Hari ini hari Senin dan hari ini
adalah hari dimana anak-anak sekolah mulai memasuki tahun ajaran baru. Menjadi
murid yang tingkatannya lebih tinggi dari sebelumnya. Setelah melewati liburan
selama 3 minggu. Ada yang senang karena akan segera bertemu dengan
teman-temannya dan bersenda gurau seharian setelah tiga minggu tidak bertemu
tapi ada juga yang merasakan kesedihan karena liburannya telah usai.
Yang dirasakan Ify hari ini adalah
yang kedua. Yaitu sedih. Bukan. Bukan karena ia merasa liburannya telah usai.
Tapi ia merasakan hampa yang begitu mendalam. Harusnya hari ini seperti
tahun-tahun sebelumnya, berjalan memasuki kelas yang sama dengan Shilla. Tapi
nyatanya toh hal itu tak akan terjadi juga.
Dan yang lebih menyakitkan adalah
bahkan sampai hari ini ia belum juga mendapatkan kabar baik mengenai Shilla.
Entahlah, mungkin hari-harinya nanti akan lebih berat lagi setelah ini. Bahkan
jauuuh lebih berat daripada saat ia dijauhi Shilla. Mungkin memang sekarang ia
tidak dijauhi Shilla, tapi takdirlah yang menjauhkan mereka sehingga membentang
jarak yang sangat luas. Bayangkan saja nanti saat Shilla sadar ia tidak akan
sekolah di sini lagi kan? Bayangkan betapa sepinya kehidupan Ify tanpa
Chilla-nya itu. Dulu saja saat dijauhi Shilla ia sudah merasakan kehilangan.
Sekarang? ia tidak bisa melihat Shilla lagi di sekolah ini. Padahal dulu Ify
masuk sekolah ini karena Shilla.
Lagipula memangnya saat Shilla sadar
nanti ia sudah memaafkan Ify? belum tentu kan. Bayangkan! Betapa pedihnya hati
Ify saat ini. Mungkin waktu Shilla marah dan menjauhi Ify, Ify masih bisa
melihatnya, meneliti setiap gerak-gerik Shilla, walaupun dari jauh. Tapi
sekarang? Huh.
Ify berjalan dengan lesu ke arah
kelasnya yang baru. Tapi walaupun kelas Ify baru, teman-temannya tetap yang
dulu. Yap. Karena kelas Ify –yang dulunya juga kelas Shilla- adalah kelas
unggulan. Jadi murid di dalamnya tidak berubah sama sekali alias masih sama
dengan tahun ajaran kemarin tak seperti kelas lainnya yang sudah berubah
siswa-siswinya.
Tiba-tiba ada sebuah tangan memukul
lengannya pelan. Ify menoleh kesal karena lengannya dipukul, walaupun pelan
tapikan sama saja. Ify melihat Cakka sedang nyengir di sebelahnya.
“lo lagi, lo lagi.” Ucap Ify dengan
nada –sok- kecewa.
Sedangkan Cakka hanya senyum-senyum
tidak jelas.
“ngapain lo senyum-senyum? Gila?
Janga deket-deket gue deh!” omel Ify.
“sensinya masih lanjut nih dari
semalem? Ya Elah fy fy. Semalem kayanya udah ketawa-ketawa deh lo.” Ucap Cakka
santai.
Ify hanya terdiam di sebelahnya.
Cakka tau wajah itu bukan wajah kesal atau kecewa tapi....wajah sendukah?
“kenapa lagi? Deva?” Ify terdiam
mendengar ucapan Cakka, bahkan ia sendiri lupa kalau hubungannya dengan Deva
masih belum membaik. Ia terlalu merasakan hatinya berdenyut perih ketika
menyadari recana tuhan untuknya dan Shilla saat ini. terpisah.
Tak lama kemudian Ify menggeleng
lemah.
“terus kenapa?” tanya Cakka semakin
penasaran. Mood Ify sumpah ya ngga bagus banget sih dari semalem, batinnya.
Ify terdiam tak menjawab. Pikirannya
melayang entah kemana.
“Woy! Ditanyaiin malah bengong. Awas
kesambet! Kelas kita kan nanti di gedung lama Fy. Banyak yang nungguin pasti
ya?” ledek Cakka sambil berpura-pura bergidik ngeri.
“Apasih jayus! Jelas-jelas semua
kelas XI di gedung baru.” Ify memutar bola matanya kesal.
“Ih gitu aja marah. Emang kenapa
sih?” Tanya Cakka yang semakin penasaran.
Mereka sudah sampai di kelas baru
yang akan mereka tempati setahun kedepan. Ify langsung mencari bangku kosong.
Tak sulit untuk menemukannya karena memang hampir semua bangku masih kosong.
Maklum kalau hari pertama begini pasti semuanya malas walaupun hanya sekedar
mengijakan kaki di sekolah, paling toh nanti juga hanya melihat upacara
penerimaan siswa-siswi baru. Tapi ini kelasnya kenapa benar-benar sepi tidak
ada orang sih?
Cakka ikut mencari bangku yang kosong.
Tapi sayangnya di depan dan di belakang meja Ify sudah terisi orang lain.
Walaupun orang itu hanya ada tasnya saja di atas meja. Akhirnya Cakka memilih
kursi di samping kiri meja Ify. Entah mengapa sejak dulu ia tidak pernah mau
duduk satu meja dengan perempuan. Karena dulu sekali saat masih di sekolah
dasar ia memilih duduk dengan perempuan. Namun entah mengapa Cakka semakin
lama, perempuan itu semakin menjauhinya dan seakan Cakka akan menerkamnya.
Makanya Cakka jadi tidak nyaman duduk dengan perempuan. Siapapun itu.
“Fy! Cerita dong. Jangan jadi kaya
mumi gitu deh.” Cakka menarik bangkunya ke sisi kiri meja Ify.
“bawel ah lo kaya nyokap-nyokap lagi
ngeliat diskon 70%. Ribet. Heboh.” Omel Ify.
Cakka yang dikatain begitu cuma
ketawa-ketawa garing saja. Tidak beriat membalas. Apalagi marah pada Ify.
“Gila kan sekarang malah
ketawa-ketawa.” Ify memandang Cakka dengan wajah geli dengan sikap Cakka yang
mm...tidak jelas.
“Abisnya lo juga gitu gamau cerita
sama gue. Enough ya fy lo diemin gue semalem.” Kata Cakka dengan memasang
tampang sok memelas yang membuat Ify semakin geli.
“Iya iya! Lagian semalem gue udah
cerita sih sama lo.” Jawab Ify dengan wajah sok tak peduli dengan tampang melas
Cakka.
“Tapi muka lo maki lecek gitu
daripada semalem. Harusnya kan tadi pagi udah lo gosok dulu fy biar ga lecek
lagi.” Balas Cakka sekenanya
“Super jayus.” Ify memutar bola
matanya mendengar ucapan Cakka yang aneh itu.
Lagi-lagi Cakka hanya tertawa. Aneh
memang hari ini ia merasa moodnya sedang sangat membaik. Semoga pertanda baik
deh ya.
Ify mengangkat kedua bahunya lalu
menghela nafas berat. “pernah ngga sih lo ngerasain terpisah jauh banget sama
orang yang selalu deket sama lo? Gue cuma engga bisa bayangin aja gimana nanti
kehidupan gue di sekolah tanpa Chilla. Gue yang biasanya apa-apa sama dia,
cerita-cerita sama dia, kemana-mana sama dia. Sekarang? bahkan gue udah engga
bisa liat dia di sekolah.” Akhirya Ify memulai ceritanya. Mengingat Cakkalah
yang akhir-akhir mengerti perasaannya, mungkin karena Cakka merasakan hal yang
samakan? Sama-sama kehilangan Shilla.
“Oke....mungkin akhir-akhr ini
hubungan gue sama dia emang sama sekali ngga bagus. Tapikan, setidaknya saat
itu gue masih bisa merhatiin dia walaupun dalam diam. Sekarang? gue sedih
banget kka kalo harus terima kenyataan kaya gini.” lanjut Ify.
Lagi-lagi –seperti semalam- Cakka
hanya diam mendengarkan curhatan Ify. Ia sama sekali tak berniat berkomentar Ify
cengeng, Ify berlebihan ataupun apa, karena sesunggunya ia merasakan hal yang
sama. Shilla akan semakin jauh darinya, apakah berarti ia akan semakin susah
untuk mendapat hati gadis itu?
“Mungkin ini alasan kenapa Tuhan
ngejauhin gue sama dari Chilla belakang ini. Biar gue siap saat gue harus
bener-bener jauh dari dia.” Ucap Ify dengan nada senang yang dipaksakan.
“Mungkin. Tapi jangan gitu lah fy.
Kan yang jauh cuma sekolahnya aja, kita masih bisa main ke rumah dia kan?”
hibur Cakka
Ify mengangkat kedua bahunya lagi.
“Kalo nanti dia maafin gue? Kalo engga?”
Benar juga ya, batin Cakka. Tapi tak
sampai 5 detik ia segera menghilangkan fikiran buruk itu. Lalu menggeleng.
“Ngga lah! Gue yakin ko Shilla pasti maafin lo. Percaya deh sama gue.” Jawab
Cakka yakin.
“Kenapa lo yakin banget gitu?” Tanya
Ify tetap dengan wajah sendunya.
“Ya kenapa ya. Sekarang gini deh,
waktu itu kata Via, Shilla jauhin lo gara-gara lo deket banget sama gue kan?
Dia jadi salah paham. Nah, nanti pas dia sadar kita harus jelasin semuanya sama
dia. Gue yakin pasti dia mau dengerin kita dan ngga marah lagi sama lo.” Jelas
Cakka sambil menampilkan jejeran giginya yang rapih.
Iya juga ya benar apa yang dikatakan
Cakka. Duh, Cakka ini emang paling bisa ya mencari solusi terbaik.
Tapi...tiba-tiba pikiran Ify teralihkan pada seseorang yang belum juga
menghubunginya dari semalam.....Deva.
“Kka, masa Deva belum ngehubungin
gue juga sih dari semalem?” wajah Ify mulai berubah tak semangat lagi.
“Fy, fy...terus kalo dia engga
ngehubungin lo, lo juga ngga ngehubungin dia? Itumah namanya kalian berdua sama
aja. Sama-sama egois.” Kata Cakka bangkit dari tempat duduknya dan menggeser
bangkunya ke tempat semula.
Ify ikut bangkit melihat tingkah
Cakka. “Eh, lo mau kemana kka?” tanyanya.
“Mau lo yang bilang dia duluan? Atau
gue yang buat dia greet lo duluan?” tanya Cakka sok misterius.
“Iya iya deh gue yang greet dia
duluan. Jangan bilang apa-apa sama dia please!” pinta Ify.
Cakka tak menghiraukannya, ia
berjalan menuju pintu kelasnya dan hendak keluar.
“Kkka! Jangan bilang ke dia dong
ah!” Ify memohon paa Cakka yang kemudian membalikan badannya menghadap Ify yang
masih berdiro terdiam di balik mejanya.
“Apaansih? Siapa juga yang mau
nyamperin Deva. Orang gue mau ke kantin. Laper belum sempet sarapan.” Ucap Cakka
lalu melanjutkan perjalanannya dan menginggalkan Ify sendirian di kelas.
“Sialan banget sih! Dasar bejat!”
Ify menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu ia segera mengambil telepon genggamnya
dari kantong blazernya. Ia mengirimkan pesan singkat untuk seseorang yang
sangat ia ridukan, Deva.
To: myDev
I'm sorry if I made a mistake. I
dunno how. But seriously, i miss u so much. So please forgive me, Dev. Our
behavior makes me hurt. So please stop it. Aku mau cerita-cerita sama kamu:’(
Tak lama Deva pun membalas pesan
singkat Ify. Tak seperti yang ada dibayangan Ify bahwa Deva tak akan
memperdulikannya. Ternyata dia salah.
From: myDev
I'm sorry too. I'm sorry for being
selfish. I shouldn’t be mad at you yesterday:( Kamu hari ini sekolah kan? Nanti
pulang bareng ya Fy. Love u{}
Ify tersenyum lega ketika melihat
pesan dari Deva. Lalu iapun membalas pesan itu lagi.
To: myDev
Siaaappp boss!{}
Di tempat lain. Di kelas 8C, kelas
baru Deva. Ia tersenyum karena ia sangat bersyukur memiliki kekasih seperti
Ify.
*
Aku masih akan tetap menyimpanmu di hatiku, walaupun sudah ada yang lain disebelahmu maupun disebelahku.
Jam dinding di ruang tamu rumah Gabriel sudah menunjukan pukul 06.45 tapi mama Gabriel belum juga melihat anak sematawayangnya keluar dari kamarnya. Ia tau biasanya kalau hari sekolah seperti ini Gabriel sudah berada di dalam mobilnya jam segini.
"Rel. Arel!" panggil mama Gabriel.
Terdengar suara pintu terbuka dari lantai atas. Karena memang kamar gabriel berada di lantai 2. "Iya ma? Tunggu" jawab Gabriel sambil berjalan ke bawah ke tempat mamanya berada.
Mama gabriel sedikit terkejut melihat penampilan anaknya saat ini. Gabriel hanya memakai baju santai pagi ini, celana training abu-abu dan kaos polos yang memperlihatkan sisi kedewasaan Gabriel.
"Kamu bukannya hari ini udah masuk sekolah Rel?" Tanya mamanya bingung sambil memperhatikan anak sematawayangnya itu.
Gabriel mengangguk membenarkan ucapan sang mama, lalu ia duduk di sebelah mamanya yang masih menatapnya dengan tatapan bingung.
"Ko ga pake seragam? Kamu ngga berniat buat bolos kan hari ini?" tanya mamanya mulai mengintrogasi Gabriel.
Gabriel terdiam sebentar terlihat sedang berfikir. "aku emang berniat buat ga masuk ma hari ini. Tapi ngga bolos ko, Arel bilang sama temen arel kalo hari ini aku izin" jelas Gabriel. Lalu dengan tatapan khawatir menunggu tanggapan dari mamanya.
"Izin? kemana?" Tanya mamanya bingung. Perasaan hari ini ia tidak meminta sang anak menemaninya kemana-mana.
"Mmm......jenguk Chilla." ucap Gabriel ragu.
"Chilla sakit lagi? Sakit apa lagi? Yaampun kasian ya Chilla dari kecil dia emang udah sering sakit kan?" Tanya mama Gabriel antusias karena memang mama Gabriel juga sudah mengenal ia dari kecil. Bahkan dulu mama Gabriel suka sesekali merawat Chilla karena gadis itu suka sekali bermain di rumahnya bersama Gabriel sampai kelelahan.
Gabriel hanya mengangguk mengiyakan pertanyaan pertama dan terakhir mamanya saja. Kalau ia jawab pertanyaan ke dua nanti pertanyaannya akan merembet kemana-mana pasti "ko bisa?" dan blablabla. Dan pasti mamanya akan jauh lebih terkejut saat Gabriel bilang penyebabnya adalah anaknya ini. Yaaa walaupun Gabriel tidak sengaja. Iyalah gamungkin banget dia ngebiarin gadisnya itu sakit dengan sengaja. Tak. Akan. Pernah.
Merasa tak mendapatkan jawaban yang lengkap atas pertanyaannya mama gabriel meluncurkan pertanyaannya lagi pada Gabriel. "Tapikan hari ini kamu sekolah rel? gabisa besok atau nanti siang?" Tanya mamanya yang bingung juga mendengar pilihan waktu anaknya menjenguk Shilla. Kenapa harus pagi-pag begini? Kan biasanya waktu menjenguk itu siang hari atau sore hari.
"Lebih enak pagi-pagi ma, lagian ga pagi banget juga paling nanti jam 8an. Ga macet soalnya kalo siang? Wah macet banget. Terus hari ini di sekolah juga paling cuma upacara sama acara-acara setelah liburan ga jelas. Mending do someting yang lebih bermanfaatkan?" Gabriel mengeluarkan alasan yang memang sudah ia siapkan sedari tadi. Ia yakin sekali pasti mamanya akan bertanya hal ini.
Mama Gabriel terdiam, sempat tak percaya dengan jawaban konyol sang anak tapi nyatanya beliau hanya menggeleng mendengar alasan anaknya itu.
"Gimana ma? Bolehkan?" Tanya Gabriel disertai tatapan memohon.
"Yaudah. Hari ini aja ya rel. Mama ga mau kamu ga masuk lagi nanti. Kan kamu udah kelas 3." Mama Gabriel akhirnya mengizinkan, tak tega juga dengan Chilla.
Gabriel tersenyum sebelum menjawab ucapan mamanya. "Siaappp ma, pastii! Arel janjiii deh." Lalu memeluk tubuh mamanya sebentar dan segera berjalan kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap.
Mama Gabrielpun ikut tersenyum mendengar ucapan anak laki-lakinya itu. Ia sudah tumbuh dewasa sekarang. Ia pasti tau mana yang baik dan buruk untuk dirinya sendiri. Mama Gabriel juga percaya pada anaknya itu bahwa Gabriel tak akan mengada-ada untuk membolos apalagi dengan alasan Chilla. Mama Gabriel tau kalau anaknya itu sudah dari kecil tertarik dengan gadis cantik itu, dan mama Gabriel tak keberatan karena Shilla bisa jadi penyemangat Gabriel.
*
Finally guys part 21 di post juga kan? HAHAHA singkat banget kan? parah! maafin ya:( huhuhu okay makasih bgtbgtbgt buat yang masih nunggu cerita ini walaupun makin tijel makin ga jelas makin pendek makin makin makin ah sudahlah:(( okay ditunggu komentarnya ya plis bgt hehehehe sipdeh bhay! dan maaf ini jadi aneh gini ah payah deh ya
*
Finally guys part 21 di post juga kan? HAHAHA singkat banget kan? parah! maafin ya:( huhuhu okay makasih bgtbgtbgt buat yang masih nunggu cerita ini walaupun makin tijel makin ga jelas makin pendek makin makin makin ah sudahlah:(( okay ditunggu komentarnya ya plis bgt hehehehe sipdeh bhay! dan maaf ini jadi aneh gini ah payah deh ya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar