Gabriel sampai didepan taman belakang atau yang biasa Shilla dan
kawan-kawan sebut taman ketenangan, ia tidak melihat siapa-siapa disana. Hanya
ada daun-daun berwarna kecoklatan berserakan diatas rumput. Dimana Ray? Apa Ray
mengerjainya? Masasih?
Gabriel mulai maju beberapa langkah mencari sosok Ray, Shilla, dan
Sivia. Ketika sampai di tengah taman, Gabriel menghentikan langkahnya. Memutar
tubuhnya beberapa kali sambil matanya tak henti mencari sosok yang
menyuruhnya kesini tadi. Tapi tetap saja tidak terlihat siapa-siapa
disini. Gabriel menghela nafas dan memutuskan untuk pergi.
Jahat banget sih mereka ngerjain Gabriel seperti ini. Emang mereka pikir
Gabirel tidak lelah apa habis panas-panasan dilapangan tadi disuruh jalan menuju taman ini dengan cepat? Ah
mereka menyebalkan. Mereka pikir lucu kali ya? Huh.
“kak Areeeeelll...... mau kemanaaaaaa?” Teriak Shilla yang tiba-tiba
keluar dari balik pohon besar yang cukup rindang.
Gabriel membalikan tubuhnya mengarah kearah Shilla. Dan menghela nafas
sekali lagi. “apa?” tanyanya datar.
“Ihh, kak Arel jangan marah dong. Kita kan Cuma becanda. “ rengek Shilla yang
mulai mendekati Gabriel.
“mm..” jawab Gabriel singkat.
Ray dan Sivia keluar dari balik pohon besar yang sama dengan Shilla tadi sambil
senyam-senyum yang tidak jelas. Entahlah
bukannya merasa bersalah mereka malah tertawa-tertawa seperti itu. Membuat
Gabriel semakin badmood saja yakan?
“gue mau balik ke lapangan.” Ucap Gabriel lebih-lebih dengan nada datar lagi.
“Yah, kak gitu aja marah. Gak asik ah lo.” Ucap Ray yang sudah berada
disebelah Shilla.
“gue cape.” Ucap Gabriel yang
mulai bernada rendah. Lalu duduk diatas rumput hijau yang mulai terlihat mengering.
“maafin kita deh kak, si Ray tuh yang punya ide kaya gini.” Sekarang
gentian Sivia yang bicara.
“udah tau.” Ucap Gabriel masih dengan nada badmood yang sama.
“kak Arel cape ya? Nih Chilla ada minum. Inget ini ngga kak? Susu coklat
kesukaan ku, sekarang udah ada kemasan yang botol plastic, jadi lebih mudah
dibawa kemana-mana daripada yang kaleng. Tapi aku tetep suka yang dikaleng.”
Ucap Shilla dengan nada manja ditambah nada anak polos, percis seperti anak
berumur 4 tahun. Membuat hatinya luluh dan teringat sesuatu.
~
“Chillaaa......... Chilla...........” ucap
seorang bocah kecil yang mencari-cari sosok perempuan kecil.
Hari itu Arel dan Chilla sedang bermain petak
umpet ditaman komplek perumahan mereka di daerah lembang, Bandung.
Kali ini Arel sedang mendapat tugas menjadi
pencari Chilla yang sedang mengumpat. Tapi, sudah 4 kali Arel memutari taman
komplek yang tidak besar itu, Chilla belum juga bisa ia temui. Ia lelah, tapi
ia harus bisa menemui Chilla. Karena kalau ia tidak bisa menemukan Chilla
berarti ia kalah, tidak. Ia tidak boleh kalah dari Chilla sahabat kecilnya itu.
Arel berhenti ditengah-tengah taman, ia sudah
sangat lelah. Ia kesal dengan Chilla. Inimah namanya bukan bermain, tapi Arel
sudah dikerjai oleh Chilla. Dengan kesal Arel berteriak. “Aku capek, aku mau
pulang.” Ucapnya ala anak kecil lalu segera bergegas untuk keluar taman.
Chilla yang mendengar itu langsung keluar dari
tempat persembunyiannya dan menghampiri Arel. “kak, Arel mau kemana?” tanyanya
dengan nada polos.
“apa?” jawab Arel ketus.
“maafin Chilla deh kak….” Wajah Chilla berubah
menjadi wajah merasa bersalah.
“aku cape…” ucap Arel lalu duduk di bangku
taman yang ada disebelahnya.
“kak Arel cape? Ini Chilla punya minum. Biasa,
susu coklat kesukaan ku.hehe mau kak?” ucapnya polos ala anak umur 4 tahun.
Arel tersenyum lalu mengangguk dan segera
mengambil susu kaleng ditangan Chilla. Dengan sekali tenggak susu itu sudah
habis separuhnya.
Chilla tersenyum geli melihat tingkah Arel.
“kakak haus ya?hehe” ucapnya ketika melihat Arel hampir menghabiskan satu
kaleng susunya.
“Chilla mau?” Tanya Arel.
Chilla menggeleng, lalu tersenyum lagi. “aku
punya satu lagi.” Katanya sambil mengeluarkan satu kaleng susu lagi didalam tas
mungilnya. “kakak pasti haus sekali? Abisin ya kak susunya.” Lanjut Chilla.
Arel tersenyum lalu meminum lagi susunya hingga
tak tersisa.
~
Gabriel tersenyum, mengajak Shilla duduk disebelahnya lalu mengambil
susu yang ada ditangan Shilla. Kemudian Gabriel meminumnya. Ray dan Sivia ikut
duduk dihadapan Gabriel dan Shilla.
“Aus kak? Emang jadi wasit gadapet minuman?hahaha” ejek Ray.
Gabriel menutup minumannya setelah ia rasa hausnya sudah hilang.
“berisik lo. Udah bikin orang unmood, diem aja deh mending.” Ucap Gabriel
datar.
“yaa sorry sih.” Ucap Ray sambil cekikikan.
Seketika keadaan menjadi
hening. Ray dan Sivia terdiam dengan posisi Sivia menyandar kebahu Ray. Dan
Raypun merangkulnya. So sweet! Sivia memainkan jari-jari tangan Ray yang tidak
merangkul Sivia. Sungguh pasangan yang sangat cocok! Mereka berdua itu......ughhh
bikin iri.
Sedangkan Shilla, tangan kirinya memainkan ujung roknya dan tangan
kanannya menopang dagunya. Gabriel sibuk dengan handphonenya. Ray yang melihat
Shilla dan Gabriel saling diam-diaman langsung berbiacara. “ guekan manggil kak
Gabriel biar rame. Kalo masih sepi gini mah ngapain gue lo kak.” Ucap Ray
santai.
Sivia bangkit dari bahu Ray lalu mengangguk setuju.
Gabriel terdiam, lalu menaruh handphonenya kedalam sakunya. “mmm, main
yuk?” Tanya Gabriel. Tak ada yang menjawab. Lalu Ray mengangguk yang kemudian
diikuti oleh Sivia.
“main apa?” Tanya Shilla.
“main bisik-bisik gimana? Yang kalah kita kasih tantangan. Hayo gimana?
Haha.” Ucap Gabriel meramaikan suasana.
“boleh juga kak. Ayoo!” jawab Sivia bersemangat.
“ayo siapa takut.” Kata Ray.
Shilla tersenyum lalu mengangguk. “mm, ayodeh.” Jawabnya.
Permainanpun dimulai. Pertama Gabriel membisikan sesuatu kepada Shilla,
lalu Shilla membisikinya kepada Sivia, dan Sivia membisikannya kepada Ray.
Kata-katanya tidak boleh lebih dari 6. Apabila ada yang lupa atau salah dengar
ia akan diberi hukuman oleh yang memberi pernyataan.
~
Tepuk tangan tiuh serta yel-yel kemenangan terdengar dari sekelompok
anak kelas 7F yang sedang mendukung tim 7F melawan 7D dalam perdantingan final.
Ternyata permainan telah berakhir dan dimenangkan oleh tim 7F. Walaupun awalnya
tim 7F beberapa kali kecolongan sehingga tim 7D dapat memasukan bola ke ring
mereka, namun ternyatatim 7F tak mau menyerah. Ya, tim 7F menang dengan skor
sangat tipis, hanya beda satu angka, yaitu 21-20.
Mungkin semua bisa terjadi karena permainan Zahra sang kapten basket
tidak bersemangat seperti semifinal tadi. Tapi, biarlah yang penting tim 7F
sudah menang. Semua bersorak girang, termasuk para pemain. Threepoint terakhir
dari Agni sungguh membawa keberuntungan ternyata.
Para pemain sudah mulai meninggalkan lapangan dan bergabung bersama
teman-teman lainnya di pinggir lapangan. Anak-anak kelas 7F sangat senang
dengan kemenangan ini. maklum merekakan baru mengikuti Classmeeting seperti
ini. Saat semua sedang asik bercanda gurau di pinggir lapangan, Zahra diam saja
sambil menengok ke kiri dan kanan seperti sedang mencari seseorang.
“nyari siapa sih ra?” Tanya Agni yang bingung dengan tingkah sahabatnya
itu.
“mmm, engga ko ni. Hehe. Sekarang jam berapa?” Tanya Zahra mengalihkan
pembicaraan.
“jam setengah sebelas ra. Kenapa?”
“oh, pantes sekolah udah mulai sepi.” Jawab Zahra sambil
mengangguk-anggukan kepalanya.
“iya nih. Ra, temenin ke kantin yuk? Abis itu ke kelas istirahat
sebentar terus ganti baju di kamar ganti.” Ajak Agni.
Zahra mengangguk dua kali, tanda bahwa ia setuju.
“temen-temen gue duluan yaa!” ucap Agni sembari berjalan menjauhi
teman-temannya yang masih asik mengobrol.
Setelah selesai membeli air mineral dikantin, Agni dan Zahra pun segera
menuju kelasnya dan beristirahat. Dikelas sepi, tidak ada siapa-siapa. Eh,
tidak deh ternyata ada Ify, Cakka, Debo
daan..... Oh Deva ternyata. Mereka sedang mengobrol, entah membicarakan apa.
Zahra dan Agni melewati samping tempat duduk Ify.
“permisi....” ucap Zahra sopan sambil tersenyum.
“ya..” jawab Ify sambil membalas senyum Zahra.
“gimana ra? Menang gak?” Tanya Debo ketika Zahra sudah duduk ditempat
duduknya.
“menang doong!” jawab Agni dengan cepat karena ia melihat Zahra sedang
minum.
“wis, hebat ya anak 7F. Haha berapa skornya ni?” sekarang gantian Cakka
yang bertanya.
“20-21 kka, tipis banget.” Jawab Agni.
“lah kok bisa tipis gitu?” tanya Ify yang ikut penasaran.
“tautuh gue juga bingung, padahal pas semifinal lawan 7B kita menang
telak lo fy.” Jawab Zahra yang sudah menyelesaikan minumnya.
“yahh, coba Shilla main.... diakan pas olahraga basket aja jago banget
ya?” ucap Debo santai.
Hening. Semua diam. Ify, Zahra, Agni dan Cakka. Bahkan Deva juga ikut
terdiam mendengar ucapan Debo barusan. Suasana sungguh sangat mencekam,
entahlah apa yang ada yang dipikiran mereka masing-masing. Debo baru menyadari
bahwa Shilla sekarang sudah bukan bagian dari mereka –Ify, Zahra dan Agni- .
Debo jadi tak enak dan bingung sendiri.
“Fy, kantin yuk. Aku laper nih..” ucap Deva memecah keheningan.
“mm, yuk. Aku juga aus, minumku udah abis nih.” Jawab Ify sambil
tersenyum lalu menunjukan botol minumnya yang sudah kosong.
Sungguh! Debo sangat bersyukur dengan keberadaan Deva disini, coba saja
tidak ada Deva apa yang akan terjadi selanjutnya? Ah, terimakasih tuhan! Cakka
jugasih malah ikut-ikutan diam dengan mereka, bukannya membantu Debo yang
sedang kebingungan.
Ha.Ha.Ha yayaya sebenarnya bukannya Cakka tak mau membantu sahabatnya
itu hanya saja..... Debo saja yang tak pernah tau. Ya... Debo tak pernah tau
isi hatinya. Dasar cowok, sangat berbeda dengan perempuan yang lebih suka
bercerita pada sahabatnya mengenai isi hatinya. Padahal, memendam perasaan
sendirian itu tidak baikkan? Oke kata-kata itu memang butuh penekanan buat
Shilla dan Cakka “Memendam perasaan sendirian itu tidak baik.” Hahaha
bodoh, lagipula memang mereka berdua peduli dengan perasaan mereka? Mengakuinya
saja sudah enggan. Dasar anak SMP! Hhh, memang pikirannya masih terlalu labil
untuk berpikir lebih lebih jauh sedikit.
“semuanya, gue duluan ya.” Kata Ify sambil melambaikan tangannya dan
tersenyum lalu menjauh dari kelas bersama Deva.
“Deb, kka. Kita juga mau ganti baju nih. Dahh...” ucap Agni lalu keluar
kelas sembari menarik Zahra dan memegang seragam sekolahnya.
Cakka dan Debo hanya mengangguk melihat Zahra dan Agni keluar dari
kelas.
“Deb, gue keluar bentar ya. Lo engga usah ikutin gue. Males gue jalan
bareng lo.” Ucap Cakka sarkatis.
Debo tersenyum meremehkan. “pede lo! Gue juga males bareng sama lo. Gue
balik deh, ditungguin bokap. Bye kka! Duluan yaa.” Ucap Debo pada Cakka. Hhh,
begitulah persahabatan mereka. Kalau yang belum kenal dengan mereka pasti tak
akan menyangka kalau mereka bersahabat. Hmm.....
~
Aku selalu benci perpisahan. Perpisahan itu adalah hal yang paling
menyakitkan. Tapi... setiap pertemuan pasti
ada perpisahan bukan? Jangan terlalu berharap hidupmu hanya akan selalu
mengalami pertemuan tanpa pernah merasakan perpisahan. Believe me.
Sambil terus berjalan, Agni mengambil ipod beserta earphonenya dan
menggunakannya. Ia mulai mendengarkan lagu-lagu kesukaannya yang sudah
ter-playlist di IPodnya tanpa menghiraukan Zahra yang mengikuti dari belakang.
“untung kamar mandi belakang udah ada ruang gantinya. Jadi gak perlu ke
kemar mandi di gedung depan deh. Ayo ra buruan.” Kata Agni tanpa menoleh kearah
Zahra sambil terus berjalan menuju kamar ganti . Sedangkan Zahra hanya diam dan
mengikuti dari belakang.
Entahlah Zahra memikirkan apa. Tak ada hal yang penting yang harus
dipikirkan rasanya. Tapi tunggu... tunggu.... ada! Ada yang harus dia pikirkan.
Tapi apa? Zahra terdiam sebentar berpikir, entahlah ia lebih terlihat seperti
orang bodoh sekarang, memikirkan sesuatu yang sebenarnya ia pikirkan. Mengerti
tidak? Tidak kan? Hah. Begitu juga dengan Zahra ia bingung sendiri dengan
dirinya. Tapi ia masih tetap terpaku didepan pintu masuk ruang ganti, ia tak
peduli pada Agni yang sudah mendahuluinya masuk ke ruang ganti itu.
Zahra masih terdiam didepan pintu masuk kamar ganti itu saat ia seperti
mendengar sesuatu. Yap! Zahra mendengar sesuatu. Mmm, seperti suara.... tawa
bahagia? Atau suara.... beberapa orang yag sedang bersenda gurau dengan
cerianya. Suara itu.... sepertinya tak asing untuknya. Suara itu.....
sepertinya berasal dari taman belakang yang sepi itu. Zahra berpikir lagi.
Entahlah, fikirannya sudah sangat kacau saat ini.
Zahra berjalan beberapa langkah ke depan taman belakang. Ia membelalakan
matanya ketika melihat 2 orang perempuan dan 2 orang laki-laki disana, ia kenal mereka! Zahra sangat kenal dengan
mereka! Dan yang matanya semakin melebar ketika melihat 2 orang yang duduk
berdekatan dengan posisi menyamping, disana terlihat si perempuan sedang
memejamkan matanya dan..... si laki-laki perlahan medekatkan wajahnya ke sisi
kiri wajah siperempuan dan.................... ah! Sebuah ciuman sangat sigkat
mendarat dipipi si perempuan. Si perempuan terlihat begitu malu-malu tapi juga
sangat senang. Begitu juga dengan si laki-laki.
Zahra terpaku melihat kejadian itu...... kakinya lemas...... ia rasa
tubuhnya akan menghilang sebentar lagi. Air matanya perlahan turun. Sungguh!
Itu semua terjadi tanpa Zahra sadari. Pupus sudah semua harapan. Ia berharap
saat ini juga ia dapat kembali ke beberapa bulan sebelum hari ini.............
Zahra patah hati.
“Ciyee Shilla kak Gabriel.. Ciyee! Hahaha.” Suara seorang gadis lain itu
begitu menyayat hati.
Ya! Benar! Sangat benar! Kedua orang tadi itu adalah Shilla dan Gabriel.
Shilla si “mantan sahabatnya” itu. HAHAHA! Dan laki-laki yang tadi
menciumnya.... ah cowo brengsek! Cowo tidak tau diri! Cowo sialan!
Air mata Zahra masih terus megalir melalui kedua pipinya. Tanpa ia
sadari teryata Agni sudah berjalan maju dua langkah dari tempatnya berdiri.
Zahra makin terperanjat melihat Agni yang ternyata sudah ada disebelahnya
sedari tadi. Dengan emosi meluap Agni terus berjalan mendekati Gabriel, Shilla,
Sivia dan Ray.
Gabriel, Shilla, SIvia dan Ray yang menyadari kedatangan Agni sangat
kaget. Sejak kapan Agni ada disana? Mereka pun berdiri mendekati Agni yang masih
terus berusaha menahan emosinya. Bagaimana tidak? sahabatnya disakiti oleh
orang yang sahabatnya cintai setengah mati. Gila! Dunia memang gila!
“Agni sejak kapan lo disini? Kok gak daritadi kan bisa gabung.” Ucap Ray
tanpa dosa.
Agni meremas-remas tangannya
sendiri, ia tak mempedulikan ucapan Ray. Tatapannya masih tak berpaling dari
Gabriel. Agni menatap Gabriel dengan tatapan super membunuh.
Daann......................... PLAKKK!
Sebuah tamparan keras dari tangan Agni tepat mengenai pipi kanan Gabriel.
Semua terdiam. Shilla terperanjat dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya
sangking kagetnya.
“COWO SIALAN! Gue kira selama ini lo cowo baik-baik kak. Gue kira lo
cowo yang bertanggung jawab. Tapi apa? Ha?! Lo lupa sama Zahra?! Ha! Cihh
bajingan!” ucap Agni sarkatis.
Shilla semakin terperanjat dengan ucapan Agni barusan. Jadi Kak Arel dan
Zahra.....
Agni menarik nafas sebentar. “
Oke, gue tau akhir-akhir ini hubungan kalian merenggang dan gue cukup sabar
ngeliat Zahra yang terus-terusan galau. Dan ternyata lo sama sekali gainget
sama dia. Lo sama sekali ngga........ agrhhh!!” Agni masih terus berbicara
dengan emosi memuncak. “Ternyata lo malah sama dia!” lanjut Agni sambil
menunjuk kearah Shilla tanpa mengalihkan pandangannya dari Gabriel.
Sedangkan Shilla sendiri air matanya sudah tumpah. Sungguh kata-kata
Agni itu sangat menyayat hatinya. Perih! Rasanya lebih sakit daripada tertusuk
pisau. Dan.....ah, dada Shilla terasa sangat sesak. Rasanya ia sudah tak bisa
bernafas sekarang. Kesedihan dan emosi sudah bercampur jadi satu sekarang.
Tangannya tak henti-hentinya meremas ujung roknya untuk meluapkan kekesalannya.
Ternyata ada orang lain didepan taman. Sivia, Gabriel, Shilla dan Ray
baru menyadari bahwa ada Zahra disana. Matanya sembab. Hidungnya merah. Dan
wajahnya kacau. Sepertinya Zahra sudah menangis daritadi. Argghhh, kacau!
Semuanya kacau!
“Dan lo! HA.HA.HA pantes Zahra ngejauhin lo. Ternyata sikap lo busuk! Lo
sama sekali engga ada rasa setia kawan. Dan lo.... malah nusuk sahabat lo
sendiri dari belakang. Dasar cewe gatau di...” kata-kata Agni terpotong.
“CUKUP!!” teriak Sivia. Sivia melirik kearah Shilla yang wajahnya
semakin tak karuan. Merasa bersalah, kecewa, sedih, bingung, emosi segalanya
menjadi satu di wajah Shilla. Sivia tak tega, Sivia tak bisa, dan Sivia takut
melihat Shilla menangis seperti itu. “kalo lo engga tau apa-apa diem! Gausah
sotau deh lo ni! Sekarang lo tanya deh sama sahabat lo sendiri. Siapa yang
kenal kak Gabriel duluan? Siapa yang deket sama kak Gabriel duluan? Dan siapa yang
sebenernya gatau diri? HA?!” bentak Sivia kasar.
“dan lo ra! Gila ya lo! Kenapa temen lo nggak lo kasih tau sih yang
sebenernya? Apa gara-gara lo takut? Lo malu karena udah nusuk sahabat lo
sendiri dari belakang?!.” Kata Sivia sarkatis.
Zahra terkesiap mendengar ucapan Sivia. Sungguh, kenapa semuanya jadi
seperti ini? Zahra tak bisa menjawab. Air matanya tak berhenti juga sejak tadi.
Kejadian macam apa ini, HA?!
“gue tanya ya sama lo. Dulu pas pertama kali masuk sekolah, siapa yang
ngebantuin bawain bawaan lo?” lanjut Sivia dengan suaranya yang semakin
meninggi saja.
‘Shilla.’ Batin Zahra sambil air matanya tak kunjung berhenti.
“siapa yang selalu nemenin lo manggil guru? Ke kantin? Bahkan ke kamar
kecil? SIAPA?!”
‘Shilla, Shilla, dan Shilla.’
“Siapa yang setia ngajarin lo matematika sampe lo dapet nilai yang sempurna?”
‘Shilla, iya Shilla.’
“dan terakhir...... siapa yang berusaha setengah mati , sampe ngga tidur
Cuma buat cari ide supaya LO bisa baikan lagi sama gue?! SIAPA RA?! JAWAB!!”
suara Sivia kali ini benar-benar meninggi. Demi tuhan, Sivia sudah tak bisa
lagi menutupi rasa kekecewaannya pada Zahra kali ini.
‘SHILLA! SEMUA ITU SHILLA! GUE TAU SEMUA ITU SHILLA!’ batin Zahra, ia
benar-benar tak kuat lagi sekarang. Hatinya semakin tersakiti. Bukan, bukan
karena dibentak-bentak seperti itu sama Sivia. Tapi...... karena ia sungguh
merasa semakin sakit melihat orang yang selama ini selalu berusaha jadi yang
terbaik untuknya, menangis gara-gara ulahnya sendiri.
“dan.... apa Shilla pernah minta balesannya sama lo? Apa dia pernah
minta lo ngehargain semua usaha dia untuk lo? Enggakan? Tapi kenapa lo bikin
dia kaya gini sekarang!” ucap Sivia. Suara Sivia sudah tak meninggi seperti
tadi. Sekarang suaranya sudah mulai ia rendahkan, walau nadanya tetap seperti
orang membentak. “ dan satu hal lagi, untuk berkorban buat dia aja lo engga mau
ra. Untuk ngebahagiain dia aja lo gapernah mau. Gue tau, gue tau kok, kalo
sebenernya lo itu udah tau dari lama kalo kak Gabriel itu sahabat kecilnya
Shilla yang lagi dia cari-cari-kan? Hahaha! Lo sahabat? Kaya gitu sahabat?! Dan
lebih parahnya lagi, dengan tanpa dosanya lo negjauhin Shilla! Gatau diri lo
ra.” Kata Sivia, kali ini sudah tidak dengan suara tinggi dan nada membentak.
Kali ini lebih terdengar nada orang kecewa. Sangat kecewa. Right?
Sivia menggelengkan kepalanya. Sedari tadi ia juga menangis. Bahkan saat
ia membentak Zahra pandangannya sempat kabur karena air mata yang saking
derasnya. Ia tak mau membentak Zahra seperti ini. sungguh ia tak mau. Ia tak
mau memperlakukan Zahra selayaknya semua salah Zahra. Tapi...... ia lebih tak
mau melihat Shilla menangis seperti ini, melihat Shilla menjadi benar-benar
lemah dan tak berdaya seperti ini. Sivia tidak ingin mengingkari janjinya pada
omma Shilla bahwa ia akan menjaga Shilla. Tapi ternyata ia tak bisa.
Sivia menghela nafas beratnya. Kini bukan hanya Zahra dan Shilla yang
merasa bersalah karena masalah ini. tapi juga dirinya dan Agni.
Zahra benar-benar tak kuat melihat Shilla yang terus menunduk dengar air
mata tak henti-hentinya turun dari kedua ligkaran bening itu. Zahra bisa
melihat dari mata Shilla. Shilla pasti juga merasa bersalah padanya! Agrrhhhh!
Shilla berhenti menangis bodoh! Harusnya lo ikut bentak gue sama Sivia, Shill!
Bukan malah menangis seperti itu! Agrrhhhh!, batin Zahra.
Zahra yang sudah benar-benar tak bisa menahan semuanya berlari menjauhi
taman, entah ia ingin kemana. Ia hanya ingin berlari sejauh mungkin dari tempat
itu sekarang. Agni yang sedari tadi diam menyadari kalau Zahra berlari menjauhi
tempat itu, ikut berlari mengejar Zahra.
“kakk... ke...jarr.. Zah..raa.. kakk.... kee..kee...jaarr... dii.aaa...
kakk....” Shilla membuka suaranya dengan terbata-bata. Air mata tak kunjung
berhenti sampai saat ini. “KE...JAARR... ZAHRA... K..KAKK!!” bentak Shilla pada
Gabriel yang tak kunjung pergi dan malah bingung dengan ucapan Shilla.
Gabriel tak punya pilihan lain, Shilla yang menyuruhnya. Ia tak pernah
bisa membantah suruhan Shilla. Gabriel sangat sayang dengan Shilla. Tak ada
yang bisa menggantikan Shilla dihatinya. Tapi...... mungkin Zahra bisa! Ah
entahlah, sedetik kemudian Gabriel ikut berlari keluar taman mengejar Zahra
mengikuti perintah Shilla. ‘mungkin memang ini yang terbaik.’ Lirihnya.
Tak sampai 5 detik setelah Gabriel keluar dari taman.....
BRUKKK!
Shilla terjatuh kererumputan. Sepertinya ia pingsan. Pipinya masih basah
dengan air matanya. Matanya bengkak hampir sebesar bola pigpong. Wajahnya
merah. Sepertinya Shilla.......
Sivia yang melihat Shilla tersungkur ketahan langsung ikut terduduk di
rumput-rumput yang terlihat mengering ini. Matanya menatap Shilla dengan
tatapan tak bisa ditebak. Sivia panic. Sangat panic! Tuhan, tolong jaga Shilla
tuhan, batinnya dengan air matanya yang semakin membanjir.
“Vi, ayo kita bawa Shilla kerumah sakit vi sekarang!” ucap Ray tak kalah
paniknya. Ia langsung membantu Sivia berdiri dan segera menggengdong Shilla ke
parkiran. “lewat belakang aja, lewat lapangan tennis biar lebih cepat.” Lanjut
Ray yang langsung berlari kearah pintu belakang yang ada ditaman itu.
Sesampainya di parkiran Ray melihat supir Shilla didepan mobilnya. Ray
bersama Sivia tergesa-gesa menghamipir mobil Shilla dan meminta supir Shilla
untuk membantu Ray memasukan Shilla kedalam mobilnya sekarang juga.
“kerumah sakit Cornelius pak! Cepat!” suruh Ray kepada supir Shilla,
saat mereka sudah masuk kedalam mobil Shilla.
Supir Shilla kelihata tak kalah paniknya dengan Sivia dan Ray. “ YaAllah
Gustiii. Non Shilla teh kenapa lagi atuh den Ray neng Sivia?” tanya supir
Shilla.
“udah pak, mending cepet bawa mobilnya!” omel Ray karena sangking
paniknya. Sivia sendiri sampai sekarang masih menangis. Air matanya sudah tak
sederas tadi. Mungkin Sivia sudah lelah. Kejadian tadi pasti sangat membuatnya
kecewa. Ray tau sekali bahwa Sivia tak suka dibentak ataupun membentak orang,
tapi tadi dia..... ah pasti ia sangat kecewa juga dengan dirinya sendiri.
~
Zahra berlari menuju taman yang ada disamping sekolah ini, jaraknya tak
terlalu jauh dari taman belakang. Tapi setidaknya Zahra bisa pergi dari tempat
tadi sekarang. Zahra jatuh terduduk ditengah-tengah taman. Sungguh ia sangat
shock sekarang.
“ZAHRA BODOH!!” teriak Zahra dengan suara kencang. Untung sekolah sudah
benar-benar sepi saat ini. bahkan guru-guru juga sudah pada pulang.
Zahra memejamkan matanya. Merasakan air matanya yang belum juga
berhenti, merasakan detak jantungnya yang terus berdetak tak normal. Zahra
merasa sangat bersalah. Zahra merasa bahwa dirinyalah penyebab kejadian tadi.
Memang benarkan? Zahra bodoh, Zahra cengeng!, lirihnya.
Ia membuka matanya perlahan, tapi
anehnya saat ia membuka matanya ia sedang tak berada ditaman tadi. Tapi.....
Hey? Dimana Zahra? Semuanya terang sangat menyilaukan matanya. Sampai-sampai
Zahra harus menyipitkan matanya agar tetap bisa melihat. Tiba-tiba datang sebuah
cahaya lain. Dan itu semakin membuat Zahra merasa silau saja. Keadaan
sekitarnya yang tadinya cerah perlahan-lahan meredup, tapi hanya satu cahaya
itu yang masih bertahan.
“Hallo Zahra sayang...” sapa Cahaya itu yang lama-kelamaan berubah
menjadi sosok laki-laki tinggi besar sekitar berumur 9 tahun lebih tua daripada
Zahra.
“kkaa..kaaa... Ir..syadd...” balas Zahra terbata-bata. Zahra mencoba
berdiri dan berjalan mendekati kakak tersayangnya itu. “kakak... ngapa..in
disini..?” tanya Zahra ketika sudah berada disamping laki-laki itu.
“kakak disini cuma mau ngingetin Zahra, kalau Zahra harus selalu tetap
tegar dalam menghadapi segala cobaan dari tuhan.” Jawab kak Irsyad disertai
senyum manisnya. “Zahra tidak boleh terpuruk seperti itu. Zahra harus tersenyum.”
Lanjut kak Irsyad sambil membelai rambut Zahra dengan penuh kasih sayang.
“Ta...tapi.. Zahra udah ngela..kkuiin kee...salahan kka..k.. Zahra
ta..kutt..” Ucap Zahra, dan air matanya kembali berlinang.
Kak Irsyad menggelengkan kepalanya 2 kali. “Kalau Zahra salah, Zahra
harus bertanggung jawab atas kesalahan itu... Zahra engga boleh takut kalau
memang Zahra mau bertanggung jawab. Yang terpenting, Zahra harus tersenyum,
Zahra harus jadi anak yang tegar. Kak Irsyad enggak mau melihat adik yang kak
Irsyad sayagi ini menjadi anak yang cengeng seperti ini.”
“iya... Zahra jan..ji.. sama... Ka..kkaa.. Zahra akan tanggung ja..wab..
dan te..ttap jadi anak yang te..gar. Zahra sayang kak Irsyad.” Ucap Zahra
sambil mengusap air matanya dan tersenyum lalu memeluk kakak kesayangannya ini.
“Yaudah. Sekarang Zahra kembalilah, tenangkan hatimu ra. Lalu cepat
minta maaf.” Kata kak Irsyad sambil membalas pelukan Zahra.
“kak Irsyad mmauu... kema..na? kkaka.. gakkk...boleh ninggalin Zah..raa”
Kak Irsyad melepaskan pelukannya. “Kakak engga akan kemana-mana. Kakak
akan selalu ada disamping Zahra. Kakak janji, kakak akan selalu melindungi
Zahra walaupun hanya dari sini. Kakak sayang sama kamu ra. Salam buat mama dan
papa ya..” ucap kak Irsyad lalu tersenyum dan berjalan menjauhi Zahra.
~
Sesampainya dirumah sakit, Shilla langsung dipindahkan ke kasur dorong
dan segera dibawa ke ruang ICU. Untung saja hari ini dokter pribadi Shilla, Dr.
Anwar sedang ada di Rumah Sakit Cornelius. Dengan tergesa-gesa Dr. Anwar
langsung masuk keruang ICU tempat dimana Shilla berada. Sedangkan Ray dan Sivia hanya bisa menunggu
diluar dan berdo’a supaya tidak terjadi apa-apa pada sahabatnya itu.
Ray berjalan mendekati Sivia yang sudah duduk duluan dibangku ruang
tunggu wajah Sivia terlihat pucat, air matanya ternyata belum berhenti sampai
saat ini. Entahlah, tatapannya kosong, terlihat rasa bersalah yang teramat
dalam disana. Ray merasa kasihan sendiri dengan Sivia. Sungguh Ray sangat tak
tega melihat kekasihnya seperti itu. Dan apa itu yang keluar dari hidung Sivia?
Ingus? Eh? Bukan-bukan! Darah! Iya darah!
“Vi...” panggil Ray dengan hati-hati sambil memegang kedua bahu Sivia.
Sivia diam.
“Vi... itu hidung kamu keluar dar... SIVIAA!!” omongan Ray tepotong,
Sivia sudah ambruk duluan, ternyata Sivia pingsan. Iya dia pingan! Untungnya
badan Sivia bisa Ray tahan.
Ray panic setengah mati, untung saja dia melihat beberapa suster lewat.
Lalu ia segera memanggil suster itu dan meminta bantuan. Sivia langsung dibawa
ke ruang rawat. Ray mengikuti para
suster itu dari belakang dengan perasaan tak tenang.
Di ruang rawat, Ray menunggu beberapa menit saat seorang dokter sedang
memeriksa dan seorang suster yang sedang membersihkan darah dihidung Sivia. Untung saja, tadi supir Shilla sudah
menelpon omma, jadi Ray bisa menunggu Sivia dulu sebentar. Dokter itu telah
selesai memeriksa Sivia. Dan menghampiri Ray yang sedang duduk di sofa sambil
menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ray terlihat sangat depresi
saat ini.
“Kamu siapanya dia?” tanya dokter itu ramah sambil duduk disebelah Ray.
Ray terlonjak ketika menyadari bahwa dokter itu sudah duduk
disebelahnya. “Eh? Saya... saya temennya dok.” Jawab Ray ragu.
Dokter itu mengangguk sambil tersenyum. Dokter itu perempuan, cantik,
masih muda dan terlihat cukup pintar. Perfect! “mm, keluarganya mana?” tanya
Dokter itu ramah.
“tadi saya sudah menelpon kerumahnya kok dok, sebentar lagi mamanya
datang.” Ucap Ray pelan, bahkan suaranya hampir tak terdengar.
Dokter itu mengangguk lagi, dan tak lupa ia juga tersenyum lagi.
“SIVIAA!!” tiba-tiba seorang Ibu-Ibu sekitar berumur 30an masuk dengan
tergesa-gesa. Lalu ia berlari kearah Sivia yang sedang terbaring lemah di
ranjang rumah sakit. Sivia masih belum sadarkan diri.
Dokter cantik itu berdiri lalu menghampiri mama Sivia. “bu... sa..”
ucapan dokter itu terhenti karena mama Sivia sudah berbicara duluan.
“Dok.. bagaimana keadaan anak saya dok? Anak saya baik-baik saja kan
dok?” Ucap mama Sivia. Sebenarnya mama Sivia tau, bahwa Sivia adalah anak yang
lemah. Dulu saat kelas 5 SD, Sivia juga sering pingsan. Tapi, saat Sivia kelas
6 SD kejadian itu tak pernah terulang lagi, dan sekarang ah! Mama Sivia sangat
takut Sivia akan seperti dulu saat ia kelas 5 SD.
“anak ibu tidak apa-apa kok bu, dia baik-baik saja. Mungkin dia hanya
kelelahan dan banyak beban fikiran. Besok juga sudah boleh pulang.” Ucap sang
dokter. “saya permisi keluar dulu ya bu. Nanti sore keadaan anak ibu akan saya
cek lagi. Sebentar lagi ia akan sadar kok bu.” Lanjut dokter itu sambil tersenyum.
“makasih dok.” Jawab mama Sivia yang sudah terlihat tenang.
Setelah dokter itu pergi, Mama Sivia masih belum menyadari bahwa ada Ray
juga di ruangan itu. “Siang tante...” sapa Ray takut-takut sambil menghampiri
mama Sivia yang duduk disebelah ranjang Sivia.
“Siang....” jawab mama Sivia sambil menoleh kearah Ray. “kamu pasti
Ray?” tanyanya dengan ramah, tanpa ada tanda marah sedikitpun.
Ray tersenyum dengan respon mama Sivia. Ia bisa sedikit bernafas lega
karena tak akan di marahi oleh mama Sivia. “Iya tan..” jawab Ray sambil terus
tersenyum.
“Maaf ya, Sivia jadi ngerepotin kamu.”
“engga kok tante, Ray engga ngerasa direpotin.” Ucap Ray.
“makasih ya sekali lagi.”
~
Setelah menunggu beberapa menit akhirnya Dr. Anwar keluar juga dari ruag
ICU. Omma Shilla yang sudah menunggu daritadi di ruang tunggu langsung menghampiri
dokter pribadi Shilla itu. Perasaan Omma sangat tak enak. Pasti ada sesuatu
dengan cucu satu-satunya itu.
“Dokter.... gimana keadaan Shilla?” tanya Omma dengan wajah dan nada suara
yang sangat terdengar khawatir.
“Kita bicarakan diruangan saya saja ya oma.” Jawab dokter yang terbilang
sudah sangat berpengalaman itu.
Omma berjalan mengikuti Dr. Anwar menuju ruangannya. Omma sangat
gelisah, Omma tau ada sesuatu yang tidak bers pasti. Sesampainya diruangan Dr.
Anwar, Dr. Anwar mempersilahkan omma untuk duduk dikursi yang ada didepan meja
kerjanya.
“jadi, giama keadaan Ashilla dok?” tanya oma sekali lagi. Sungguh kali
ini rasa khawatirnya sudah tidak dapat omma sembunyikan lagi.
~~~~~~~~~
Hiii~ akhirnya me ngepost part 16 jugaa yakaan=))
Ayooo tebaaakk Shilla kenapa tuh? Duh, semoga Shilla gapapa ya:')
part-part selanjutnya me bakalan nambahin 1 pemain baru *caelahpemain.haha dan me juga berharap cerita part-part selanjutnya semakin seruu ya guys!
btw, part 17nya masih me proses, kayanya prosesnya masih panjang. soalnya me belum nulis lagii:phehe i'm sorry deh. secepatnya me selesain pasti! oiya thanku buat yang sudah mau baca. makin hari partnya makin ngawur. eheh kan ini cuma fiksi niih, jadi kalo ada adegan-adegan yang menurut you agak berlebihan/lebay maapin yaa....apalagi me buat ceritanya tentang anak SMP.HEHEHE
okee byee! one more, thank you so much for reading my story;)
PART 17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar