Senin, 12 Mei 2014

Rahasia Cinta Part 21

Hari ini hari Senin dan hari ini adalah hari dimana anak-anak sekolah mulai memasuki tahun ajaran baru. Menjadi murid yang tingkatannya lebih tinggi dari sebelumnya. Setelah melewati liburan selama 3 minggu. Ada yang senang karena akan segera bertemu dengan teman-temannya dan bersenda gurau seharian setelah tiga minggu tidak bertemu tapi ada juga yang merasakan kesedihan karena liburannya telah usai.


Yang dirasakan Ify hari ini adalah yang kedua. Yaitu sedih. Bukan. Bukan karena ia merasa liburannya telah usai. Tapi ia merasakan hampa yang begitu mendalam. Harusnya hari ini seperti tahun-tahun sebelumnya, berjalan memasuki kelas yang sama dengan Shilla. Tapi nyatanya toh hal itu tak akan terjadi juga.  


Dan yang lebih menyakitkan adalah bahkan sampai hari ini ia belum juga mendapatkan kabar baik mengenai Shilla. Entahlah, mungkin hari-harinya nanti akan lebih berat lagi setelah ini. Bahkan jauuuh lebih berat daripada saat ia dijauhi Shilla. Mungkin memang sekarang ia tidak dijauhi Shilla, tapi takdirlah yang menjauhkan mereka sehingga membentang jarak yang sangat luas. Bayangkan saja nanti saat Shilla sadar ia tidak akan sekolah di sini lagi kan? Bayangkan betapa sepinya kehidupan Ify tanpa Chilla-nya itu. Dulu saja saat dijauhi Shilla ia sudah merasakan kehilangan. Sekarang? ia tidak bisa melihat Shilla lagi di sekolah ini. Padahal dulu Ify masuk sekolah ini karena Shilla.



Lagipula memangnya saat Shilla sadar nanti ia sudah memaafkan Ify? belum tentu kan. Bayangkan! Betapa pedihnya hati Ify saat ini. Mungkin waktu Shilla marah dan menjauhi Ify, Ify masih bisa melihatnya, meneliti setiap gerak-gerik Shilla, walaupun dari jauh. Tapi sekarang? Huh.


Ify berjalan dengan lesu ke arah kelasnya yang baru. Tapi walaupun kelas Ify baru, teman-temannya tetap yang dulu. Yap. Karena kelas Ify –yang dulunya juga kelas Shilla- adalah kelas unggulan. Jadi murid di dalamnya tidak berubah sama sekali alias masih sama dengan tahun ajaran kemarin tak seperti kelas lainnya yang sudah berubah siswa-siswinya.


Tiba-tiba ada sebuah tangan memukul lengannya pelan. Ify menoleh kesal karena lengannya dipukul, walaupun pelan tapikan sama saja. Ify melihat Cakka sedang nyengir di sebelahnya.


“lo lagi, lo lagi.” Ucap Ify dengan nada –sok- kecewa.


Sedangkan Cakka hanya senyum-senyum tidak jelas.


“ngapain lo senyum-senyum? Gila? Janga deket-deket gue deh!” omel Ify.

“sensinya masih lanjut nih dari semalem? Ya Elah fy fy. Semalem kayanya udah ketawa-ketawa deh lo.” Ucap Cakka santai.


Ify hanya terdiam di sebelahnya. Cakka tau wajah itu bukan wajah kesal atau kecewa tapi....wajah sendukah?


“kenapa lagi? Deva?” Ify terdiam mendengar ucapan Cakka, bahkan ia sendiri lupa kalau hubungannya dengan Deva masih belum membaik. Ia terlalu merasakan hatinya berdenyut perih ketika menyadari recana tuhan untuknya dan Shilla saat ini. terpisah.


Tak lama kemudian Ify menggeleng lemah.


“terus kenapa?” tanya Cakka semakin penasaran. Mood Ify sumpah ya ngga bagus banget sih dari semalem, batinnya.


Ify terdiam tak menjawab. Pikirannya melayang entah kemana.


“Woy! Ditanyaiin malah bengong. Awas kesambet! Kelas kita kan nanti di gedung lama Fy. Banyak yang nungguin pasti ya?” ledek Cakka sambil berpura-pura bergidik ngeri.

“Apasih jayus! Jelas-jelas semua kelas XI di gedung baru.” Ify memutar bola matanya kesal.

“Ih gitu aja marah. Emang kenapa sih?” Tanya Cakka yang semakin penasaran.


Mereka sudah sampai di kelas baru yang akan mereka tempati setahun kedepan. Ify langsung mencari bangku kosong. Tak sulit untuk menemukannya karena memang hampir semua bangku masih kosong. Maklum kalau hari pertama begini pasti semuanya malas walaupun hanya sekedar mengijakan kaki di sekolah, paling toh nanti juga hanya melihat upacara penerimaan siswa-siswi baru. Tapi ini kelasnya kenapa benar-benar sepi tidak ada orang sih?


Cakka ikut mencari bangku yang kosong. Tapi sayangnya di depan dan di belakang meja Ify sudah terisi orang lain. Walaupun orang itu hanya ada tasnya saja di atas meja. Akhirnya Cakka memilih kursi di samping kiri meja Ify. Entah mengapa sejak dulu ia tidak pernah mau duduk satu meja dengan perempuan. Karena dulu sekali saat masih di sekolah dasar ia memilih duduk dengan perempuan. Namun entah mengapa Cakka semakin lama, perempuan itu semakin menjauhinya dan seakan Cakka akan menerkamnya. Makanya Cakka jadi tidak nyaman duduk dengan perempuan. Siapapun itu.


“Fy! Cerita dong. Jangan jadi kaya mumi gitu deh.” Cakka menarik bangkunya ke sisi kiri meja Ify.


“bawel ah lo kaya nyokap-nyokap lagi ngeliat diskon 70%. Ribet. Heboh.” Omel Ify.


Cakka yang dikatain begitu cuma ketawa-ketawa garing saja. Tidak beriat membalas. Apalagi marah pada Ify.


“Gila kan sekarang malah ketawa-ketawa.” Ify memandang Cakka dengan wajah geli dengan sikap Cakka yang mm...tidak jelas.

“Abisnya lo juga gitu gamau cerita sama gue. Enough ya fy lo diemin gue semalem.” Kata Cakka dengan memasang tampang sok memelas yang membuat Ify semakin geli.

“Iya iya! Lagian semalem gue udah cerita sih sama lo.” Jawab Ify dengan wajah sok tak peduli dengan tampang melas Cakka.

“Tapi muka lo maki lecek gitu daripada semalem. Harusnya kan tadi pagi udah lo gosok dulu fy biar ga lecek lagi.” Balas Cakka sekenanya

“Super jayus.” Ify memutar bola matanya mendengar ucapan Cakka yang aneh itu.


Lagi-lagi Cakka hanya tertawa. Aneh memang hari ini ia merasa moodnya sedang sangat membaik. Semoga pertanda baik deh ya.


Ify mengangkat kedua bahunya lalu menghela nafas berat. “pernah ngga sih lo ngerasain terpisah jauh banget sama orang yang selalu deket sama lo? Gue cuma engga bisa bayangin aja gimana nanti kehidupan gue di sekolah tanpa Chilla. Gue yang biasanya apa-apa sama dia, cerita-cerita sama dia, kemana-mana sama dia. Sekarang? bahkan gue udah engga bisa liat dia di sekolah.” Akhirya Ify memulai ceritanya. Mengingat Cakkalah yang akhir-akhir mengerti perasaannya, mungkin karena Cakka merasakan hal yang samakan? Sama-sama kehilangan Shilla.

“Oke....mungkin akhir-akhr ini hubungan gue sama dia emang sama sekali ngga bagus. Tapikan, setidaknya saat itu gue masih bisa merhatiin dia walaupun dalam diam. Sekarang? gue sedih banget kka kalo harus terima kenyataan kaya gini.” lanjut Ify.


Lagi-lagi –seperti semalam- Cakka hanya diam mendengarkan curhatan Ify. Ia sama sekali tak berniat berkomentar Ify cengeng, Ify berlebihan ataupun apa, karena sesunggunya ia merasakan hal yang sama. Shilla akan semakin jauh darinya, apakah berarti ia akan semakin susah untuk mendapat hati gadis itu?


“Mungkin ini alasan kenapa Tuhan ngejauhin gue sama dari Chilla belakang ini. Biar gue siap saat gue harus bener-bener jauh dari dia.” Ucap Ify dengan nada senang yang dipaksakan.

“Mungkin. Tapi jangan gitu lah fy. Kan yang jauh cuma sekolahnya aja, kita masih bisa main ke rumah dia kan?” hibur Cakka

Ify mengangkat kedua bahunya lagi. “Kalo nanti dia maafin gue? Kalo engga?”

Benar juga ya, batin Cakka. Tapi tak sampai 5 detik ia segera menghilangkan fikiran buruk itu. Lalu menggeleng. “Ngga lah! Gue yakin ko Shilla pasti maafin lo. Percaya deh sama gue.” Jawab Cakka yakin.

“Kenapa lo yakin banget gitu?” Tanya Ify tetap dengan wajah sendunya.

“Ya kenapa ya. Sekarang gini deh, waktu itu kata Via, Shilla jauhin lo gara-gara lo deket banget sama gue kan? Dia jadi salah paham. Nah, nanti pas dia sadar kita harus jelasin semuanya sama dia. Gue yakin pasti dia mau dengerin kita dan ngga marah lagi sama lo.” Jelas Cakka sambil menampilkan jejeran giginya yang rapih.


Iya juga ya benar apa yang dikatakan Cakka. Duh, Cakka ini emang paling bisa ya mencari solusi terbaik. Tapi...tiba-tiba pikiran Ify teralihkan pada seseorang yang belum juga menghubunginya dari semalam.....Deva.


“Kka, masa Deva belum ngehubungin gue juga sih dari semalem?” wajah Ify mulai berubah tak semangat lagi.

“Fy, fy...terus kalo dia engga ngehubungin lo, lo juga ngga ngehubungin dia? Itumah namanya kalian berdua sama aja. Sama-sama egois.” Kata Cakka bangkit dari tempat duduknya dan menggeser bangkunya ke tempat semula.

Ify ikut bangkit melihat tingkah Cakka. “Eh, lo mau kemana kka?” tanyanya.

“Mau lo yang bilang dia duluan? Atau gue yang buat dia greet lo duluan?” tanya Cakka sok misterius.

“Iya iya deh gue yang greet dia duluan. Jangan bilang apa-apa sama dia please!” pinta Ify.


Cakka tak menghiraukannya, ia berjalan menuju pintu kelasnya dan hendak keluar.


“Kkka! Jangan bilang ke dia dong ah!” Ify memohon paa Cakka yang kemudian membalikan badannya menghadap Ify yang masih berdiro terdiam di balik mejanya.

“Apaansih? Siapa juga yang mau nyamperin Deva. Orang gue mau ke kantin. Laper belum sempet sarapan.” Ucap Cakka lalu melanjutkan perjalanannya dan menginggalkan Ify sendirian di kelas.

“Sialan banget sih! Dasar bejat!” Ify menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu ia segera mengambil telepon genggamnya dari kantong blazernya. Ia mengirimkan pesan singkat untuk seseorang yang sangat ia ridukan, Deva.


To: myDev

I'm sorry if I made ​​a mistake. I dunno how. But seriously, i miss u so much. So please forgive me, Dev. Our behavior makes me hurt. So please stop it. Aku mau cerita-cerita sama kamu:’(


Tak lama Deva pun membalas pesan singkat Ify. Tak seperti yang ada dibayangan Ify bahwa Deva tak akan memperdulikannya. Ternyata dia salah.


From: myDev

I'm sorry too. I'm sorry for being selfish. I shouldn’t be mad at you yesterday:( Kamu hari ini sekolah kan? Nanti pulang bareng ya Fy. Love u{}


Ify tersenyum lega ketika melihat pesan dari Deva. Lalu iapun membalas pesan itu lagi.


To: myDev

Siaaappp boss!{}


Di tempat lain. Di kelas 8C, kelas baru Deva. Ia tersenyum karena ia sangat bersyukur memiliki kekasih seperti Ify.


*
Aku masih akan tetap menyimpanmu di hatiku, walaupun sudah ada yang lain disebelahmu maupun disebelahku.

Jam dinding di ruang tamu rumah Gabriel sudah menunjukan pukul 06.45 tapi mama Gabriel belum juga melihat anak sematawayangnya keluar dari kamarnya. Ia tau biasanya kalau hari sekolah seperti ini Gabriel sudah berada di dalam mobilnya jam segini.




 "Rel. Arel!" panggil mama Gabriel.

Terdengar suara pintu terbuka dari lantai atas. Karena memang kamar gabriel berada di lantai 2. "Iya ma? Tunggu" jawab Gabriel sambil berjalan ke bawah ke tempat mamanya berada.


Mama gabriel sedikit terkejut melihat penampilan anaknya saat ini. Gabriel hanya memakai baju santai pagi ini, celana training abu-abu dan kaos polos yang memperlihatkan sisi kedewasaan Gabriel.


"Kamu bukannya hari ini udah masuk sekolah Rel?" Tanya mamanya bingung sambil memperhatikan anak sematawayangnya itu.


Gabriel mengangguk membenarkan ucapan sang mama, lalu ia duduk di sebelah mamanya yang masih menatapnya dengan tatapan bingung.


 "Ko ga pake seragam? Kamu ngga berniat buat bolos kan hari ini?" tanya mamanya mulai mengintrogasi Gabriel.

Gabriel terdiam sebentar terlihat sedang berfikir. "aku emang berniat buat ga masuk ma hari ini. Tapi ngga bolos ko, Arel bilang sama temen arel kalo hari ini aku izin" jelas Gabriel. Lalu dengan tatapan khawatir menunggu tanggapan dari mamanya.

"Izin? kemana?" Tanya mamanya bingung. Perasaan hari ini ia tidak meminta sang anak menemaninya kemana-mana.

"Mmm......jenguk Chilla." ucap Gabriel ragu.

"Chilla sakit lagi? Sakit apa lagi? Yaampun kasian ya Chilla dari kecil dia emang udah sering sakit kan?" Tanya mama Gabriel antusias karena memang mama Gabriel juga sudah mengenal ia dari kecil. Bahkan dulu mama Gabriel suka sesekali merawat Chilla karena gadis itu suka sekali bermain di rumahnya bersama Gabriel sampai kelelahan.


Gabriel hanya mengangguk mengiyakan pertanyaan pertama dan terakhir mamanya saja. Kalau ia jawab pertanyaan ke dua nanti pertanyaannya akan merembet kemana-mana pasti "ko bisa?" dan blablabla. Dan pasti mamanya akan jauh lebih terkejut saat Gabriel bilang penyebabnya adalah anaknya ini. Yaaa walaupun Gabriel tidak sengaja. Iyalah gamungkin banget dia ngebiarin gadisnya itu sakit dengan sengaja. Tak. Akan. Pernah.


Merasa tak mendapatkan jawaban yang lengkap atas pertanyaannya mama gabriel meluncurkan pertanyaannya lagi pada Gabriel. "Tapikan hari ini kamu sekolah rel? gabisa besok atau nanti siang?" Tanya mamanya yang bingung juga mendengar pilihan waktu anaknya menjenguk Shilla. Kenapa harus pagi-pag begini? Kan biasanya waktu menjenguk itu siang hari atau sore hari.

"Lebih enak pagi-pagi ma, lagian ga pagi banget juga paling nanti jam 8an. Ga macet soalnya kalo siang? Wah macet banget. Terus hari ini di sekolah juga paling cuma upacara sama acara-acara setelah liburan ga jelas. Mending do someting yang lebih bermanfaatkan?" Gabriel mengeluarkan alasan yang memang sudah ia siapkan sedari tadi. Ia yakin sekali pasti mamanya akan bertanya hal ini.


Mama Gabriel terdiam, sempat tak percaya dengan jawaban konyol sang anak tapi nyatanya beliau hanya menggeleng mendengar alasan anaknya itu.

"Gimana ma? Bolehkan?" Tanya Gabriel disertai tatapan memohon.

"Yaudah. Hari ini aja ya rel. Mama ga mau kamu ga masuk lagi nanti. Kan kamu udah kelas 3." Mama Gabriel akhirnya mengizinkan, tak tega juga dengan Chilla.


Gabriel tersenyum sebelum menjawab ucapan mamanya. "Siaappp ma, pastii! Arel janjiii deh." Lalu memeluk tubuh mamanya sebentar dan segera berjalan kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap.


Mama Gabrielpun ikut tersenyum mendengar ucapan anak laki-lakinya itu. Ia sudah tumbuh dewasa sekarang. Ia pasti tau mana yang baik dan buruk untuk dirinya sendiri. Mama Gabriel juga percaya pada anaknya itu bahwa Gabriel tak akan mengada-ada untuk membolos apalagi dengan alasan Chilla. Mama Gabriel tau kalau anaknya itu sudah dari kecil tertarik dengan gadis cantik itu, dan mama Gabriel tak keberatan karena Shilla bisa jadi penyemangat Gabriel.

*

Finally guys part 21 di post juga kan? HAHAHA singkat banget kan? parah! maafin ya:( huhuhu okay makasih bgtbgtbgt buat yang masih nunggu cerita ini walaupun makin tijel makin ga jelas makin pendek makin makin makin ah sudahlah:(( okay ditunggu komentarnya ya plis bgt hehehehe sipdeh bhay! dan maaf ini jadi aneh gini ah payah deh ya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar