Valerry duduk sendiri di tepi kolam
renang milik Omanya sambil memasukan kedua kakinya. Tiba-tiba Valery teringat
sesuatu. Yap. Besok adalah hari pertamanya menjadi murid kelas 8. Tapi sungguh,
ia masih sangat bingung sekali. Ia bingung apa dia harus pulang ke rumahnya di Yogyakarta
atau tetap tinggal disini bersama Oma?
Tapi entah mengapa hatinya tetap
ingin berada disini menemani Oma dan Shilla. Entahlah apa yang mendorong tekadnya
begitu kuat sehingga bisa berfikir untuk menetap disini. Padahal Valerry tau
betul bahwa ia dan Shilla tak pernah dekat. Ada saja yang selalu Valerry irikan
dari Shilla.
Valerry menggerakan kedua kakinya.
Brrr… Dingin sekali rasanya. Ia melihat jam yang bertengger rapih di tangan
kirinya. Sudah pukul 8 malam. Tapi Oma belum pulang dari rumah sakit. Pasti Oma
akan menginap lagi di rumah sakit. Huh. Shilla ini menyusahkan oranglain saja!
Batinnya.
“Vel?”
Vallery tau bahwa di rumah Oma
sedang tidak ada orang selain pembantu-pembantunya karena papa dan mamanya
sudah pulang tadi siang. Tapi tunggu. Tunggu. Ia mendengar sesuatu. Ada yang
memanggilnya kah? Tapi siapa? Tidak mungkinkan salah satu pembantunya memanggil
namanya saja? Biasanya kan dengan sebutan ‘non’
Valerry mengangkat kedua kakinya
lalu segera bangkit, saat ia membalikan badannya betapa terkejutnya ia melihat
tante dan omnya yang sedang bekerja di luar negeri yang nan jauh di sana sudah
ada di hadapannya saat ini. yap, Tante Clarissa dan Om Bramantyo. Ayah dan
Ibunda Shilla. Tiba-tiba.........mampus gue, batinnya kebingungan.
“Oma mana Vel?” tanya Tante
Clarissa.
“Eh, tante sama om udah pulang?
Sampenya kapan tante? Ko ngga ngabarin?” tanya Valerry berusaha semampunya
untuk tidak kelihatan sedang menutupi sesuatu.
“Iyanih, barusan aja sampe. Sengaja
mau buat surprise buat Chilla. Ko kamu ada di sini Vel?” tanya Clarissa yang
masih penasaran. Sedangkan Om Bramantyo sudah duduk sambil merenggangkan
otot-ototnya di kursi yang ada di dekat kolam renang.
Valerry berjalan maju mendekati
Clarissa. “Tante pasti cape banget ya, setelah perjalanan jauh? Kita masuk dulu
yuk tan, kasian tuh Om Bramnya kecapean. Yuk Om masuk.” Valerry menarik tangan
Clarissa. Entah mengapa rasanya hangat sekali. Seperti sentuhan seorang ibu
dengan penuh kasih sayang kepada anaknya.
Clarissa merasa tertegun dengan apa
yang dilakukan Valerry. Tubuhnya kaku. Sungguh, seperti inikah rasanya?
Sesampainya di sofa ruang tamu
Valerry segera mempersilahkan Clarissa dan Bramantyo duduk. “Om, Tante. Haus ya
pasti? Nanti aku suruh bibi bikini minum ya? Mau apa tante? Om? Teh anget?
Kopi? Coklat panas? Atau sirup?” ah taulah! Biar saja ia ngawur setidaknya
dapat mengulur waktu sampai oma pulang. Hmm, apa malam ini oma menginap ya? Duh
bagaimana ini?, batinya sedikit mulai panic.
“Kaya sama siapa aja sih vel.”
Sekarang giliran Om Bramantyo yang bersuara.
“hehe gapapa Om. Kan ada tamu jauh.”
Jawab Valerry sambil menggaruk bagian belakang kepalanya yang sama sekali tidak
gatal. Ya ampun.....
Tante Clarissa hanya tersenyum. “Di rumah lagi ngga ada siapa-siapa ya Vel?”
tanyanya.
“Mmm.... iyanih tan, aku
sendirian.hehe” aduhhh, ini gimanaaa. Valerry semakin bingung. Apa jujur saja
ya? Tapi......
“Oma sama Chilla kemana?” tanya Om
Bramantyo. Oh Shit........
“Mmmm... gimana kalo tante sama om
telpon oma aja?” usul Valerry. –lagi-lagi- sambil menggaruk kepala bagian
belakangnya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali.
“Loh? Emang kamu gatau Oma kemana?”
tanya Clarissa dengan raut wajah bingung.
Aku, tau...... Oma lagi di rumah
sakit nemenin Chilla yang koma, batinnya.
“Vel?”
“mmm....iya...aku...akkkuu...gatau.hehe”
aduh, kenapa pake gagap segala sih Vel? Ish bodoh!, batinnya melanjutkan. Lalu Valerry tersenyum dipaksakan.
“yaudah lah pa, telpon mami aja
coba.” Ucap Clarissa.
Bramantyo menekan beberapa nomor
yang tertera di layar handphone touchscreennya lalu kemudian mendekatkan
handphonenya ke telinga.
Tut.....tut.....
*
Malam ini Oma menjaga Shilla
ditemani dengan Ify dan Cakka. Sebenarnya Oma sudah memaksa Cakka dan Ify
pulang, tetapi mereka menolaknya dengan halus. Padahal besok adalah hari
pertama mereka sekolah, tapi Ify dan Cakka tetap bersikeras untuk tetap
menemani oma di sini.
Ify dan Cakka sedang duduk di sofa
sambil sibuk bermain gadget masing-masing. Kalo Ifysih paling juga sedang
chatting dengan Deva. Cakka sendiri sedang mendengarkan lagu sambil bermain
game kesukaannya. Tiba-tiba Handphone oma yang diletakkan di meja di depan Ify
dan Cakka berdering. Ada telpon sepertinya. Oma yang menyadari hal itu langsung
bergegas berjalan ke meja untuk mengangkat telpon tersebut.
Handphone sudah ada di tangan oma,
tapi....oma tidak langsung menjawab panggilan itu. Ify dan Cakka menatap oma
dengan tatapan telpon-dari-siapa-?
“dari Mamanya Chilla.” Ucap Oma
pelan sambil menghela nafas.
Ify dan Cakka berpandangan sebentar.
Lalu Ify mengangguk tak kentara pada oma, mengisyaratkan agar oma menjawab
telpon itu.
“Assalamu’alaikum” sapa oma pelan.
Sangat pelan, hampir tak terdengar.
“Wa’alaikum salam. Mam, lagi di
mana?” tanya Clarissa to the point.
“Mmm....Mami.... lagi di rumah sakit
Cornelius.”
“Ngapain mi? Siapa yang sakit?
Chilla juga ada disana?”
“Iya. Kamu kalau mau kesini aja.
Mungkin mami masih lama disini.” Jawab Oma pasrah dengan segala hal kemungkinan
terburuk yang nantinya akan terjadi.
“Tapi siapa yang sa.....”
tut.tut.tut. Clarissa belum menyelesaikan ucapannya tetapi sambungan sudah
diputus oleh oma.
Oma meletakan handphonenya di meja.
lalu kembali ke sofa. Oma menutup mata dan menghela nafas panjang. Ify hanya
bisa memeluk oma dari samping. Berharap oma bisa dengan tabah melalui semua
ini. Ify tau pasti oma sangat merasa bersalah dengan keadaan Shilla sekarang.
Tapi semua memang sudah takdirnya kan?
“Oma, Cakka ke mini market sebentar
ya. Fy, gue keluar sebentar.” kata Cakka. Cakka bingung, ia tak tau harus apa
sekarang. dan ia merasakan pula cacing di perutnya sudah berdemo karena memang
dia belum makan dari tadi siang.
Oma mengangguk. Begitu juga Ify.
*
Clarissa dan Bramantyo sudah sampai
di Rumah Sakit Cornelius. Valerry juga iku bersama mereka. Sepanjang perjalanan
tadi Valerry hanya bisa berdiam diri. Entah bagaimana Valerry mendeskripsikan
perasaannya. Rasanya hangat, seperti sedang bersama kedua orang tuanya.
Tapi......sebenarnya rasa berbeda. Kali ini benar-benar hangat. Entahlah ia
sendiri tak mengerti.
“Vel?” panggil Clarissa yang sudah
turun dari mobil dan bingung melihat Valerry yang masih duduk terdiam di dalam
mobil.
“Veli?” panggilnya sekali lagi.
“Ha? Iya ma?” Valerry tersadar kalau
ia sedang melamun. Eh? Tunggu-tunggu ko Ma? Aduh Veli bodoh lo kenapasih dari
tadi........
“kamu ngga turun?” tanya Clarissa
yang pura-pura tidak mendengar apa yang diucapkan Valerry tadi. Entahlah
hatinya terlalu munafik untuk menyadarinya.
“Oh iya tante” Valerry langsung
turun dan menghampiri Clarissa. “Tan, aku laper nih pengen ke mini market dulu
ya. Tante langsung aja ke kamar VVIP 3 lantai 5, nanti Veli nyusul. Bye”
Valerry langsung berlari menjauhi om dan tantenya itu.
“ada apasih sebenarnya? Daritadi
anak itu aneh sekali tingkahnya.” Tanya Bramantyo yang berjalan mendekati
istrinya.
“aku juga ngga tau. Tapi rasanya
nyaman sekali mas.” Ucap Clarissa agak melantur dari topic pembicaraan.
“sudah yuk. Tadi katanya kita ke
lantai berapa?” tanya Bramantyo lagi.
“Lantai 5. VVIP 3.” Jawab Clarissa
lalu mulai berjalan.
*
Membiarkanmu pergi adalah sebuah
kebodohan terbesarku. Tetaplah disini, bersamaku sampai kapanpun....
Kamar VVIP 3, Lantai 5.
Clarissa terdiam sebentar ketika
sampai tepat di depan pintu kamar rawat tersebut. Tadi di depan ada satpam yang
menanyakan hubungannya dengan Shilla. Berarti Shillakah yang sakit? Tapi sakit
apa? Entah mengapa ia merasa kakinya melemas. Chilla.........kamu kenapa nak?,
batinnya lirih.
Tok.tok.tok
Oma segera bangkit dari sofa. Oma
tau siapa yang datang. Oma menghela nafas terlebih dahulu sebelum membuka pintu.
Ify hanya terdiam, ia bingung juga harus apa sekarang. perasaannya benar-benar
tak karuan. Tuhan, aku mohon dengan kehadiran orang tua Shilla bisa membuat
keadaan Shilla lebih baik dari pada saat ini, do’anya dalam hati.
Pintu sudah terbuka. Tapi Clarissa
hanya bisa terdiam di depan pintu tanpa bergerak sedikitpun, tanpa berkata
apapun. Ia hanya bisa terdiam. Hatinya terpukul sekali. ‘Tuhan….ampuni segala
dosa hamba-Mu ini, jangan limpahkan semuanya pada anak ku…’,batinnya. Tiba-tiba
Clarissa tersadar saat suaminya mendorongnya agar segera masuk.
Saat sudah berada di sebelah ranjang
Shilla, lagi-lagi ia hanya bisa terdiam melihat keadaan anak perempuannya yang
sudah semakin beranjak dewasa. Shilla –masih seperti kemarin-kemarin- terbaring
di ranjang rumah sakit tanpa membuka matanya sama sekali. Matanya terpejam
begitu damai. Wajahnya seakan-akan memberitahu pada semua orang yang melihatnya
bahwa ia tidak apa-apa. Ia baik-baik saja. Tapi Clarissa, sebagai ibunda
kandung Shilla bisa merasakan kalau anak perempuannya ini tidak sedang
baik-baik saja. ‘Oh Tuhan….Chilla….maafkan mama…’, batinnya mengerang
lagi-lagi. Air matanya mulai menuruni kedua pipi halusnya. Membentuk bekas yang
sangat kentara.
Bramantyo mengelus pundak istrinya
dengan kasih sayang sambil terus memberikan kekuatan kesabaran pada isitrinya.
Sebenarnya Bramantyo sendiri merasakan betapa sangat sakit hatinya melihat
putrinya yang cantik terbaring lemah seperti ini. Tapi sekuat apapun ia mencoba
menampiknya, mencoba menjadi kuat di depan istri dan anaknya -yang entah dia
sendiri tidak mengerti tau atau tidak-. Untuk urusan bisnis memang mungkin ia
juaranya tapi sangat disayangkan untuk urusan mengurus anak ia sangat buruk. Ia
memang bos yang baik tapi ia tak pernah bisa menjadi ayah yang baik.
“Maafkan Mami, Clarissa….Bram….Mami
sudah lalai menjaga Chilla…mami tidak bisa menjaga amanat dari kalian
berdua….maafkan Mami….” Lirih oma perlahan. Tubuhnya bergetar menahan tangis
yang memang sudah ia tahan sedari tadi.
Clarissa hanya bisa tediam sambil
terus memnadangan Shilla. Fikirannya kacau. Lalu tiba-tiba bahunya bergetar
hebat. Air mata yang ia tahan-tahan akhirnya tumpah semua seakarang. Ia
benar-benar sudah tak tahan. Ini semua salahnya. Clarissa langsung memeluk oma
dan menumpahkan semua tangisnya di bahu oma. Memeluk Oma erat seperti anak
kecil yang ketakutan sehabis melakukan kesalahan.
“Mami…..Clarissa sudah gagal menjadi
orang tua yang baik…Clarissa ingin menjadi seperti mami yang selalu bisa
menjaga Clarissa dan mas Galih. Bahkan sampai hari ini..Clarissa sudah
melakukan kesalahan yang sangat fatal Mam…Clarissa tidak ingin kehilangan
Chilla….” Ucap Clarissa seperti anak kecil.
Oma agak terkesiap mendengar ucapan
Clarissa. Lalu dengan cepat oma menggeleng dan melepaskan pelukan Clarissa
perlahan dan menatap kedua mata bulat anak perempuannya yang sudah sangat
dewasa ini.
“Kamu tidak pernah gagal ssa…mungkin
hanya caramu saja yang kurang tepat. Chilla tidak butuh kekayaan kamu, Chilla
tidak butuh jabatan kamu dan Bram di kantor. Chilla hanya butuh kasih sayang
dari kalian. Chilla butuh kalian. Chilla itu anak yang baik.” Jawab Oma.
Clarissa hanya bisa menggeleng
pelan. Air matanya belum juga berhenti.
“Kamu tidak perlu menjadi yang
sempurna untuknya. Tunjukan saja siapa kamu sebenarnya. Chilla pasti bisa
mengerti. Dia tidak pernah menuntut apa-apa dari kedua orang tuanya. Lalukan
yang terbaik buatnya, Clarissa. Masih ada waktu untuk memperbaiki semuanya.”
Lanjut Oma sambil menghapuskan air mata di pipi anak perempuannya ini. Lalu
memeluknya lagi sambil mengelus rambutnya.
Sungguh. Sudah lama sekali oma tidak
melakukan hal ini pada anak-anaknya yang sudah dewasa dan sudah memiliki
kesibukan sendiri-sendiri itu. “I will always love you…even if you forget me
later..” ucap oma lembut.
“I would never do that, Mam. I love
you so much.. Thank you for everything.” jawab Clarissa lalu mencium kening
Maminya lembut.
“don’t mention it. it is the duty a
mother. Do it to your daughter.”
“I will. Thank you once again, Mam.”
Oma hanya tersenyum dan mengangguk
lalu melepaskan pelukannya.
Clarissa mengalihkan pandangannya
kearah Shilla lagi. Lalu mencium pipi anak perempuannya itu. “Maafin mama,
sayang.” Katanya dengan penuh penyesalan. Lalu menggenggam tangan anaknya erat.
“Maafin papa juga ya, Shill.” Bramantyo mrnambahkan ucapan istrinya.
Ify yang sedari tadi hanya bisa
terdiam melihat adegan yang begitu mengharukan di depannya. Entahlah, rasanya
bahagia tapi menyedihkan juga. Bahagia karena bagaimana bisa ia tidak turut
berbahagia melihat sahabatnya yang sudah lama menantikan kehadiran kedua orang
tuanya akhirnya bisa dipertemukan lagi. Tapi disisi lain Ify merasakan
kesedihan juga, mengapa baru sekarang ketika keadaan Shilla sedang sangat
memburuk seperti saat ini kedua orang tuanya baru merasakan kehilangan.
Tapi, Ify tau kalau sebenarnya dari
lubuk hati terdalam kedua orang tua Shilla sangat mencintai dan menyayangi anak
semata wayangnya itu.
Ify mengambil telepon genggamnya di
dalam tas selempangnya yang ia letakan di meja di hadapannya. Lalu ia
menuliskan pesan singkat untuk Cakka yang sedari tadi sedang berada di mini
market dan belum kembali ke sini.
To: Cakka Nrg
Kka, kita pulang skrng aja ya. Ada
mama & papa Chilla. Gue gaenak nih, mrk lagi pada serius banget soalnya.
Tak lama handphone Ify bergetar
menandakan adanya balasan pesan dari Cakka.
From: Cakka Nrg
Ha? Are u seriously? Ada mama papa
Shilla? Yaudah lo langsung ke lobby aja deh fy. Gue nunggu disana aja ya. Salam
buat oma.
Ify memasuka kembali Handphonenya ke
dalam tas selempangnya, ia tidak berniat membalas pesan itu terlebih dahulu.
Lalu Ify pun segera berpamitan kepada yang ada di ruangan ini. sebenarnya ia
agak ragu merusak moment yang mengharukan ini. Tapi yasudahlah mau bagaimana
lagi.
“Mmm...permisi oma, tante, om...
Maaf aku ganggu. Tapi, aku mau izin pulang dulu ya.” Ucap Ify agak ragu sambil
menggaruk kepalanya yang tidak gatal menandakan ia bingung.
“Eh iya yaampun fy maaf ya dari tadi
tante engga sadar ada kamu. Aduh, maaf banget ya fy.” Ucap Clarissa sambil
menoleh kea rah Ify yang sudah bersiap untuk segera pulang.
“Iya engga apa-apa ko tante. Ify
juga ngerti. Malah, harusnya Ify yang minta maaf karena sudah mengganggu di
sini.”
“Kamu engga ganggu ko Fy. Ganggu
gimana coba? terimakasih ya fy sudah mau menemani Chilla.”
“Iya tante sama-sama. Tapi itu
memang sudah keinginan aku ko menemani Chilla di sini, aku senang.” Kata Ify
dibarengi dengan senyuman yang menandakan bahwa ia benar-benar ikklas.
Ify berjalan kearah ranjang dimana
Shilla berada di atasnya. Clarissa mundur beberapa langkah memberikan ruang
untuk Ify berdiri di samping anaknya itu.
“Chill, gue pulang dulu ya.
Baik-baik di sini. Udah ada mama papa lo tuh. Cepet sadar ya, Chill. Kita semua
kangen banget sama lo. I love you and i miss you so much.” Kata Ify kepada
Shilla. Lalu ia mendekatkan wajahnya kea rah telinga Shilla. “Ada salam dari
your Prince, Cakka.” Ify tersenyum menggoda. “sekali lagi cepet bangun ya.” Ify
segera mendaratkan ciumannya di kening sahabat tersayangnya itu.
“Terimakasih ya fy sudah mau
meluangkan waktu liburanmu di sini.” Ucap Oma sambil tersenyum
“aku seneng ko oma bisa berlibur
sama Chilla.” Ify tersenyum dipaksakan. Sungguh, hatinya sakit mendengar
ucapannya sendiri. Ia sebenarnya ingin sekali berlibur yang sebenarnya bersama
Shilla. Tapi nyatanya.....
Oma segara memeluk Ify. “terimakasih
ya Fy sekali lagi.” Oma mengusap lembut rambut panjang terurai Ify.
“Iya sama-sama ya oma. ada salam
dari Cakka.” Bisik Ify di pelukan oma.
Oma melepaskan pelukannya. “salam
juga ya buat dia. Bilang terimakasih juga.” Kata oma lagi.
Ify hanya mengangguk dan tersenyum
sekali lagi.
“Pulang ya oma, tante, om. Permisi.”
Ucap Ify sopan. Lalu berjalan meninggalkan ruangan.
*
Cakka sedang memilih beberapa roti
yang berisi selai kacang kesukaannya. Sebenarnya ia sudah merasakan lapar sejak
tadi sore. Bagaimana tidak, ia tadi sama sekali tidak makan siang karena
terlalu memikirkan keadaan Shilla. Dokter mengatakan bahwa kondisi Shilla sama sekali
belum ada perkembangan yang cukup signifikan. Padahal, Shilla sendiri sudah
hampir sebulan berada di rumah sakit tapi keadaannya tak begitu berbeda jauh
dari pertama ia masuk.
Cakka tidak akan pernah membiarkan
dirinya kehilangan Shilla lagi. Tidak akan. Ia akan menjaga Shilla sebisanya,
bahkan ia akan melakukan apapun demi Shilla. Bahkan sampai menahan rasa
laparnya pun tak apa. Ia akan terus menunggu Shilla sampai gadis manis itu
bangun dari tidur panjangnya. Tak peduli berapa lamanya. Bahkan kalau harus
selamanya ia tetap akan menjaga gadis itu. Cakka benar-benar mencintai Shilla.
Entahlah, Cakka sendiri baru pertama kali merasa sebegini cintanya pada
perempuan. Di mata Cakka, Shilla sangatlah berbeda dengan yang lain. Seperti
sebuah berlian dalam tumpukan emas.
Selain mengambil beberapa bungkus
roti, Cakka juga mengambil beberapa bungkus makanan ringan dan minuman kaleng.
Lalu Cakka berjalan kea rah kasir untuk membayar. Di kasir antreannya cukup
ramai. Cakka menunggu di belakang seorang perempuan yang sepertinya seumuran
dengannya.
Ternyata tak harus menunggu lama,
Cakka sudah berada di antrean kedua. Perempuan di depan Cakka tadi sekarang
yang sedang membayar.
“Semuanya dua puluh lima ribu,
mbak.” Cakka mendengar penjaga kasir berbicara pada perempuan di depannya itu.
“mm... ini mbak.” Perempuan itu lalu
memberikan kartu debitnya pada penjaga kasir.
Penjaga kasir segera menggesekan
kartu perempuan tadi di alat pembayaran. Penjaga kasir mencoba berkali-kali
tapi nampaknya tidak pernah berhasil.
“aduh mbak mohon maaf sekali. Mesin
kami sedang tidak berfungsi saat ini. ada uang cash?” tanya penjaga kasir.
Perempuan tadi terlihata agak
terkejut sedikit. Lalu menaduk-aduk tasnya mencara sesuatu. “yah, saya engga
bawa uang cash nih mba. Mm... gimana ya?” si perempuan kebingungan.
“Maaf sekali ya mbak. Tapi mesinnya
benar-benar sedang tidak berfungsi saat ini.”
“Yaudah deh, nanti saya batalin aja
ya.” Jawab si perempuan dengan nada terdengar kecewa.
“Iya mbak, engg apa-apa ko. Mohon
maaf ya mbak.” Ucap si penjaga kasir lagi.
Si perempuan terlihat agak kecewa.
Cakka yang tak tega tiba-tiba berkata. “Pake uang gue dulu aja. Sekalian sama
ini mbak.” Cakka menaruh belajaannya di meja kasir.
Si perempuan yang merasa terpanggil
pun menoleh. “Eh? Engga usah.” Katanya mencoba menolak.
“udah engga apa-apa. Jadi berapa
mbak semuanya?” kata Cakka lagi sambil mengeluarkan dompetnya.
“punya mbak ini tadi dua puluh lima
ribu. Total belajaan mas tiga puluh empat ribu. Jadi semuanya lima puluh
sembilan ribu mas.” Kata penjaga kasir.
Cakka memberikan selembar uang
seratus ribu kepada penjaga kasir. Si penjaga kasir pun me
ngambilnya dan
menyiapkan kembalian. “ini mas kembaliannya, dan ini belanjaannya. Terimakasih
ya mas, mbak.” Ucap si pejaga kasir sambil tersenyum ramah.
Cakka memberikan bungkusan milik si
perempuan. Dan perempuan itu mengambilnya.
“Eh, makasih banget loh ini. jadi
ngerepotin kamu kan. Maaf ya. Mau aku ganti sekarang? tapi aku ambil uang dulu
di atas.” Kata perempuan itu.
Cakka menatap wajah si perempuan. Ia
merasa wajah ini sangat tidak asing baginya. Tapi, dia siapa? Cakka bahkan tak
kenal dengannya.
“Hei?” perempuan itu melambaikan
tangannya di depan wajah Cakka yang malah diam.
Cakka terkesiap dan terbangun dari
lamunannya. “Ha? Oh iya santai aja. Engga usah sekarang juga engga apa-apa ko.”
Kata Cakka dan diakhir dengan senyum manisnya.
“Serius nih? Aduh serius aku jadi
engga enak sama kamu.” Kata perempuan itu dengan wajah benar-benar merasa tak
enak sudah merepotkan Cakka.
“iya santai aja kali. By the way, kita pernah ketemu ngga sih
sebelumnya?” tanya Cakka ragu.
“ha? Engga pernah deh kayanya.
Soalnya aku juga baru pindah dari Jogja seminggu yang lalu. Apa kamu pernah
liat aku di Jogja?” tanya perempuan itu memastikan.
“mmm... mungkin gue salah orang kali
ya? Nama gue Cakka, lo?” tanya Cakka ramah.
“aku...aku Valerry.” Jawab perempuan
itu yang ternyata adalah Valerry.
“Oh, hai Val. Salam kenal ya.” Cakka
tersenyum.
Tiba-tiba saja Cakka merasakan pada
kantong celananya. Ada pesan masuk sepertinya. Cakka lantas membacanya. Dari
Ify rupanya. Ia terkejut membaca pesan dari ify lalu segera membalasnya.
“ada apa? Ada yang penting ya?
Yaudah aku duluan ya. Aku minta nomor kamu boleh? Biar nanti gampang buat
balikin uang kamunya.” Valerry merasakan ada yang berbeda di wajah Cakka.
“Ha? Oh engga ko. Oiya, boleh boleh.
Nomor lo berapa? Nanti gue miss call.” Tanya Cakka sambil menunjukan
handphonenya menandakan bahwa ia saja yang menyimpan dan menghubungin Valerry.
Valerry menyebutkan beberapa angka
nomor teleponnya. “nih udah masuk. Aku save ya. Aku duluan bye.” Valerry segera
berjalan meninggalkan Cakka yang masih terdiam.
“sumpah itu cewe siapasih? Ko gue
kayanya udah kenal gitu sih sama dia. Ah taudeh mending gue ke Lobby. Kali aja
Ify udah disana.” Ucap Cakka entah pada siapa. Lalu Cakkapun berjalan menuju
lobby tempatnya janjian bersama Ify.
Sebenarnya sih dalam hati Cakka
masih ingin sekali bersama Shilla. Tapi dia tidak mau juga menggangu Shilla.
Jadi apa boleh buat.
*
Ternyata Ify sudah lebih dulu sampai
di lobby. Ia menengok ke kanan dan ke kiri mencari sosok Cakka. Tapi ia tak
juga menemukannya. ‘mungkin Cakka masih on the way’ pikirnya. Ia memainkan
handphonenya di lobby sambil menunggu kedangan Cakka. Tak lama kemudian Cakka
sudah berdiri di depan Ify yang masih sibuk dengan handphonenya. Entah Ify
sedang apa, yang pasti wajahnya sangat terlihat murung sekali.
“Ify!” panggil Cakka.
Ify diam.
“Fy?” panggil Cakka lagi.
Lagi-lagi tak ada jawaban.
Cakka akhirnya memutuskan untuk
duduk di sebelah Ify dan menepuk bahunya pelan. “Woy fyyy!” katanya tak sabar.
“Ha? Iya? Eh? Kemana aja lo? Lama
banget sih.” Celetuk Ify yang kaget melihat Cakka sudah ada di sebelahnya.
“Hellaw fy hellaw dari tadi gue
panggilin lo engga nyaut. Lagi ngapain sih?” tanya Cakka sambil mengintip ke
arah layar ponsel Ify.
Ify menjauhkannya dari Cakka. “kepo
banget, mas? Udah ah yuk balik, udah ditanyain nih sama nyokap gue. Lama lo
sumpah.” Kata Ify lalu segera bangkit dan memasukan handphonenya ke dalam tas
selempangnya dan berjalan mendahului Cakka.
Cakka mau tak mau hanya bisa
menyusul, membuntuti Ify dari belakang.
“ngapain sih kka di belakang gue?
Sini ke di samping gue ah lama lo.” Ucap Ify kesal sendiri dengan Cakka.
Sebenarnya ia juga bingung sih kenapa jadi begitu sensi saat ini.
“Iya bawel!” Cakka segera berjalan
mendahului Ify. Ify hampir tertinggal jauh di belakangnya.
“kka tungguin kenapa sih!” ucap Ify
lagi.
“non Ify aduh kenapa sih lo? Otak lo
kegeser apa ya? Ngomel mulu.” Jawab Cakka langsung masuk ke dalam mobilnya dan
diikuti Ify yang masuk ke kursi di sebelah pengemudi.
“otak lo tuh geser.” Jawab Ify
ketus.
Cakka tak ingin menjawabnya, ia
menyalakan mobilnya dan mulai menjalankannya menuju gerbang keluar. Sepanjang
perjalanan Ify hanya diam saja dengan wajah juteknya.
“Fy, kenapa sih? Emang tadi lo
nungguin guenya lama banget? Perasaan engga deh ah. Jangan jutek-jutek dong fy.
Entah Devanya engga naksir lagi loh.” Goda Cakka kepada Ify.
Entah mengapa ketika mendengar nama
Deva tiba-tiba saja ia menjadi semakin kehilangan moodnya. “apaansih? Lucu kali!”
jawab Ify jutek.
“yeee siapa juga kali yang ngelawak.”
Kata Cakka sambil tertawa.
Tapi Ify malah diam saja tak merasa
terhibur.
“Fy, kenapa sih? Lo marah sama gue?”
jawab Cakka yang lama-kelamaan merasa tak enak juga di diamkan oleh Ify seperti
ini.
“engga.” Jawab Ify pelan, tapi masih
bisa terdengar oleh Cakka pastinya.
“terus kenapa?” tanya Cakka yang
mulai penasaran. Pasalnya wajah Ify sekarang sudah tidak sejutek tadi. Malah sekarang
menjadi sendu.
“engga tau ah!” jawabnya tak
bersemangat.
“yaelah fy fy kaya sama siapa aja
sih. Cerita sini sama gue. Lo kenapa?” jawab Cakka. Ia sempat menoleh sedikit kea
rah Ify lalu fokus kembali ke jalanan di depannya.
“Iya iya! Gue bete sama Deva.” Jawab
Ify akhirnya berterus terang. Wajahnya terlihat sangat sendu.
“kenapa si Deva? Wah diapain lo?”
tanya Cakka sambil tertawa menggoda.
“Cakka! Ih.” Sungguh. Ify sedang
tidak ingin bercanda saat ini. kenapa Cakka terus menggodanya sih?!
“hehe maaf fy. Yaudah terus kenapa
dong?”
“Dia marah sama gue.” Jawab Ify
dengan nada yang semakin sendu.
“marah? Ko bisa?” tanya Cakka yang
mulai penasaran.
“Dia ngerasa engga gue perhatiin
belakangan ini gara-gara gue selalu mikirin Chilla. Emang salah ya gue? Dia engga
tau sih seberapa berartinya Chilla buat gue.” Terlihat sekali kemurungan di
wajah Ify.
Cakka diam saja. Sepertinya saat ini
ia hanya harus menjadi pendengar yang baik buat Ify.
“gue bingung kka. Gue sayang banget
sama dua-duanya. Tapi kan harusnya Deva ngerti kalo Chilla lagi butuh
penyemangat. Dan gue engga mau nyia-nyiain kesempatan ini. Gue pengen Chilla
maafin gue.” Ucap Ify lagi. Suaranya mulai terdengar bergetar.
Cakka jad merasa tak enak hati.
“Fy...”
“gue salah emang ya kka? Gue bingung
harus apa. Gue engga mau kehilangan Deva. Tapi pasti lebih sakit kalo harus
kehilangan Chilla.” Lanjut Ify sambil menundukan kepalanya.
Cakka terdiam. Ify juga diam. “lo
engga salah fy. Harusnya Deva yang ngertiin lo. Menurut gue juga lo selama ini
udah cukup ngertiin Deva kan?” ucap Cakka berusaha menenangkan sahabatnya itu.
“tapi Deva engga berfikir seperti
lo, kka.”
“udah-udah. Engga usah sedih ah fy. Nanti
deh gue yang coba bilangin ke Deva ya?”
“Iya kka. Engga usah bilangin ke dia
deh, kka. Yang ada nanti dia makin marah sama gue. Gue diemin dia aja kali ya? Gue
tungguin aja sampe dia minta maaf ke gue. Kalo engga juga, yaudah mungkin emang
harus putus.” Ucap ify putus asa.
“Ha? Serius lo mau putus sama Deva?”
tanya Cakka.
“engga sih. Gue engga mau putus sama
dia. Tapi gue engga suka diginiin, kka. Gue jadi ngerasa bersalah sama
semuanya.” Jawab Ify lagi.
“Mmmm yaudah terserah lo aja maunya
gimana. Tapi, saran dari gue coba lo pertahanin ya. Lo jelasin aja apa yang lo
rasain pas dia marah sama lo gini. bertahannya suatu hubungan itu caranya cuma
dengan komunikasi yang baik ko fy. Percaya sama gue.” Saran Cakka.
Ify mengangguk pelan. “iya. Makasih ya
kka.” Ucap Ify pelan.
“udah jangan sedih gitu dong. Nih gue
tadi beli coklat. Kali aja bisa bikin lo lebih seneng?” Cakka memberikan
bungkusan yang tadi ia beli si mini market rumah sakit.
Ify mengambilnya dan membukanya. “makasih
kka. By the way, lo engga makan? Tadi katanya laper banget?” tanya Ify.
Cakka menoleh. “udah kenyang gue
denger omelan lo tadi di rumah sakit hahaha.” Jawab Cakka sambil tertawa.
“sialan lo!” omel Ify sambil
tersenyum.
“ah tapi sekarang laper lagi. Ambilin
roti gue dong. Bukain bungkusnya sekalian.” Perintah Cakka.
“emang gue babu lo, mas?” sinis Ify
sambil tertawa meledek.
“ye gue turunin di sini lo.” Ancam Cakka
sambil tertawa juga.
“Iya iya bawel!” Ify memberikan roti
yang bungkusnya telah terbuka kepada Cakka. Dan Cakka pun melahapnya tanpa
mengalihkan pandangan dari jalanan di depannya.
Begitulah Ify dan Cakka. Mereka
sangat dekat. Padahal Cakka berharap sekali ia bisa mengobrol seperti itu
dengan Shilla. Andai saja.
*
Hai semuanya. Cie gue ngepost juga akhirnya cie! seneng ga seneng? hahaha oiyaaaa by the way sumpah di part ini apa banget ceritanya tijel. dikit doang pula ih Ishmah gimana sih lo:( tapi yaudah lah yaaaa hehe sekali lagi maafkan aku semuanya maafkan aku:( Okay! lanjutannya engga tau kapan tapiiii:( yaudahlah ya gapapa. xx. oiyaaaa ayo dong ask aku di ask.fm (cie anak gaul) HAHA ask aku yaaa di ask.fm/ishmahalyz pasti di jawab ko pasti. boleh nyampein unek-unek boleh ko boleh. minta follback juga boleh. asal jangan minta lanjutan Rahasa Cinta aja:( haha gadeng aku becanda suka-suka deh mau ask apa. tapi kepoin aku yaa (mauan) oke bye semuanyaa! semangat buat kaka kelas yang mau UAS! semangat buat temen-temen semuanya yang mau ujian tengah semester! cemungudhh eaa:3 HAHAHA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar