~~~~
Mengapa aku masih saja merindukanmu
ketika aku sudah bersamanya? Mengapa hati ini terasa begitu sakit ketika
melihat kamu bersama orang lain? Pantaskah rasa ini? pantaskah diriku masih
mengharapkanmu ketika aku tau bahwa hatiku sudah berada dihati orang lain?
Andai aku bisa memilih....tetap kamu yang akan menjadi pilihanku.
Sakit sekali rasanya...Kenapa harus
begini tuhan?, batin seseorang yang sedang berada tepat di depan pintu ruang
rawat Shilla.
Ia tak sengaja melihat adegan dimana
seorang pria sedang mendekat kearah wajah seorang perempuan dan mencium
lengannya pula. Yang tak lain orang itu adalah Cakka dan Shilla. Ia sendiri tak
mengerti...mengapa ia harus merasa seperti ini? Bukankah ia telah memiliki
seseorang yang lain di hatinya? Entahlah...Entahlah....
Gabriel menahan emosinya. Ia
mengepalkan tangannya. Menyalurkan semua amarahnya pada satu titik. Ergghh...
kalau saja ini bukan rumah sakit dan kalau saja Gabriel belum punya Zahra....
ia tak akan segan-segan memukuli pria di dalam sana sampai wajahya tak
berbentuk juga ia takkan peduli... yang terpenting ia bisa menyingkirkan tangan
pria itu dari tangan Shilla! Sialan! Sialan! Sialan!
“ka..ka..mu siapa?” tiba-tiba suara
seseorang mengagetkan Gabriel.
Gabriel menoleh ke arah pemilik
suara itu. “kak Gabriel?” Ify ikut terkejut ketika melihat Gabriellah yang ada
di hadapannya sekarang. Begitu juga Gabriel ketika melhat adik kelasnya itu.
“kak Gabriel ngapain disini?” tanya
Ify yang sedikit bingung melihat Gabriel berada disini. “keluarga kaka ada yang
di rawat disini?” tanya Ify lagi. Karena setau Ify yang boleh masuk ke ruang
VVIPkan hanya orang-orang tertentu saja...
“Gu...gue....pengen jeng-“ tiba-tiba
ucapan Gabriel terpotong.
“Ngapain lo disini? Masih berani lo
ganggu Shilla?” ucap Sivia –sedikit- agak kasar sambil berjalan mendekati Ify
dan Gabriel.
“Vi...semuanya ngga kaya yang lo
denger waktu itu...gue bi-“ omongan Gabriel terpotong lagi, kali ini oleh
lelaki yang berdiri di samping Sivia.
“Penjelasan lo engga bakal ngerubah
keadaan. Engga bisa muter balikin waktu. Jadi tolong ya
Kak-Gabriel-yang-terhormat tolong tinggalin tempat ini SE-KA-RANG!” Ray. Yap.
Ray memang masih sangat kesal sekali dengan sahabat sekaligus orang yang sudah
dianggapnya kakanya sendiri itu.. apalagi melihat keadaan Shilla sekarang.
“Ray..Vi... tolong dengerin dulu,
sekali ini aja...” pinta Gabriel dengan wajah yang sangat amat miris.
“udah cukup yang gue denger waktu
itu. Mending lo pergi dari sini sekarang juga atau perlu gue panggilin satpam
buat ngusir lo secara paksa?” ancam Sivia.
Ify yang tak mengerti hanya memilih
untuk diam saja. Ia menggigit bibir bawahnya melihat Ray dan Sivia yang seperti
sangat marah sekali dengan Gabriel. Apa yang terjadi sebenarnya?
“Vi...please vi..” pinta Gabriel
lagi.
“Kak...udahlah!” bentak Ray.
Gabriel terdiam. Mungkin emang bukan
sekarang waktunya, batinnya lirih. Ia berjalan gontai meninggalkan Ray Sivia
dan Ify –yang tidak tau apa-apa-. Berat sekali rasanya ketika meninggalkan
tempat itu. Sungguh. Bahkan ia belum melihat wajah Shilla secara jelas. Ia
belum sempat meminta maaf kepada gadis kecilnya itu. Gadis kecilnya yang
mungkin sudah takkan pernah bisa menjadi gadisnya.
*
Siang ini Oma, Om Galih, Tante Meli
dan Valerry sedang makan bersama di ruang makan kediaman Oma. Sudah lama sekali
moment-moment seperti ini tak pernah terjadi. Biasanya Oma hanya makan berdua
dengan Shilla. Itu juga kalau Shilla dan Oma sama-sama sedang tidak sibuk.
“Jadi... kapan kamu akan kembali ke
Jogja lagi?” tanya Oma to the point pada anak petamanya itu.
“mm...mungkin hari pertama Veli
masuk sekolah lagi.” Jawab Om Galih.
“Berarti 4 hari lagi dong Pa?” tanya
Valerry dengan nada yang terdengar seperti tak rela. Yang kemudia hanya dibalas
anggukan oleh Om Galih.
“Kenapa emangnya Vel? Udah betah
disini ya?” tanya tante Meli pada anak sematawayangnya itu.
Valerry hanya mengangkat kedua
bahunya. Entahlah, ada perasaan aneh yang memaksanya untuk menetap disini. Ia
sendiri tak tau pasti perasaan apa sebenarnya ini.
“Jadi...Veli mau ikut pulang ke
jogja apa engga?” tanya Om Galih kali ini.
Valerry mengangkat bahunya lagi.
“Veli engga tau pa. Veli bingung. Veli masih pengen disini. Veli bosen di
Jogja.” Ucap Valerry sambil memainkan sisa makanan di piringnya.
Hening.
“Veli mau ke kamar dulu. Bye Oma, Ma, Pa.” Valerry meninggalkan meja
makan, kelihatan tanpa semangat sepertinya.
“Biarkan Veli disini Gal. Mungkin
dia masih ingin lebih lama disini. Menemani Mami dan saudaranya.” Ucap Oma
ketika Valerry sudah masuk ke kamarnya.
“Galih dan Meli sih terserah Veli
nya aja Mam... Galih engga mau terlalu memaksa Veli, biarkan dia yag memilih
sendiri.” Jawab Om Galih apa adanya. Tante Meli hanya membalasnya dengan anggukan
setuju.
Oma ikut mengangguk. “Kalau memang
Veli ingin disini, biarkan dia sekolah di sekolah milik Bramantyo. Karena Chilla
sendiri sudah takkan bersekolah disana lagi sepertinya. Mami mau di home
schooling aja.” Jelas Oma.
Kali ini Om Galih yang hanya mengangguk.
*
Ray, Sivia dan Ify masuk ke dalam
ruangan Shilla setelah keributan singkat tadi. Cakka yang masih belum menyadari
kalau ada Sivia dan Ray masih diam menatapi lekat-lekat wajah Shilla sambil
mendekap tagan Shilla yang tidak diinfuse. Entah apa yang ada dipikiran Cakka.
Hanya ia dan tuhan yang tau.
“Fy, tadi siapa sih yang ri..”
omongan Cakka terpotong ketika ia membalikan tubuhnya dan melihat siapa yang
ada di hadapannya sekarang.
Cakka langsung melepas tangan Shilla
yang masih dalam genggamannya sejak tadi dengan perlahan. Sedangkan Sivia dan
Ray terlihat tak percaya.
"Cakka? Ngapain Cakka di sini? , batin Sivia
bingung.
“Hai.” Sapa Cakka singkat kepada Ray
dan Sivia dengan wajah -sedikit- salah tingkah, kemudian ia menggaruk belakang
kepalanya yang sebenarnya tidak terasa gatal sama sekali.
Hening.
“Eh kka. Lagi jenguk Shilla juga
lo?” jawab Ray memecah atmosfir aneh yang baru saja terjadi.
“I..iya.. nih. Lo juga sama Sivia?”
jawab Cakka sedikit terbata karena terlalu kaget mungkin.
“lo tau darimana kka kalo Shilla di
rawat di sini?” tanya Sivia yang penasaran juga dengan hal ini.
Cakka tak menjawab. Ia hanya menoleh
kearah Ify yang diikuti oleh Ray dan Sivia. Ify sendiri hanya tersenyum.
“Hehe. Ngga apa-apa kan? Cakka kan
temennya Chilla juga. Iya kan?” jawab Ify.
“Haha ya engga apa-apalah Fy. By the
way, kalian dari tadi di sini?” tanya Sivia lagi.
“Iya. Kan hari ini emang jadwal gue
buat jagain Chilla. Jadi...sekalian gue ajak Cakka aja. Mmm, tadi itu kenapasih
Vi? Ray? Kok kalian kayanya marah banget sama Kak Gabriel?” tanya Ify yang
emang udah penasaran banget.
“Ya gitu lah Fy, ceritanya ribet.”
Jawab Ray.
“oohh.. Jadi tadi ada kak Gabriel di
luar?” tanya Cakka yang sedikit mendengar keributan itu tanpa sengaja.
“gue boleh tau ngga ceritanya?”
tanya Ify.
“iya kka. Mmm...” jawab Sivia sambil
terlihat berpikir.
“please...” pinta Ify memohon.
Ray dan Sivia duduk di sofa yang
terletak di ruangan yang sama. Lalu Ify ikut duduk di sana. Begitu juga Cakka
yang duduk di sebelah Ify.
“Ceritanya panjang....” kata Ray. Ia
menoleh kepada Sivia yang juga sedang terlihat kebingungan.
“ngg...Engga apa-apa Ray certain aja
dari awal. Gue bakal denger ko.” Pinta Ify lagi.
“mm...tapi ini masalah Shilla sama
Kak Gabriel, Fy.” Jawab Sivia yang melihat Ray tak begitu yakin menceritakan
hal ini.
“Oke...maafin gue kalo udah maksa
kalian. Gue tau, gue emang bukan sahabat yang baik buat Chilla.
Gue..gu..gue.... engga berguna.” Ucap Ify. badannya bergetar hebat, Ify
menangis. Ia menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Sivia benar-benar tak tega melihat
Ify menangis seperti itu, ia tau pasti rasanya menyesakkan sekali. Sivia
berdiri dan menghampiri Ify lalu duduk di sebelahnya. Ia mengusap lembut bahu
Ify yang masih bergetar, lalu meraih kedua tangan Ify dan menariknya pelan,
kemudian Sivia memeluk Ify dan mengusap punggunya. “ngga gitu ko Fy....” ucap
Sivia berbisik di telinga Ify.
“Jadi...sebenernya kak Gabriel itu
kak Arel, fy.” Ucap Ray tiba-tiba. Membuat tangisan Ify berhenti.
Ify melepaskan pelukan Sivia.
“Maksud lo?” tanya Ify memastikan pendengarannya masih sehat.
Ray mengangguk. “Iya, kak Gabriel
itu Kak Arelnya Chilla...” ulang Ray.
“kok lo bisa tau soal kak Arel?”
tanya Ify lagi.
“Shilla ngga pernah cerita secara
khusus sih.. Gue juga tau itu engga sengaja. Inget ngga pas Study Tour ke
Lembang? kita kan sekelompok tuh. kita berdua sempet ilang gitu kan pas ujan?
Nah tiba-tiba dia nyebut-nyebut nama Arel. Dan tiba-tiba gue inget kalo kak
Gabriel itu sering dipanggil Arel sama nyokapnya. Yaudah, akhirnya gue
mempertemukan mereka berdua. Shilla seneng banget.” Jelas Ray.
“Itu alesan kenapa dia selalu bareng
sama lo?” tanya Cakka reflek. Wajahnya terlihat sedikit aneh, seperti sedang menutupi
sesuatu. Ify sih tau pasti apa yang sedang ditutupi Cakka, rasa cemburunya
pasti.
“Ya gitudeh. Terus yagitu... Shilla,
Kak Arel, Gue jadi sering main bareng. Ya lo taulah gimana rasanya ketemu temen
lama?” Ucap Ray lagi.
“Terus...kenapa Chilla bisa kaya
gini? mm...tunggu-tunggu, sebelumnya Chilla bukannya sempet dirawat di Rumah
Sakit juga kan?” tanya Ify yang masih sangat penasaran.
“Iya. Kalo itu kita kurang tau
alasannya apa. Jadi waktu itu Shilla abis ke kantin bareng sama kita berdua
gitudeh pokoknya. Nah, tiba-tiba sebelum bel dia pamit duluan. Terus pas bel
masuk dan gue udah ada di kelas ternyata Shilla belum ada di kelas. Mana waktu
itu di luar ujan deres kan? Yaudah, Ray nyuruh kak Gabriel nyari Shilla.
Tiba-tiba pas pulang kak Gabriel ngasih kabar kalo Shilla pingsan di taman
belakang, ujan-ujanan, dan.... kalo menurut pandangan kak Gabriel, Shilla kaya
lagi nutupin sesuatu, dan itu soal hati mungkin. Tapi kak Gabriel sendiri engga
tau pasti.” Sekarang gatian Sivia yang menjelaskan.
“kalo menurut gue emang bener itu
soal hati. Tapi gue engga tau siapa yang bikin Shilla kaya gitu. Dia engga
pernah cerita.” Kata Ray menyetujui ucapan Sivia.
“Sebenernya gue tau siapa orang yang
Shilla suka. Tapi gue engga tau Shilla masih suka apa engga sama orang itu. Kan
gue sempet ngejauh juga dari Shilla.”
“Lo tau Vi? Kenapa Shilla ngga
pernah cerita sama gue?!” tanya Ify yang mulai merasakan dadanya menyesak lagi.
Sivia mengangguk. “Mmm.... Zahra
sama Agni juga tau. Waktu itu lo lagi sibuk latihan pramuka....” Jawab Sivia
hati-hati.
Benar saja. Tubuh Ify bergetar pelan
lagi. Ia menangis lagi. Sivia menenangkan Ify, ia memeluk Ify dari samping.
“Udah fy....jangan sedih terus ya. Ini bukan salah lo ko... waktu itu juga gue
yang nebak sendiri ko, bukan Shilla yang ngasih tau.” kata Sivia sambil
melepaskan pelukannya.
“Emang siapa Vi?” tanya Cakka yang
sudah sangat sangat sangat penasaran. Ah sial! Kenapa ia jadi degdegan begini
sih? Apa karena ia tau pasti nama yag disebutkan Sivia nanti bukan namanya? Ah!
Sungguh dadanya sesak. Haruskah? Haruskah ia merasakan cintanya bertepuk
sebelah tangan lagi pada Shilla?
Sivia menoleh ke arah Cakka. Kasih
tau tidak ya? Tapi kalau sudah dikasih tau ternyata Cakka tak menyukai Shilla
bagaimana? Inikan rahasianya Shilla. Tapi.... ah biarkan deh.
“Shilla..
suka...sama....lo...kka...” jawab Sivia ragu.
Cakka yang tadinya sedang menunduk
sontak menoleh ke arah Sivia. “Maksud lo?!” tanyanya tiba-tiba.
Ify ikut menoleh ke arah Sivia.
Begitu juga Ray yang memang tak pernah tau siapa orang yang Shilla suka.
“Emm...mm... ya..gituu... Ih,
apaansih kenapa jadi pada ngeliatin gue?” Sivia jadi merasa risih sendiri.
“Bukannya Shilla sukanya sama Ray?”
tanya Cakka sambil mengalihkan padangannya dari arah Sivia.
“Ha?! Kok gue?” tanya Ray yang jadi
bingung sendiri lalu menghadap ke arah Cakka yang sedang menatap lantai.
“Eh...kok jadi oper-operan gitu?”
tanya Ify yang bingung.
Sivia juga jadi ikut-ikutan bingung.
(Terus siapa dong yang engga
bingung? Lah? Gue sendiri bingung-_- kalian bingung juga ngga? Bingungkan?
Hahaha lanjut ke cerita ya.. maaf ada gangguan.wkwk)
“waktu itukan di taman belakang lo
pernah berduaan sama Shilla. Terus lo meluk Shilla...” ucap Cakka seadanya.
“Ha?!” sekarang gantian Sivia yang
kaget. Ia reflek menoleh ke arah Ray yang malah terlihat santai-santai saja.
“Ya Ampun!” ucap Ray sambil menepuk
dahinya lalu tertawa geli sendiri mengingat hal itu.
Sivia, Ify dan Cakka kini sedang
menoleh ke arah Ray secara bersamaan sambil disertai wajah tak mengerti
masing-masing. Ya jelas sajalah mereka menatap Ray dengan tatapan seperti itu.
Lagian dalam keadaan seperti ini Ray malah asik tertawa sendiri.
“hahaha...aduh Cakka..kok lo bisa
ngira kaya gitu sih? Gue waktu itu lagi cerita-cerita sama Shilla kalo gue
kangen bokap sama nyokap gue. Kenapa gue cerita sama dia? Karena gue bokap gue
rekan kerja bokap Shilla. Gue juga udah kenal lama sama Shilla. Tapi ternyata
dia udah lupa sama gue.. Nah pas gue lagi cerita tiba-tiba dia diem gitu, terus
gue tanya kan dia kenapa.. eh malah jadi dia yang cerita... dia bilang dia
kangen juga sama bokap nyokapnya karena udah 2 tahun (waktu itu) terakhir ini
orang tuanya engga pulang. Eh, tiba-tiba malah dia yang nangis sendiri. Kan gue
bingung tuh harus apa. Gue udah suruh diem dia tetep nangis. Yaudah gue peluk
aja.. tapi sumpah yaaa demi apapun, gue meluk dia cuma karena kasian, karena
gue sendiri tau rasanya jadi dia, ditinggal bokap nyokap kerja bertahun-tahun.
Dan...dia mau dipeluk sama gue waktu itu juga pasti gara-gara dia lagi sedih
banget, kalo dia lagi engga sedih juga engga mau dipeluk sama gue. Hahahaha.
Gue sama dia itu cuma sahabatan, engga ada rasa suka sedikit pun. Yaampun
kka... orang gue jadian sama Sivia aja gara-gara dia ko. Ya kan Vi?” jelas Ray
panjang lebar lalu menoleh ke arah
Sivia.
Sivia yang sedaritadi serius
mendengarkan mengangguk. Membenarkan ucapan Ray.
Cakka terdiam lalu menggaruk
belakang kepalanya yang sebenarnya tidak gatal mendengar penjelasan Ray. Jadi
selama ini Cakka cemburu pada orang yang tidak sama sekali Shilla sukai. Jadi
selama ini...yang Shilla suka adalah dia? Masasih?
“Kalo gitu....selama ini cinta lo ke
dia engga pernah bertepuk sebelah tangan dong kka?” goda Ify yang sudah tak
menangis lagi sambil menaikan kedua alisnya kepada Cakka.
“Jadi...Cakka juga suka sama
Shilla?” tanya Sivia dan Ray bersamaan.
Ify hanya mengangguk dan tersenyum
meledek Cakka.
“Hahaha muka lo merah tuh broo.”
Kini gantian Ray yang meledek Cakka sambil tertawa.
“Ray...sstttt!” omel Sivia. “inituh
rumah sakit Raaay.. kamu mau di usir sama satpam galak di depan?” lanjut Sivia
sambil memutar bola matanya jengkel, sedangkan Ray hanya senyam-senyum saja.
Merekapun tertawa bersama. Entahlah
perasaan Cakka menjadi jauuuh lebih tenang sekarang. Shilla juga mencintainya?
Oh God! It’s not just ma dream yakan? Gue lagi engga tidurkan sekarang?,
batinnya sangat-sangat -sangat senang.
“Terus, hubungan Shilla kaya gini
sekarang sama Kak Gabriel apa?” tanya Cakka yang masih sangat penasaran akan
hal ini.
Jleb. Sivia dan Ray tiba-tiba
terdiam.
“Oiya....jadi ada apaan sebenernya?”
tanya Ify yang tak kalah penasarannya.
Sivia menghela nafas berat dan
menghembuskannya. “Terus...yagitu kita sering main bareng. Tiba-tiba pas lagi
Classmeeting kemarin ada suatu hal yang bener-bener..... Hhhh” Sivia menghentikan
ucapannya.
“pas 7F putri lagi tanding basket.
Gue, Sivia sama Shilla ke taman belakang, entah kenapa tiba-tiba moodnya Shilla
turun banget hari itu, padahal awalnya dia pengen banget sekolah. Nah, pas di
taman belakang kita bingung mau ngapain...yaudah kita suruh kak Gabriel gabung.
Terus kita main deh di sana. Teruskan kak Gabriel kaya kena hukuman gitu,
hukumannya nyium pipinya Shilla sebentar doang. Eh tiba-tiba ada Agni
dateng...ngomel-ngomel ke Kak Gabriel.” Jelas Ray menggantikan Sivia.
Sivia menunduk dalam-dalam. “Awalnya
dia nampar kak Gabriel dulu, terus dia ngata-ngatain kak Gabriel gak setialah,
cowo sialanlah, cowo bajinganlah dan ternyata Kak Gabriel itu lagi deket sama
Zahra akhir-akhir ini. Awalnya gue engga begitu kesel sama tingkah Agni tapi
lama kelamaan dia juga ngehina Shilla. Dia bilang Shilla engga tau diri udah
ngerebut kak Gabriel dari Zahra. Shillanya nangis dong pasti ya...Dan ternyata
disitu ada Zahra juga. Dia cuma diem sambil nangis juga.
Gue jadi kesel banget. Padahal engga gitukan
sebenernya? Padahalkan Shilla duluan yang kenal sama Kak Gabriel. Dan yang
paling bikin gue kesel pas si Agni bilang ‘Pantesan Zahra jauhin lo’ nah
tiba-tiba gue ngerti....jadi sebenernya Zahra itu ngejauhin Shilla karena dia
engga mau kalo Shilla sampe ketemu sama kak Gabriel. Jahat banget gaksih?
Yaudah gue ikutan ngomel-ngomel ke Zahra...gue bener-bener kesel saat itu. Hati
gue sakit denger omongan Agni yang bilang kalo semua salah Shilla...terus
Zahranya pergi ninggalin kita, dan Agni nyusul Zahra...terus Shilla tiba-tiba
nyuruh kak Gabriel buat ngejar Zahra. Dan kak Gabriel akhirnya ngejar Zahra..
gak lama kak Gabriel pergi, Shilla pingsan. Waktu kejadian itu lagi hujan
deres, gue yakin sebenernya asma Shilla kambuh tapi dia nutupin dan
akhirnya....ya gini.” Jelas Sivia panjang lebar dan mengebu-ngebu, tanpa ia
sadari air matanya terus menetes dari tadi.
Ray yang berada di sebelah Sivia
langsung memeluk Sivia dan menguatkan kekasihnya itu. Ray tau pasti kalau Sivia
mengingat kejadian itu hatinya akan tersakiti lagi.
Ify terdiam...Entahlah...Hatinya
ikut sakit mendengarnya...apalagi saat Sivia bilang bahwa Agni menuduh Shilla
sampai seperti itu. “Kenapa Zahra sama Agni sejahat itu?” tanya Ify tak
percaya.
“Pasti semua itu ada alasannya...”
ucap Cakka tiba-tiba. Sebenarnya ia juga sedikit kesal dengan tingkah Agni,
Zahra dan Gabriel pastinya..
“Yang bikin gue bingung kenapa kak
Gabriel kaya gitu? Kan dia bisa jujur sama gue sama Shilla kalau dia lagi deket
sama Zahra. Terus kenapa juga dia harus ninggalin Shilla?” Ray menggeleng tak
habisa pikit kenapa kak Gabriel yang ia kenal seperti itu.
“Mungkin...kak Gabriel bingung
bagaimana cara menyampaikannya ke Shilla? Kan mereka dulu dekat sekali, ia
takut kalau nanti Shillanya merasa tergantikan bahkan bakalan sakit hati
lagipula kak Gabriel itu sebenernya gatau kan kalo Shilla sama Zahra sahabatan?
Kan mereka gepernah main bareng di depan kak Gabriel. Kalau soal ninggalin
Shilla, gue yakin kalo pada saat itu kak Gabriel juga bingung harus apa...dan
karena dia ‘sayang’ sama Shilla jadi nurutin mau Shilla. Walau hatinya berat
pasti.” Jelas Cakka mencoba berpikir dengan kepala dingin.
“Dan kenapa Zahra kaya gitu? Kenapa dia
engga pernah cerita aja sama Shilla kalau dia lagi deket sama kak Gabriel? Kan
semua ngga bakal jadi kaya gini. kenapa dia harus ngejauhin Shilla?” tanya
Sivia yang sudah mulai berhenti menangis.
“Engga segampang itu Vi.
Mungkin...Zahra takut kalau nantinya Kak Gabriel malah lebih mementingkan
Shilla daripada dia. Bisa dibilang Zahra itu cemburu.” Jawab Cakka lagi.
“Dan kenapa Agni harus so tau gitu?”
kini Gantian Ify yang bertanya.
“namanya juga orang lagi kesel Fy.
Cobadeh, lo aja gak suka kan kalo Shilla ada yang ngusik? Nah mungkin begitu
juga yang Agni rasakan saat itu.” Lagi-lagi Cakka mencoba berpikir positif.
“Mungkin memang mereka salah, tapi kesalahan mereka bukan berarti
engga ada alasannya. Jadi....kita juga engga boleh terus-terusan marah sama
mereka. Dan gue yakin, pasti kak Gabriel merasa bersalah banget. Buktinya tadi.
Dia kesini pasti buat minta maaf.” Lanjut Cakka sambil duduk di sebelah Shilla.
“gue yakin...Shilla juga pasti engga
suka kalau kita berantem terus begini. Pasti Shilla sendiri bisa ngerti sama
semua yang terjadi.” Cakka membelai lembut rambut halus Shilla sambil menatapi
wajah tenangnya. “Shill, kamu bangun ya... kita semua engga mau ngeliat kamu
terus-terusan tiduran disini. Kita pengen main bareng sama kamu lagi, belajar
bareng lagi.” Lanjut Cakka lagi sambil terus memandangi wajahh tenang Shilla
yang kelihatan semakin manis saja itu.
“saat Shilla sadar nanti... dia udah
ngga sekolah di Bunga Cendikia lagi kka.” Ucap Sivia lirih.
“Apa?!” tanya Cakka dan Ify
berbarengan.
“Oma ngga ngebolehin Shilla terlalu
cape. Karena kalaupun dia udah sadar, diakan harus control terus kesehatannya.
Karena dia belum pulih seutuhnya sebelum operasi jantungnya yang baru bisa
dilaksanakan 2 tahun setelah Shilla sadar” jelas Ray.
“Jadi?” tanya Ify memastikan.
“Shilla akan homeschooling” jawab
Ray dan Sivia.
“Oh God.....” tubuh Ify bergetar.
Pasti akan menangis lagi.. Benar saja, ia segera meletakan kedua telapak
tangannya di depan wajahnya. Air matanya tumpah lagi. Entah sudah berapa kali
Ify menangis dan menumpahkan berapa banyak air matanya hari ini.
Lagi-lagi Sivia memeluk Ify dengan
erat. Cakka menahan sesak di dadanya.
Tuhan.....rasanya sangat sakit sekali mendengar kenyataan-kenyataan pahit pada
hari ini. Kenapa harus gadis manis ini? kenapa harus Shilla?, batinnya. Matanya
meneliti setiap sudut wajah Shilla. Kamu harus bangun Shill..., batinnya lagi.
*
3 hari berlalu....
Besok adalah hari Senin. Dan
seharusnya menjadi hari pertama Shilla menjadi siswi kelas 8. Tapi ternyata
takdir tak mengizinkannya. Sampai saat
inipun Shilla belum membuka matanya juga. Entah harus berapa lama lagi
orang-orang yang mencintaiya menunggunya? Tak pernah ada yang tau.
Ify memegangi tangan Shilla dengan
erat. “Bangun Shill bangun.....” isaknya. Ia sudah sangat lelah menunggu.
Menunggu sahabatnya yang sangat ia cintai membuka kedua matanya.
Oma menepuk pundak Ify pelan. Lalu
mengelusnya. Oma sendiri sudah merasa lelah dengan keadaan Shilla yang seperti
ini.
Begitu juga Cakka. Cakka hanya
terdiam memandangi tubuh tak berdaya Shilla. Yap. Sejak pengakuan Sivia kemarin
kalau Shilla mencintainya, Cakka menjadi sering menengok Shilla. Ia selalu
mendo’akan untuk kesembuhan Shilla. Ia tak ingin kehilangan orang yang ia
cintai. Tak pernah bisa dipungkiri bahwa sampai saat ini ia masih mencintai
gadis manis yang ada di hadapannya sekarang. Bahkan setelah ia merasa sakit
hati karena ke sok tauannya. Gadis manis ini terlalu sulit untuk di singkirkan
dari otaknya.
“Shill…kamu bangun ya? Kita semua
nunggu kamu disini..” ucap Cakka pelan.
Tok..tok..tok..
2 orang dokter dan 1 orang suster
masuk ke ruangan Shilla. Dr. Anwar dan Dr. Marisa ternyata. Mereka berdua
adalah dokter pribadi Shilla sejak kecil. Bahkan Dr. Anwar adalah dokter yang
memimpin operasi jantung Shilla beberapa tahun lalu. Dr. Anwar sudah tau percis
keadaan Shilla.
“Permisi oma…” sapa Dr. Anwar.
Oma tersenyum dan mengangguk. Oma
dan Ify bergeser sedikit agar Dr. Anwar lebih mudah memeriksa keadaan Shilla.
Tangan oma dan Ify saling bertaut. Ify benar-benar tak kuasa melihat keadaan
sahabat yang paling ia sayangi itu. Ia hanya memandangi lantai saat pemeriksaan
berlangsung.
Sekitar 20 menit Dr. Anwar memeriksa
keadaan Shilla dibantu oleh Dr. Marisa. “belum ada perubahan yang begitu
diperlihatkan oleh tubuh Shilla... Sepertinya ada sesuatu yang membuatnya
enggan bangun dari komanya. Orang yang koma biasanya terbangun ketika
mendapatkan sedikit rangsangan pada perasaannya. Atau hal yang membuatnya untuk
cepat terbangun. Kami semua hanya bisa membantu Shilla untuk tetap bertahan.
Tapi kita akan tetap berusaha sebisa kami.”
Oma mengela nafas berat. Sungguh. Ia
sangat lelah dengan semua ini. Bantu Shilla Tuhan....
“Kami permisi dulu, terus berdo’a
agar Shilla bisa cepat tersadar dari tidur panjangnya...” lanjut Dr. Anwar.
Oma, Ify dan Cakka tersenyum ramah
pada Dr. Anwar dan Dr. Marisa sebelum mereka meninggalkan ruang rawat Shilla.
“Dr. Anwar benar. Mungkin Chilla
membutuhkan sesuatu yang membuat tubuhnya kembali bangun.” Ucap Ify
“Tapi apa?” tanya Cakka.
Omma terdiam telihat seperti
berfikir. “mungkin Chilla membuutuhkan semangat dari orang-orang yang
mencintainya?”
“Mama papanya?” tanya Cakka agak
ragu.
“mmm Bisa jadi!” ucap Ify
mengagetkan. “mama papanya Chilla udah tau, omma?”
Omma menggeleng ragu.
“kenapa?” tanya Cakka penasaran.
“Omma takut kalau mama dan papa
Chilla kecewa sama Omma.”
Ify menggeleng. “ngga ko ma, Ify
yakin mereka engga bakal marah sama omma.”
Omma tersenyum lalu mengangguk.
“Makasih nak Ify dan nak Cakka.”
*
Valerry duduk sendiri di tepi kolam
renang milik Omanya sambil memasukan kedua kakinya. Tiba-tiba Valery teringat
sesuatu. Yap. Besok adalah hari pertamanya menjadi murid kelas 8. Tapi sungguh,
ia masih sangat bingung sekali. Ia bingung apa dia harus pulang ke rumahnya di Yogyakarta
atau tetap tinggal disini bersama Oma?
Tapi entah mengapa hatinya tetap
ingin berada disini menemani Oma dan Shilla. Entahlah apa yang mendorong
tekadnya begitu kuat sehingga bisa berfikir untuk menetap disini. Padahal
Valerry tau betul bahwa ia dan Shilla tak pernah dekat. Ada saja yang selalu
Valerry irikan dari Shilla.
Valerry menggerakan kedua kakinya.
Brrr… Dingin sekali rasanya. Ia melihat jam yang bertengger rapih di tangan
kirinya. Sudah pukul 8 malam. Tapi Oma belum pulang dari rumah sakit. Pasti Oma
akan menginap lagi di rumah sakit. Huh. Shilla ini menyusahkan oranglain saja!
Batinnya.
“Vel?
~~~~~~~~
hohoho sekali lagiii, finally guyss finally omagaaaa! ah gue senengggg akhirnya bisa ngepost lagiiiii:') maaaaaaaaffff bnaget, kali ini gue ngaretnya emang kebangetan. ah makasih deh buat yang masih setia nungguin kelanjutan cerita ajaib iniiii. hiyy terimakasiihhh sekali lagiii. me laff you guysss yea!
PART 20
PART 20
Lanjutt kak ..Pleasee!! aku udah gereget pingin baca cerita selanjutnya!! Duhh Gak Sabarr Sumpah..Parah!!!._.
BalasHapusHaiiii hehe iyaaa tunggu yaa belum selesai nih part selanjutnyaa:(
Hapus