaannya semakin parah.
“PREMAN SIALAN!!!!” teriak Zahra
sekencang mungkin. Ia terus memegangi tangan kak Irsyad. Ditengah-tengah hujan
deras yang terus mengguyur mereka.
“kak Irsyad kuat! Kaka harus kuat!!”
ucap Zahra sambil terus menggenggam tangan kak Irsyad sekeras mungkin sambil
menangis tersedu-sedu. “kakak jangan tinggalin Zahra. Zahra sayang kakak.”
Lanjutnya dengan tangis yang semakin kencang dan air mata yang semakin deras.
Darah berceceran dimana-mana, begitu juga baju Zahra yang sudah terkena noda
darah.
“kka...ka.... jju..ga...
sa....yyang... ssa...mmaaa.... Zahh...rra.... kkamu.... hhharrruusss...
ttetep.... jjaa....di.... ann...nakk.... yaangg... tegg.......” ucapan kakaknya
terputus, kak Irsyad telah tiada. Dipangkuan Zahra, dihadapannya, ditempat yang
gelap,sepi dan sedang hujan deras ini. kak Irsyad meninggalkannya.
“KAAKKKKKK IRSYAAADDDD!!!! JANGAN
TINGGALIN ZAHRAAA!!!!” teriak Zahra sekencang mungkin. Melawan kencangnya air
hujan mungkin. Ia terus menangis. Memeluk kakaknya dengan penuh kasih sayang.
Sesekali mengguncang tubuhnya yang mulai kaku itu. Zahra menyayangi kakaknya
lebih dari mama papanya. Tapi sekarang............. tangis Zahra semakin
kencang. Dan hujanpun semakin turun dengan derasnya seakan-akan tak peduli bahwa
Zahra sedang tertimpa musibah.
5 Menit berselang warga-warga yang
rumahnya berada dekat daerah situ mulai berdatangan mendengar suara Zahra
berteriak tadi. Semua merasa kaget dengan apa yang mereka temukan. Ternyata
seorang jasad anak laki-laki yang bajunya berlumuran darah bersama anak
perempuan kecil yang terus menangis tak henti-hentinya ditengah hujan deras
seperti ini. Mereka semua membantu Zahra dan kak Irsyad yang sudah tak bernyawa
itu dan segera membawanya kerumah Zahra
~
Itulah sebabnya Zahra membenci laki-laki, membenci malam yang gelap,
membenci sepi, dan membenci hujan deras.
Zahra menghapus air matanya, mengingat-ingat kata-kata kak Irsyad untuk
yang terakhir kalinya, ia harus tegar, ia tak boleh lemah seperti ini. Ia tak
ingin mengecewakan kak Irsyad. Bagaimanapun juga ia sayang dengan kakak
satu-satunya yang sekarang sudah tiada itu. Zahra harus bangkit, tak boleh
terpuruk lagi.
Zahra segera masuk ke dalam rumah, mengganti bajunya yang sudah basah
kuyup karena air hujan itu lalu segera pergi tidur. Ia yakin, kak Irsyad akan
selalu berada disampingnya kapanpun itu waktunya.
*
Pagi-pagi sekali Sivia sudah datang kerumah sakit tempat Shilla dirawat
hari ini. Semalam Shilla mengirimkan pesan singkat kepada Sivia bahwa ia sudah
boleh pulang besok, Sivia senang mendengar kabar dari Shilla. Jadi, dia
berjanji pada Shilla akan menjemputnya hari ini. Sebenarnya Ray dan Gabriel
ingin sekali ikut menjemput Shilla, namu sangat disayangkan Gabriel harus ke
sekolah pagi ini karena ia menjadi panitia classmeeting sekolah selaku petugas
OSIS. Dan Ray juga tidak bisa karena ia harus mengikuti lomba futsal mewakili
kelasnya yang juga kelas Shilla dan Sivia melawan kelas 7 yang lain.
Shilla sudah terlihat mulai sibuk dengan tasnya ketika Sivia memasuki
ruangan tempat Shilla dirawat. Disana juga terlihat oma sedang membantu Shilla
memberesi barang-barang Shilla yang dibawa kerumah sakit.
“Pagi Shill, pagi omma.” apa Sivia ketika memasuki ruangan Shilla.
Shilla yang sedang sibuk langsung menoleh ke sumber suara, Sivia
rupanya. Shilla tersenyum bahagia, Sivia menepati janjinya untuk menjemput
Shilla hari ini. “Hai viiii..” jawab Shilla girang. Sedangkan oma hanya
membalasnya dengan tersenyum.
“aduh maaf ya, aku baru dateng pas semuanya udah rapih. Jadi aku ngga
ikut bantu-bantu deh, maaf yaa...” ucap Sivia setelah menyalami tangan Oma Shilla.
“yaelah gapapa kali vi, lo udah dateng kesini aja gue udah seneng
banget. “ jawab Shilla masih disertai bibirnya yang terus melengkung.
“mmm, tapikan gue gaenak Shill. Oiya, tadi Ray sama kak Gabriel minta
maaf karena mereka berdua gabisa dateng kesini. Kak Gabriel biasalah dia
panitia classmeeting, dan Ray ada lomba futsal antarkelas jadi Ray ngewakilin
kelas kita gitu Shill. Tapi kata mereka nanti siang mereka pasti kerumah lo
kok” Jelas Sivia panjang lebar.
“ohh, ya gapapa kali. Palingan besok juga gue udah masuk. Boleh kan
omma?” Tanya Shilla dengan pasrahnya namun nadanya seperti memaksa.
Omma menggeleng dengan tegas. “tadikan dokter bilang, walaupun kamu udah
boleh pulang ke rumah bukan berarti kamu boleh cape, kamu harus tetap istirahat
dirumah Chilla.” Ucap omma Shilla sedikit cemas.
“ yahh, tapi kan ma, aku disekolah udah engga belajar. Aku juga engga
akan ikut kegiatan classmeeting kok. Aku juga tau gimana caranya biar engga
terlalu cape. Boleh ya omma? Please....” bujuk Shilla.
Oma Shilla terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya mengangkat kedua
bahunya. “terserah kamu aja Chill.” Ucapnya pelan.
Shilla tersenyum lalu mengangguk. “makasiii omaaa, tenang ajadeh ma,
Chilla engga bakal cape kook. Kan ada Sivia juga yang selalu ngingetin aku.
Yakan Vi? Maukan?” ucap Shilla.
“mmm, iya deh.” Ucap Sivia pelan.
“tuh maa, Sivia aja mau. Tenang deh maa.” Ucap Shilla bersemangat.
Sekarang semua peralatan Shilla sudah dirapihkan, tadi dokter juga sudah
memberikan Shilla izin untuk pulang. Jadi sekarang Shilla sudah menuju ke mobil
untuk segera pulang kerumahnya tercinta dan tak merasa jenuh di kamar rawat ini
lagi. Huh, memang ya tak ada kasur yang palingnya nyaman selain kasur dirumah
sendiri. Hehehe.
*
Kemarin Zahra terpaksa tak masuk sekolah karena badannya panas akibat
hujan-hujanan kemarin malam, jadi ia memantapkan diri hari ini untuk masuk ke
sekolah entah bagaimanapun keadaannya. Lagipula ia hari ini diminta untuk
mewakili basket putri dikelasnya bersama 4 teman lainnya. Setelah kemarin lomba
futsal teman sekelasnya menang –info
dari Agni kemarin. Jadi Zahra tak ingin mengecewakan teman-teman
sekelasnya hari ini.
Zahra sudah sampai disekolah dari jam setengah 7 pagi tadi, sebenarnya
terlalu pagi jika dating pada jam setengah 7 jika sedang classmeeting seperti
ini. tapi mau bagaimana lagi, Zahra lebih memilih dating cepat kesekolah
daripada harus merasa kesepian dirumahnya. Bahkan Agni yang biasanya datang
lebih cepat daripada Zahra juga belum terlihat di sini. Hanya ada Zahra dan 2
teman sekelasnya yang memang rajin datang pagi.
Tak lama kemudian terlihat Agni datang bersama beberapa teman sekelasnya
yang lain. Dan beberapa anak yang dipilih untuk mewakili kelasnya untuk tanding
basket juga mulai berdatangan. Namun mereka semua memang sudah janjian untuk
berganti baju olah raga disekolah saja bersama-sama, jadi sekarang mereka semua
masih memakai baju sekolah yang biasa mereka pakai. Rok berwarna biru dongker
sebagai warna dasar dipandukan dengan garis-garis yang membentuk kotak
perpaduan warna putih dan merah diatas lutut. Tak lupa kemeja putih selengan
berlambangkan logo BCIJHS pada kantungnya yang terletak di kiri atas dan di
balut dengan blazer khas Bunga Cendikia International Junior High School yang
berwarna biru dongker –senada dengan warna rok- dan berlengan panjang itu.
Lalu tak lama terlihat juga Ray, Sivia dan........ S-h-i-l-l-a. Iya
Shilla! Ternyata ia sudah diperbolehkan masuk hari ini. oh! Penting gitu buat
Zahra? Ayo Zah lupain dia, lupain! Anggap aja kamu engga pernah kenal sama dia.
Kamu pasti bisa Zah! , batinnya menyemangati. Sungguh, sebenarnya semua itu
terasa begitu nyeri di dada Zahra. Namun bagaimanapun juga mulai kemarin malam
ia sudah berjanji pada dirinya sendiri agar tak menjadi cengeng, ia harus jadi
pribadi baru yang lebih tegar. Harus!
Agni mendesah pelan melihat raut perubahan wajah Zahra ketika melihat
Ray dan Sivia datang bersama Shilla. Sebenarnya ia juga sedikit kaget melihat
Shilla hadir diantara mereka. Lalu dengan cepat Agni menyambar tangan Zahra
lalu menariknya. “Guys, gue sama Zahra ganti baca duluan ya. Abis itu kita
langsung kumpul aja dilapangan.” Ucap Agni cepat lalu berlalu dari kelas yang
mulai berhawa panas itu.
Zahra yang sebenarnya tau apa maksud Agni berjalan saja dengan pasrah
ketika ditarik tangannya. Mungkin memang lebih baik begini. Daripada ia
terus-terusan dikelas menatap Shilla tanpa berkedip. Yang ada dikira dia mau
ngapa-ngapain Shilla lagi.
*
Setelah Agni dan Zahra keluar dari kelas, suasana kelas mendadak menjadi
ramai. Beberapa anak mendekati Shilla lalu bertanya-tanya padanya. “Shill udah
pulang?” “Shill, sakit apa?” “Shilla, emang udah boleh sekolah?” “ Shill,
kenapa bisa sakit?” dan pertanyaan beragam lainnya. Sedangkan Shilla hanya
menjawabnya dengan senyum saja. Ia sendiri awalnya bingung melihat Agni yang
buru-buru menarik Zahra ketika ada Shilla. Tapi bodolah, memangnya itu urusan
Shilla?
“Shill!! Nonton pertandingan basket yuk di lapangan.” Ajak Sivia
membuyarkan lamunan Shilla. “ka Arel jadi wasitnya, katanya sih.” Lanjut Sivia.
“mmm, yaudah deh Vi. Gue juga bosen disini.” Jawab Shilla lalu berjalan
mengikuti Sivia dan Ray.
Sepanjang perjalan ke lapangan basket Shilla hanya terdiam dan menunduk
memerhatikan sepatunya. Entahlah, ia merasa pilihannya untuk masuk sekolah hari
ini adalah pilihan yang cukup salah, karena sumpah demi apapun ia malah merasa
tak nyaman berada disekolah sekarang. Ya,ya,ya walaupun rasanya lebih baik
daripada di rumah sakit sih.
Saat sedang asik menatap jalan dan sepatunya yang terus bergesekan dan
terus memikirkan hal-hal yang kurang penting, tanpa sadar ia menabrak seseorang
yang tak terlalu tinggi darinya. Bahkan, mungkin tingginya sama. Shilla
menengok keatas, betapa kagetnya dia ketika melihat seseorang yang ia rindukan.
Ralat, ralat, yang –mungkin- sedang ia rindukan. Mulut Shilla setengah menganga
melihat siapa yang ada dihadapannya sekarang.
Cakka. Iya, Cakka. Ia juga terlihat tak percaya dapat melihat Shilla
lagi dengan jarak sedekat ini. Habisnya dari tadi perempuan ini menunduk. Cakka
juga tak tau kalau ada orang didepannya. Dan ternyata ia malah menabrak Shilla.
Hhh, Cakka menghela nafas berat yang membangunkan lamunan Shilla.
“so...so... sor..ry...” ucap Shilla gugup lalu segera menjauh
meninggalkan Cakka lalu mengikuti Sivia lagi yang sudah jauh didepannya. Dan
melupakan kejadian tadi, mengaggap tak pernah terjadi apa-apa barusan. Lalu berjalan
seperti semula seperti tanpa beban, yaitu sambil menunduk.
Cakka sendiri masih terdiam belum bergerak sama sekali setelah kejadian
tadi. Ia menarik nafas berat lagi, lalu mengangkat kedua bahunya dan memutuskan
untuk berjalan lagi ke kantin –tujuan utamanya-. Berusaha tak terlalu
memikirkan kejadian yang menurutnya sangat aneh itu.
Sivia menghentikan langkahnya ketika sudah sampai di pinggir lapangan.
Lalu, segera mencari tempat yang nyaman untuk duduk. Untung saja saat itu
pertandingan belum dimulai. Jadi, lapangan juga belum terlalu ramai.
Shilla mengangkat wajahnya ketika Sivia berhenti. Oh, sudah sampai
rupanya. Shilla menghela nafas panjang tak kentara lalu mengikuti Sivia yang
sedang mencari tempat duduk. Ketika sudah dapat ia duduk disebelah kanan Sivia,
sedangkan Ray duduk disebelah kirinya. Sumpah, kali ini wajah Shilla tidak
terlihat seperti orang sedih malah terlihat seperti orang idiot yang kehilangan
harapan. Hhh, entahlah Shilla sendiri tak mengerti mengapa seperti itu.
Sudah tiga pertandingan kelas 8 dan kelas 9 yang mereka tonton, tapi
Shilla tetap beelum bisa meghilangkan fikirannya yang tadi. Iya kejadian yang
tadi ia alamin bersama........ huh.
Shilla menatap lapangan tanpa semangat dengan tatapan kosong saat
orang-orang disekitarnya bersorak-sorak girang. Ia seakan-akan sedang berada
diruangan kosong sekarang. Sepi. Sendiri. Dan menyedihkan!
Ia memalingkan wajahnya kearah Sivia dan Ray yang sedang menikmati
pertandingan antar kelasnya yaitu 7F melawan kelas 7B pada pertandingan semi
final itu.
Sivia menyadari bahwa ia sedang diperhatikan oleh Shilla dari samping.
Sivia menghela nafas berat sehingga membuat Shilla tersadar dari lamunannya.
Sivia menatap Shilla ketika mata mereka berdua tak sengaja bertemu. Sivia terus
menatapya dengan tatapan yang tak bisa ditebak. Begitu juga dengan tatapa
Shilla yang tak jauh beda dengan Sivia. Entahlah apa yang ada di otak mereka
masing-masing.
“Shill...” ucap Sivia memulai pembicaraan. Mencairkan suasana yang
mendadak dingin.
Shilla tersadar lalu kembali menatap lapangan degan tatapan tak
semangatnya. “ya?” jawab Shilla dengan suara pelan yang bahkan hampir tak
terdengar.
“kantin yuk..” ajak Sivia.
Tak ada jawaban dari Shilla. Gadis itu hanya menggeleng.
“kenapa? Bukannya lo sama Ray lagi asik nonton?” Tanya Shilla yang
menglihkan pandangannya ke arah Sivia lagi.
“percuma Shill. Percuma kalo kita asik tapi lo nya....” jawab Sivia.
Ray yang sedang asik menonton, tersadar bahwa namanya disebut-sebut oleh
dua gadis yang ada disebelah kirinya. Lalu ia menoleh kearah Sivia dan Shilla.
“kenapa?” tanyanya dengan suara amat teramat datar, tanpa ekspresi juga. Hhh.
“ke taman ketenangan yuk..” ajak Sivia penuh semangat.
“mmm, ayo boleh-boleh. Aku juga rada bosen disini.” Ucap Ray yang lalu
bangkit dari tempat duduknya yang kemudian diikuti oleh Sivia.
Shilla terdiam tanpa suara, mau tidak mau ia harus ikut bangkit dari
tempat duduknya dan mengikutin Sivia dan Ray yang sudah berjalan mendahuluinya.
Sesampainya disana tak terdengar suara siapapun. Sunyi. Sepi.
Shilla duduk bersila dibawah rindangnya pohon, sambil menghitungi daun-daun
berwarna kecoklatan yang baru saja jatuh dari pohon karena tertiup angin.
Sekarang sudah berganti musim panas rupanya.
Ray juga tak banyak bicara, ia fokus dengan Ipodnya. Ia sedang
mendengarkan lagu-lagu yang bernada slow untuk menenangkan dirinya dan mencoba
merasakan kesejukan dibawah pohon yang cukup rindang ini pada saat keadaan
sebenarnya sedang panas seperti ini.
Sedangkan Sivia, mau tak mau ikut bungkam. Ia tak ingin marah seperti
waktu itu. Iya, waktu itu dia marah kepada sahabat-sahabatnya yang saat itu
memilih keadaan sunyi daripada bercanda. Padahal Sivia sama sekali tidak suka
keadaan sepi dan sunyi. Karena itu hanya akan membuat ia merasakan keadaan
dirumahnya yang....... ah sudahlah.
“panas banget ya cuacanya.” Ucap Ray.
Sivia hanya mengangguk. Shilla juga ikut mengangguk.
“gue sms kak Arel ya, biar dia kesini. Biar gaterasa sepi kaya gini.”
Ucap Ray lagi.
“boleh tuh Ray. Biar Shilla ada temen juga. Hehe” jawab Sivia asal.
Shilla tersenyum sambil mengangguk tanpa semangat.
To: kak Gabriel
Buruan kesini Rel. Taman belakang!
*
Prit....priitt....prittt.....
Peluit dibunyikan tiga kali. Tandanya pertandingan semifinal antar kelas
7F dan 7B telah selesai dan dimenangkan oleh kelas 7F dengan skor telak 22-2.
Zahra berhasil menyumbang 5 bola ke ring lawan. Dan 2 diantaranya ia berhasil
mencetak threepoint. Bagaimana Zahra tidak semangat. Liat saja siapa yang
menjadi wasitnya. Kak Gabriel. Iya kak Gabriel!
Zahra berjalan perlahan menuju pinggir lapangan tanpa memalingkan
wajahnya dari arah Gabriel berdiri. Sungguh, demi apapun Gabriel itu memang
benar-benar sosok yang hampir sempurna. Badan tinggi, tegap, tak teralalu
kurus, berwajah natural, dan senyumnya itu........ siapasih yang tidak
tergila-gila dengan senyumannya.
Gabriel merasakan ponselnya bergetar 2 kali. Oh, ada pesan singkat
rupanya. Gabriel membuka pesan singkat itu
yang ternyata dari Ray. Ray menyuruhnya menuju taman belakang ternyata.
Gabriel berjalan menuju Kiki dan Dayat yang sedang bersiap-siap untuk
pertandingan selanjutnya.
“Ki, Day, gue udahan ya jadi wasitnya. Day gantiin gue oke?” pinta
Gabriel.
“mau kemana lo?” Tanya Kiki.
“you-know-lah Ki.” Jawab Gabriel sambil mengedipkan matanya sebelah.
“Idih amit-amit.” Ucap Dayat lalu tertawa bersama Kiki sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya masing-masing.
Gabriel sudah melesat jauh, berjalan dengan tergesa-gesa menuju taman
belakang.
Zahra baru saja mengambil posisi duduk yang nyaman, ketika sudah terasa
sempurna ia kembali mengalihkan pandangannya kearah pinggir lapangan
mencari-cari sosok Gabriel. Tapi.... ia sudah mencari berkali-kali, sosok gagah
itu tetap tidak terlihat. Sekali lagi Zahra mengedarkan pandangannya ke seluruh
lapangan. Namun hasilnya sama, tidak terlihat Gabriel disana. Yang ada hanya
Kiki dan Dayat dan beberapa anggota OSIS perempuan. Diamana Gabriel? Ah,
entahlah. Iakan bukan siapa-siapanya Gabriel. Huft.
~
Halo Halo!!!~ maaf ni guys baru sempet ngepost. sumpah ngaret bgttttt:(huhuhu maunyasih juga gak ngaret tapi apalah daya, gue udah kelas 9 dan keadaanpun semakin sulit dengan info UN 20 paket!! setress taungga setress~ huft... maaf juga part ini rada sedikit, soalnya otak lagi fokus ke UAS jadi gamau ngebantuin gue buat nulis:'( HA.HA.Ha.
oke cukup basabasinya. makasih yang udah mau baca, yang udah mau ngikutin juga cerbung dirikuu ini yang aneh~ wkwk makasih juga yang udah mau comment. ayo mana lagi nih pembaca RC? jadi jadi sillent reader dong plisss, gue butuh banget saran kakak-kakak, adek-adek dan teman-teman sekalian:'D
PART 16
PART 16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar