Senin, 24 Februari 2014

Rahasia Cinta part 20

Valerry duduk sendiri di tepi kolam renang milik Omanya sambil memasukan kedua kakinya. Tiba-tiba Valery teringat sesuatu. Yap. Besok adalah hari pertamanya menjadi murid kelas 8. Tapi sungguh, ia masih sangat bingung sekali. Ia bingung apa dia harus pulang ke rumahnya di Yogyakarta atau tetap tinggal disini bersama Oma?


Tapi entah mengapa hatinya tetap ingin berada disini menemani Oma dan Shilla. Entahlah apa yang mendorong tekadnya begitu kuat sehingga bisa berfikir untuk menetap disini. Padahal Valerry tau betul bahwa ia dan Shilla tak pernah dekat. Ada saja yang selalu Valerry irikan dari Shilla.


Valerry menggerakan kedua kakinya. Brrr… Dingin sekali rasanya. Ia melihat jam yang bertengger rapih di tangan kirinya. Sudah pukul 8 malam. Tapi Oma belum pulang dari rumah sakit. Pasti Oma akan menginap lagi di rumah sakit. Huh. Shilla ini menyusahkan oranglain saja! Batinnya.


“Vel?”



Vallery tau bahwa di rumah Oma sedang tidak ada orang selain pembantu-pembantunya karena papa dan mamanya sudah pulang tadi siang. Tapi tunggu. Tunggu. Ia mendengar sesuatu. Ada yang memanggilnya kah? Tapi siapa? Tidak mungkinkan salah satu pembantunya memanggil namanya saja? Biasanya kan dengan sebutan ‘non’


Valerry mengangkat kedua kakinya lalu segera bangkit, saat ia membalikan badannya betapa terkejutnya ia melihat tante dan omnya yang sedang bekerja di luar negeri yang nan jauh di sana sudah ada di hadapannya saat ini. yap, Tante Clarissa dan Om Bramantyo. Ayah dan Ibunda Shilla. Tiba-tiba.........mampus gue, batinnya kebingungan.


“Oma mana Vel?” tanya Tante Clarissa.

“Eh, tante sama om udah pulang? Sampenya kapan tante? Ko ngga ngabarin?” tanya Valerry berusaha semampunya untuk tidak kelihatan sedang menutupi sesuatu.

“Iyanih, barusan aja sampe. Sengaja mau buat surprise buat Chilla. Ko kamu ada di sini Vel?” tanya Clarissa yang masih penasaran. Sedangkan Om Bramantyo sudah duduk sambil merenggangkan otot-ototnya di kursi yang ada di dekat kolam renang.

Valerry berjalan maju mendekati Clarissa. “Tante pasti cape banget ya, setelah perjalanan jauh? Kita masuk dulu yuk tan, kasian tuh Om Bramnya kecapean. Yuk Om masuk.” Valerry menarik tangan Clarissa. Entah mengapa rasanya hangat sekali. Seperti sentuhan seorang ibu dengan penuh kasih sayang kepada anaknya.


Clarissa merasa tertegun dengan apa yang dilakukan Valerry. Tubuhnya kaku. Sungguh, seperti inikah rasanya?


Sesampainya di sofa ruang tamu Valerry segera mempersilahkan Clarissa dan Bramantyo duduk. “Om, Tante. Haus ya pasti? Nanti aku suruh bibi bikini minum ya? Mau apa tante? Om? Teh anget? Kopi? Coklat panas? Atau sirup?” ah taulah! Biar saja ia ngawur setidaknya dapat mengulur waktu sampai oma pulang. Hmm, apa malam ini oma menginap ya? Duh bagaimana ini?, batinya sedikit mulai panic.

“Kaya sama siapa aja sih vel.” Sekarang giliran Om Bramantyo yang bersuara.

“hehe gapapa Om. Kan ada tamu jauh.” Jawab Valerry sambil menggaruk bagian belakang kepalanya yang sama sekali tidak gatal. Ya ampun.....

Tante Clarissa hanya tersenyum.  “Di rumah lagi ngga ada siapa-siapa ya Vel?” tanyanya.

“Mmm.... iyanih tan, aku sendirian.hehe” aduhhh, ini gimanaaa. Valerry semakin bingung. Apa jujur saja ya? Tapi......

“Oma sama Chilla kemana?” tanya Om Bramantyo. Oh Shit........

“Mmmm... gimana kalo tante sama om telpon oma aja?” usul Valerry. –lagi-lagi- sambil menggaruk kepala bagian belakangnya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali.

“Loh? Emang kamu gatau Oma kemana?” tanya Clarissa dengan raut wajah bingung.


Aku, tau...... Oma lagi di rumah sakit nemenin Chilla yang koma, batinnya.


“Vel?”

“mmm....iya...aku...akkkuu...gatau.hehe” aduh, kenapa pake gagap segala sih Vel? Ish bodoh!, batinnya melanjutkan. Lalu  Valerry tersenyum dipaksakan.

“yaudah lah pa, telpon mami aja coba.”  Ucap Clarissa.


Bramantyo menekan beberapa nomor yang tertera di layar handphone touchscreennya lalu kemudian mendekatkan handphonenya ke telinga.


Tut.....tut.....


*


Malam ini Oma menjaga Shilla ditemani dengan Ify dan Cakka. Sebenarnya Oma sudah memaksa Cakka dan Ify pulang, tetapi mereka menolaknya dengan halus. Padahal besok adalah hari pertama mereka sekolah, tapi Ify dan Cakka tetap bersikeras untuk tetap menemani oma di sini.


Ify dan Cakka sedang duduk di sofa sambil sibuk bermain gadget masing-masing. Kalo Ifysih paling juga sedang chatting dengan Deva. Cakka sendiri sedang mendengarkan lagu sambil bermain game kesukaannya. Tiba-tiba Handphone oma yang diletakkan di meja di depan Ify dan Cakka berdering. Ada telpon sepertinya. Oma yang menyadari hal itu langsung bergegas berjalan ke meja untuk mengangkat telpon tersebut.


Handphone sudah ada di tangan oma, tapi....oma tidak langsung menjawab panggilan itu. Ify dan Cakka menatap oma dengan tatapan telpon-dari-siapa-?


“dari Mamanya Chilla.” Ucap Oma pelan sambil menghela nafas.


Ify dan Cakka berpandangan sebentar. Lalu Ify mengangguk tak kentara pada oma, mengisyaratkan agar oma menjawab telpon itu.


“Assalamu’alaikum” sapa oma pelan. Sangat pelan, hampir tak terdengar.

“Wa’alaikum salam. Mam, lagi di mana?” tanya Clarissa to the point.

“Mmm....Mami.... lagi di rumah sakit Cornelius.”

“Ngapain mi? Siapa yang sakit? Chilla juga ada disana?”

“Iya. Kamu kalau mau kesini aja. Mungkin mami masih lama disini.” Jawab Oma pasrah dengan segala hal kemungkinan terburuk yang nantinya akan terjadi.

“Tapi siapa yang sa.....” tut.tut.tut. Clarissa belum menyelesaikan ucapannya tetapi sambungan sudah diputus oleh oma.


Oma meletakan handphonenya di meja. lalu kembali ke sofa. Oma menutup mata dan menghela nafas panjang. Ify hanya bisa memeluk oma dari samping. Berharap oma bisa dengan tabah melalui semua ini. Ify tau pasti oma sangat merasa bersalah dengan keadaan Shilla sekarang. Tapi semua memang sudah takdirnya kan?


“Oma, Cakka ke mini market sebentar ya. Fy, gue keluar sebentar.” kata Cakka. Cakka bingung, ia tak tau harus apa sekarang. dan ia merasakan pula cacing di perutnya sudah berdemo karena memang dia belum makan dari tadi siang.


Oma mengangguk. Begitu juga Ify.


*


Clarissa dan Bramantyo sudah sampai di Rumah Sakit Cornelius. Valerry juga iku bersama mereka. Sepanjang perjalanan tadi Valerry hanya bisa berdiam diri. Entah bagaimana Valerry mendeskripsikan perasaannya. Rasanya hangat, seperti sedang bersama kedua orang tuanya. Tapi......sebenarnya rasa berbeda. Kali ini benar-benar hangat. Entahlah ia sendiri tak mengerti.


“Vel?” panggil Clarissa yang sudah turun dari mobil dan bingung melihat Valerry yang masih duduk terdiam di dalam mobil.

“Veli?” panggilnya sekali lagi.

“Ha? Iya ma?” Valerry tersadar kalau ia sedang melamun. Eh? Tunggu-tunggu ko Ma? Aduh Veli bodoh lo kenapasih dari tadi........

“kamu ngga turun?” tanya Clarissa yang pura-pura tidak mendengar apa yang diucapkan Valerry tadi. Entahlah hatinya terlalu munafik untuk menyadarinya.

“Oh iya tante” Valerry langsung turun dan menghampiri Clarissa. “Tan, aku laper nih pengen ke mini market dulu ya. Tante langsung aja ke kamar VVIP 3 lantai 5, nanti Veli nyusul. Bye” Valerry langsung berlari menjauhi om dan tantenya itu.

“ada apasih sebenarnya? Daritadi anak itu aneh sekali tingkahnya.” Tanya Bramantyo yang berjalan mendekati istrinya.

“aku juga ngga tau. Tapi rasanya nyaman sekali mas.” Ucap Clarissa agak melantur dari topic pembicaraan.

“sudah yuk. Tadi katanya kita ke lantai berapa?” tanya Bramantyo lagi.

“Lantai 5. VVIP 3.” Jawab Clarissa lalu mulai berjalan.


*


Membiarkanmu pergi adalah sebuah kebodohan terbesarku. Tetaplah disini, bersamaku sampai kapanpun....


Kamar VVIP 3, Lantai 5.


Clarissa terdiam sebentar ketika sampai tepat di depan pintu kamar rawat tersebut. Tadi di depan ada satpam yang menanyakan hubungannya dengan Shilla. Berarti Shillakah yang sakit? Tapi sakit apa? Entah mengapa ia merasa kakinya melemas. Chilla.........kamu kenapa nak?, batinnya lirih.


Tok.tok.tok


Oma segera bangkit dari sofa. Oma tau siapa yang datang. Oma menghela nafas terlebih dahulu sebelum membuka pintu. Ify hanya terdiam, ia bingung juga harus apa sekarang. perasaannya benar-benar tak karuan. Tuhan, aku mohon dengan kehadiran orang tua Shilla bisa membuat keadaan Shilla lebih baik dari pada saat ini, do’anya dalam hati.


Pintu sudah terbuka. Tapi Clarissa hanya bisa terdiam di depan pintu tanpa bergerak sedikitpun, tanpa berkata apapun. Ia hanya bisa terdiam. Hatinya terpukul sekali. ‘Tuhan….ampuni segala dosa hamba-Mu ini, jangan limpahkan semuanya pada anak ku…’,batinnya. Tiba-tiba Clarissa tersadar saat suaminya mendorongnya agar segera masuk.


Saat sudah berada di sebelah ranjang Shilla, lagi-lagi ia hanya bisa terdiam melihat keadaan anak perempuannya yang sudah semakin beranjak dewasa. Shilla –masih seperti kemarin-kemarin- terbaring di ranjang rumah sakit tanpa membuka matanya sama sekali. Matanya terpejam begitu damai. Wajahnya seakan-akan memberitahu pada semua orang yang melihatnya bahwa ia tidak apa-apa. Ia baik-baik saja. Tapi Clarissa, sebagai ibunda kandung Shilla bisa merasakan kalau anak perempuannya ini tidak sedang baik-baik saja. ‘Oh Tuhan….Chilla….maafkan mama…’, batinnya mengerang lagi-lagi. Air matanya mulai menuruni kedua pipi halusnya. Membentuk bekas yang sangat kentara.


Bramantyo mengelus pundak istrinya dengan kasih sayang sambil terus memberikan kekuatan kesabaran pada isitrinya. Sebenarnya Bramantyo sendiri merasakan betapa sangat sakit hatinya melihat putrinya yang cantik terbaring lemah seperti ini. Tapi sekuat apapun ia mencoba menampiknya, mencoba menjadi kuat di depan istri dan anaknya -yang entah dia sendiri tidak mengerti tau atau tidak-. Untuk urusan bisnis memang mungkin ia juaranya tapi sangat disayangkan untuk urusan mengurus anak ia sangat buruk. Ia memang bos yang baik tapi ia tak pernah bisa menjadi ayah yang baik.


“Maafkan Mami, Clarissa….Bram….Mami sudah lalai menjaga Chilla…mami tidak bisa menjaga amanat dari kalian berdua….maafkan Mami….” Lirih oma perlahan. Tubuhnya bergetar menahan tangis yang memang sudah ia tahan sedari tadi.


Clarissa hanya bisa tediam sambil terus memnadangan Shilla. Fikirannya kacau. Lalu tiba-tiba bahunya bergetar hebat. Air mata yang ia tahan-tahan akhirnya tumpah semua seakarang. Ia benar-benar sudah tak tahan. Ini semua salahnya. Clarissa langsung memeluk oma dan menumpahkan semua tangisnya di bahu oma. Memeluk Oma erat seperti anak kecil yang ketakutan sehabis melakukan kesalahan.


“Mami…..Clarissa sudah gagal menjadi orang tua yang baik…Clarissa ingin menjadi seperti mami yang selalu bisa menjaga Clarissa dan mas Galih. Bahkan sampai hari ini..Clarissa sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal Mam…Clarissa tidak ingin kehilangan Chilla….” Ucap Clarissa seperti anak kecil.


Oma agak terkesiap mendengar ucapan Clarissa. Lalu dengan cepat oma menggeleng dan melepaskan pelukan Clarissa perlahan dan menatap kedua mata bulat anak perempuannya yang sudah sangat dewasa ini.


“Kamu tidak pernah gagal ssa…mungkin hanya caramu saja yang kurang tepat. Chilla tidak butuh kekayaan kamu, Chilla tidak butuh jabatan kamu dan Bram di kantor. Chilla hanya butuh kasih sayang dari kalian. Chilla butuh kalian. Chilla itu anak yang baik.” Jawab Oma.


Clarissa hanya bisa menggeleng pelan. Air matanya belum juga berhenti.


“Kamu tidak perlu menjadi yang sempurna untuknya. Tunjukan saja siapa kamu sebenarnya. Chilla pasti bisa mengerti. Dia tidak pernah menuntut apa-apa dari kedua orang tuanya. Lalukan yang terbaik buatnya, Clarissa. Masih ada waktu untuk memperbaiki semuanya.” Lanjut Oma sambil menghapuskan air mata di pipi anak perempuannya ini. Lalu memeluknya lagi sambil mengelus rambutnya.


Sungguh. Sudah lama sekali oma tidak melakukan hal ini pada anak-anaknya yang sudah dewasa dan sudah memiliki kesibukan sendiri-sendiri itu. “I will always love you…even if you forget me later..” ucap oma lembut.


“I would never do that, Mam. I love you so much.. Thank you for everything.” jawab Clarissa lalu mencium kening Maminya lembut.

“don’t mention it. it is the duty a mother. Do it to your daughter.”

“I will. Thank you once again, Mam.”


Oma hanya tersenyum dan mengangguk lalu melepaskan pelukannya.


Clarissa mengalihkan pandangannya kearah Shilla lagi. Lalu mencium pipi anak perempuannya itu. “Maafin mama, sayang.” Katanya dengan penuh penyesalan. Lalu menggenggam tangan anaknya erat. “Maafin papa juga ya, Shill.” Bramantyo mrnambahkan ucapan istrinya.


Ify yang sedari tadi hanya bisa terdiam melihat adegan yang begitu mengharukan di depannya. Entahlah, rasanya bahagia tapi menyedihkan juga. Bahagia karena bagaimana bisa ia tidak turut berbahagia melihat sahabatnya yang sudah lama menantikan kehadiran kedua orang tuanya akhirnya bisa dipertemukan lagi. Tapi disisi lain Ify merasakan kesedihan juga, mengapa baru sekarang ketika keadaan Shilla sedang sangat memburuk seperti saat ini kedua orang tuanya baru merasakan kehilangan.


Tapi, Ify tau kalau sebenarnya dari lubuk hati terdalam kedua orang tua Shilla sangat mencintai dan menyayangi anak semata wayangnya itu.


Ify mengambil telepon genggamnya di dalam tas selempangnya yang ia letakan di meja di hadapannya. Lalu ia menuliskan pesan singkat untuk Cakka yang sedari tadi sedang berada di mini market dan belum kembali ke sini.


To: Cakka Nrg

Kka, kita pulang skrng aja ya. Ada mama & papa Chilla. Gue gaenak nih, mrk lagi pada serius banget soalnya.


Tak lama handphone Ify bergetar menandakan adanya balasan pesan dari Cakka.


From: Cakka Nrg

Ha? Are u seriously? Ada mama papa Shilla? Yaudah lo langsung ke lobby aja deh fy. Gue nunggu disana aja ya. Salam buat oma.


Ify memasuka kembali Handphonenya ke dalam tas selempangnya, ia tidak berniat membalas pesan itu terlebih dahulu. Lalu Ify pun segera berpamitan kepada yang ada di ruangan ini. sebenarnya ia agak ragu merusak moment yang mengharukan ini. Tapi yasudahlah mau bagaimana lagi.


“Mmm...permisi oma, tante, om... Maaf aku ganggu. Tapi, aku mau izin pulang dulu ya.” Ucap Ify agak ragu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal menandakan ia bingung.

“Eh iya yaampun fy maaf ya dari tadi tante engga sadar ada kamu. Aduh, maaf banget ya fy.” Ucap Clarissa sambil menoleh kea rah Ify yang sudah bersiap untuk segera pulang.

“Iya engga apa-apa ko tante. Ify juga ngerti. Malah, harusnya Ify yang minta maaf karena sudah mengganggu di sini.”

“Kamu engga ganggu ko Fy. Ganggu gimana coba? terimakasih ya fy sudah mau menemani Chilla.”

“Iya tante sama-sama. Tapi itu memang sudah keinginan aku ko menemani Chilla di sini, aku senang.” Kata Ify dibarengi dengan senyuman yang menandakan bahwa ia benar-benar ikklas.


Ify berjalan kearah ranjang dimana Shilla berada di atasnya. Clarissa mundur beberapa langkah memberikan ruang untuk Ify berdiri di samping anaknya itu.


“Chill, gue pulang dulu ya. Baik-baik di sini. Udah ada mama papa lo tuh. Cepet sadar ya, Chill. Kita semua kangen banget sama lo. I love you and i miss you so much.” Kata Ify kepada Shilla. Lalu ia mendekatkan wajahnya kea rah telinga Shilla. “Ada salam dari your Prince, Cakka.” Ify tersenyum menggoda. “sekali lagi cepet bangun ya.” Ify segera mendaratkan ciumannya di kening sahabat tersayangnya itu.

“Terimakasih ya fy sudah mau meluangkan waktu liburanmu di sini.” Ucap Oma sambil tersenyum

“aku seneng ko oma bisa berlibur sama Chilla.” Ify tersenyum dipaksakan. Sungguh, hatinya sakit mendengar ucapannya sendiri. Ia sebenarnya ingin sekali berlibur yang sebenarnya bersama Shilla. Tapi nyatanya.....

Oma segara memeluk Ify. “terimakasih ya Fy sekali lagi.” Oma mengusap lembut rambut panjang terurai Ify.

“Iya sama-sama ya oma. ada salam dari Cakka.” Bisik Ify di pelukan oma.

Oma melepaskan pelukannya. “salam juga ya buat dia. Bilang terimakasih juga.” Kata oma lagi.


Ify hanya mengangguk dan tersenyum sekali lagi.


“Pulang ya oma, tante, om. Permisi.” Ucap Ify sopan. Lalu berjalan meninggalkan ruangan.


*


Cakka sedang memilih beberapa roti yang berisi selai kacang kesukaannya. Sebenarnya ia sudah merasakan lapar sejak tadi sore. Bagaimana tidak, ia tadi sama sekali tidak makan siang karena terlalu memikirkan keadaan Shilla. Dokter mengatakan bahwa kondisi Shilla sama sekali belum ada perkembangan yang cukup signifikan. Padahal, Shilla sendiri sudah hampir sebulan berada di rumah sakit tapi keadaannya tak begitu berbeda jauh dari pertama ia masuk.


Cakka tidak akan pernah membiarkan dirinya kehilangan Shilla lagi. Tidak akan. Ia akan menjaga Shilla sebisanya, bahkan ia akan melakukan apapun demi Shilla. Bahkan sampai menahan rasa laparnya pun tak apa. Ia akan terus menunggu Shilla sampai gadis manis itu bangun dari tidur panjangnya. Tak peduli berapa lamanya. Bahkan kalau harus selamanya ia tetap akan menjaga gadis itu. Cakka benar-benar mencintai Shilla. Entahlah, Cakka sendiri baru pertama kali merasa sebegini cintanya pada perempuan. Di mata Cakka, Shilla sangatlah berbeda dengan yang lain. Seperti sebuah berlian dalam tumpukan emas.


Selain mengambil beberapa bungkus roti, Cakka juga mengambil beberapa bungkus makanan ringan dan minuman kaleng. Lalu Cakka berjalan kea rah kasir untuk membayar. Di kasir antreannya cukup ramai. Cakka menunggu di belakang seorang perempuan yang sepertinya seumuran dengannya.


Ternyata tak harus menunggu lama, Cakka sudah berada di antrean kedua. Perempuan di depan Cakka tadi sekarang yang sedang membayar.


“Semuanya dua puluh lima ribu, mbak.” Cakka mendengar penjaga kasir berbicara pada perempuan di depannya itu.

“mm... ini mbak.” Perempuan itu lalu memberikan kartu debitnya pada penjaga kasir.
Penjaga kasir segera menggesekan kartu perempuan tadi di alat pembayaran. Penjaga kasir mencoba berkali-kali tapi nampaknya tidak pernah berhasil.

“aduh mbak mohon maaf sekali. Mesin kami sedang tidak berfungsi saat ini. ada uang cash?” tanya penjaga kasir.

Perempuan tadi terlihata agak terkejut sedikit. Lalu menaduk-aduk tasnya mencara sesuatu. “yah, saya engga bawa uang cash nih mba. Mm... gimana ya?” si perempuan kebingungan.

“Maaf sekali ya mbak. Tapi mesinnya benar-benar sedang tidak berfungsi saat ini.”

“Yaudah deh, nanti saya batalin aja ya.” Jawab si perempuan dengan nada terdengar kecewa.

“Iya mbak, engg apa-apa ko. Mohon maaf ya mbak.” Ucap si penjaga kasir lagi.

Si perempuan terlihat agak kecewa. Cakka yang tak tega tiba-tiba berkata. “Pake uang gue dulu aja. Sekalian sama ini mbak.” Cakka menaruh belajaannya di meja kasir.

Si perempuan yang merasa terpanggil pun menoleh. “Eh? Engga usah.” Katanya mencoba menolak.

“udah engga apa-apa. Jadi berapa mbak semuanya?” kata Cakka lagi sambil mengeluarkan dompetnya.

“punya mbak ini tadi dua puluh lima ribu. Total belajaan mas tiga puluh empat ribu. Jadi semuanya lima puluh sembilan ribu mas.” Kata penjaga kasir.
Cakka memberikan selembar uang seratus ribu kepada penjaga kasir. Si penjaga kasir pun me
ngambilnya dan menyiapkan kembalian. “ini mas kembaliannya, dan ini belanjaannya. Terimakasih ya mas, mbak.” Ucap si pejaga kasir sambil tersenyum ramah.


Cakka memberikan bungkusan milik si perempuan. Dan perempuan itu mengambilnya.


“Eh, makasih banget loh ini. jadi ngerepotin kamu kan. Maaf ya. Mau aku ganti sekarang? tapi aku ambil uang dulu di atas.” Kata perempuan itu.


Cakka menatap wajah si perempuan. Ia merasa wajah ini sangat tidak asing baginya. Tapi, dia siapa? Cakka bahkan tak kenal dengannya.


“Hei?” perempuan itu melambaikan tangannya di depan wajah Cakka yang malah diam.

Cakka terkesiap dan terbangun dari lamunannya. “Ha? Oh iya santai aja. Engga usah sekarang juga engga apa-apa ko.” Kata Cakka dan diakhir dengan senyum manisnya.

“Serius nih? Aduh serius aku jadi engga enak sama kamu.” Kata perempuan itu dengan wajah benar-benar merasa tak enak sudah merepotkan Cakka.

“iya santai aja kali.  By the way, kita pernah ketemu ngga sih sebelumnya?” tanya Cakka ragu.

“ha? Engga pernah deh kayanya. Soalnya aku juga baru pindah dari Jogja seminggu yang lalu. Apa kamu pernah liat aku di Jogja?” tanya perempuan itu memastikan.

“mmm... mungkin gue salah orang kali ya? Nama gue Cakka, lo?” tanya Cakka ramah.

“aku...aku Valerry.” Jawab perempuan itu yang ternyata adalah Valerry.

“Oh, hai Val. Salam kenal ya.” Cakka tersenyum.


Tiba-tiba saja Cakka merasakan pada kantong celananya. Ada pesan masuk sepertinya. Cakka lantas membacanya. Dari Ify rupanya. Ia terkejut membaca pesan dari ify lalu segera membalasnya.


“ada apa? Ada yang penting ya? Yaudah aku duluan ya. Aku minta nomor kamu boleh? Biar nanti gampang buat balikin uang kamunya.” Valerry merasakan ada yang berbeda di wajah Cakka.

“Ha? Oh engga ko. Oiya, boleh boleh. Nomor lo berapa? Nanti gue miss call.” Tanya Cakka sambil menunjukan handphonenya menandakan bahwa ia saja yang menyimpan dan menghubungin Valerry.

Valerry menyebutkan beberapa angka nomor teleponnya. “nih udah masuk. Aku save ya. Aku duluan bye.” Valerry segera berjalan meninggalkan Cakka yang masih terdiam.

“sumpah itu cewe siapasih? Ko gue kayanya udah kenal gitu sih sama dia. Ah taudeh mending gue ke Lobby. Kali aja Ify udah disana.” Ucap Cakka entah pada siapa. Lalu Cakkapun berjalan menuju lobby tempatnya janjian bersama Ify.


Sebenarnya sih dalam hati Cakka masih ingin sekali bersama Shilla. Tapi dia tidak mau juga menggangu Shilla. Jadi apa boleh buat.


*


Ternyata Ify sudah lebih dulu sampai di lobby. Ia menengok ke kanan dan ke kiri mencari sosok Cakka. Tapi ia tak juga menemukannya. ‘mungkin Cakka masih on the way’ pikirnya. Ia memainkan handphonenya di lobby sambil menunggu kedangan Cakka. Tak lama kemudian Cakka sudah berdiri di depan Ify yang masih sibuk dengan handphonenya. Entah Ify sedang apa, yang pasti wajahnya sangat terlihat murung sekali.


“Ify!” panggil Cakka.


Ify diam.


“Fy?” panggil Cakka lagi.


Lagi-lagi tak ada jawaban.


Cakka akhirnya memutuskan untuk duduk di sebelah Ify dan menepuk bahunya pelan. “Woy fyyy!” katanya tak sabar.

“Ha? Iya? Eh? Kemana aja lo? Lama banget sih.” Celetuk Ify yang kaget melihat Cakka sudah ada di sebelahnya.

“Hellaw fy hellaw dari tadi gue panggilin lo engga nyaut. Lagi ngapain sih?” tanya Cakka sambil mengintip ke arah layar ponsel Ify.

Ify menjauhkannya dari Cakka. “kepo banget, mas? Udah ah yuk balik, udah ditanyain nih sama nyokap gue. Lama lo sumpah.” Kata Ify lalu segera bangkit dan memasukan handphonenya ke dalam tas selempangnya dan berjalan mendahului Cakka.


Cakka mau tak mau hanya bisa menyusul, membuntuti Ify dari belakang.


“ngapain sih kka di belakang gue? Sini ke di samping gue ah lama lo.” Ucap Ify kesal sendiri dengan Cakka. Sebenarnya ia juga bingung sih kenapa jadi begitu sensi saat ini.

“Iya bawel!” Cakka segera berjalan mendahului Ify. Ify hampir tertinggal jauh di belakangnya.

“kka tungguin kenapa sih!” ucap Ify lagi.

“non Ify aduh kenapa sih lo? Otak lo kegeser apa ya? Ngomel mulu.” Jawab Cakka langsung masuk ke dalam mobilnya dan diikuti Ify yang masuk ke kursi di sebelah pengemudi.

“otak lo tuh geser.” Jawab Ify ketus.


Cakka tak ingin menjawabnya, ia menyalakan mobilnya dan mulai menjalankannya menuju gerbang keluar. Sepanjang perjalanan Ify hanya diam saja dengan wajah juteknya.


“Fy, kenapa sih? Emang tadi lo nungguin guenya lama banget? Perasaan engga deh ah. Jangan jutek-jutek dong fy. Entah Devanya engga naksir lagi loh.” Goda Cakka kepada Ify.

Entah mengapa ketika mendengar nama Deva tiba-tiba saja ia menjadi semakin kehilangan moodnya. “apaansih? Lucu kali!” jawab Ify jutek.

“yeee siapa juga kali yang ngelawak.” Kata Cakka sambil tertawa.


Tapi Ify malah diam saja tak merasa terhibur.


“Fy, kenapa sih? Lo marah sama gue?” jawab Cakka yang lama-kelamaan merasa tak enak juga di diamkan oleh Ify seperti ini.

“engga.” Jawab Ify pelan, tapi masih bisa terdengar oleh Cakka pastinya.

“terus kenapa?” tanya Cakka yang mulai penasaran. Pasalnya wajah Ify sekarang sudah tidak sejutek tadi. Malah sekarang menjadi sendu.

“engga tau ah!” jawabnya tak bersemangat.

“yaelah fy fy kaya sama siapa aja sih. Cerita sini sama gue. Lo kenapa?” jawab Cakka. Ia sempat menoleh sedikit kea rah Ify lalu fokus kembali ke jalanan di depannya.

“Iya iya! Gue bete sama Deva.” Jawab Ify akhirnya berterus terang. Wajahnya terlihat sangat sendu.

“kenapa si Deva? Wah diapain lo?” tanya Cakka sambil tertawa menggoda.

“Cakka! Ih.” Sungguh. Ify sedang tidak ingin bercanda saat ini. kenapa Cakka terus menggodanya sih?!

“hehe maaf fy. Yaudah terus kenapa dong?”

“Dia marah sama gue.” Jawab Ify dengan nada yang semakin sendu.

“marah? Ko bisa?” tanya Cakka yang mulai penasaran.

“Dia ngerasa engga gue perhatiin belakangan ini gara-gara gue selalu mikirin Chilla. Emang salah ya gue? Dia engga tau sih seberapa berartinya Chilla buat gue.” Terlihat sekali kemurungan di wajah Ify.


Cakka diam saja. Sepertinya saat ini ia hanya harus menjadi pendengar yang baik buat Ify.


“gue bingung kka. Gue sayang banget sama dua-duanya. Tapi kan harusnya Deva ngerti kalo Chilla lagi butuh penyemangat. Dan gue engga mau nyia-nyiain kesempatan ini. Gue pengen Chilla maafin gue.” Ucap Ify lagi. Suaranya mulai terdengar bergetar.


Cakka jad merasa tak enak hati.


“Fy...”

“gue salah emang ya kka? Gue bingung harus apa. Gue engga mau kehilangan Deva. Tapi pasti lebih sakit kalo harus kehilangan Chilla.” Lanjut Ify sambil menundukan kepalanya.

Cakka terdiam. Ify juga diam. “lo engga salah fy. Harusnya Deva yang ngertiin lo. Menurut gue juga lo selama ini udah cukup ngertiin Deva kan?” ucap Cakka berusaha menenangkan sahabatnya itu.

“tapi Deva engga berfikir seperti lo, kka.”

“udah-udah. Engga usah sedih ah fy. Nanti deh gue yang coba bilangin ke Deva ya?”

“Iya kka. Engga usah bilangin ke dia deh, kka. Yang ada nanti dia makin marah sama gue. Gue diemin dia aja kali ya? Gue tungguin aja sampe dia minta maaf ke gue. Kalo engga juga, yaudah mungkin emang harus putus.” Ucap ify putus asa.

“Ha? Serius lo mau putus sama Deva?” tanya Cakka.

“engga sih. Gue engga mau putus sama dia. Tapi gue engga suka diginiin, kka. Gue jadi ngerasa bersalah sama semuanya.” Jawab Ify lagi.

“Mmmm yaudah terserah lo aja maunya gimana. Tapi, saran dari gue coba lo pertahanin ya. Lo jelasin aja apa yang lo rasain pas dia marah sama lo gini. bertahannya suatu hubungan itu caranya cuma dengan komunikasi yang baik ko fy. Percaya sama gue.” Saran Cakka.

Ify mengangguk pelan. “iya. Makasih ya kka.” Ucap Ify pelan.

“udah jangan sedih gitu dong. Nih gue tadi beli coklat. Kali aja bisa bikin lo lebih seneng?” Cakka memberikan bungkusan yang tadi ia beli si mini market rumah sakit.

Ify mengambilnya dan membukanya. “makasih kka. By the way, lo engga makan? Tadi katanya laper banget?” tanya Ify.

Cakka menoleh. “udah kenyang gue denger omelan lo tadi di rumah sakit hahaha.” Jawab Cakka sambil tertawa.

“sialan lo!” omel Ify sambil tersenyum.

“ah tapi sekarang laper lagi. Ambilin roti gue dong. Bukain bungkusnya sekalian.” Perintah Cakka.

“emang gue babu lo, mas?” sinis Ify sambil tertawa meledek.

“ye gue turunin di sini lo.” Ancam Cakka sambil tertawa juga.

“Iya iya bawel!” Ify memberikan roti yang bungkusnya telah terbuka kepada Cakka. Dan Cakka pun melahapnya tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan di depannya.


Begitulah Ify dan Cakka. Mereka sangat dekat. Padahal Cakka berharap sekali ia bisa mengobrol seperti itu dengan Shilla. Andai saja.

*

Hai semuanya. Cie gue ngepost juga akhirnya cie! seneng ga seneng? hahaha oiyaaaa by the way sumpah di part ini apa banget ceritanya tijel. dikit doang pula ih Ishmah gimana sih lo:( tapi yaudah lah yaaaa hehe sekali lagi maafkan aku semuanya maafkan aku:( Okay! lanjutannya engga tau kapan tapiiii:( yaudahlah ya gapapa. xx. oiyaaaa ayo dong ask aku di ask.fm (cie anak gaul) HAHA ask aku yaaa di ask.fm/ishmahalyz pasti di jawab ko pasti. boleh nyampein unek-unek boleh ko boleh. minta follback juga boleh. asal jangan minta lanjutan Rahasa Cinta aja:( haha gadeng aku becanda suka-suka deh mau ask apa. tapi kepoin aku yaa (mauan) oke bye semuanyaa! semangat buat kaka kelas yang mau UAS! semangat buat temen-temen semuanya yang mau ujian tengah semester! cemungudhh eaa:3 HAHAHA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar