Minggu, 31 Maret 2013

Rahasia Cinta part 16


Gabriel sampai didepan taman belakang atau yang biasa Shilla dan kawan-kawan sebut taman ketenangan, ia tidak melihat siapa-siapa disana. Hanya ada daun-daun berwarna kecoklatan berserakan diatas rumput. Dimana Ray? Apa Ray mengerjainya? Masasih?


Gabriel mulai maju beberapa langkah mencari sosok Ray, Shilla, dan Sivia. Ketika sampai di tengah taman, Gabriel menghentikan langkahnya. Memutar tubuhnya beberapa kali sambil matanya tak henti mencari sosok yang menyuruhnya  kesini tadi.  Tapi tetap saja tidak terlihat siapa-siapa disini. Gabriel menghela nafas dan memutuskan untuk pergi.


Jahat banget sih mereka ngerjain Gabriel seperti ini. Emang mereka pikir Gabirel tidak lelah apa habis panas-panasan dilapangan tadi disuruh  jalan menuju taman ini dengan cepat? Ah mereka menyebalkan. Mereka pikir lucu kali ya? Huh.



“kak Areeeeelll...... mau kemanaaaaaa?” Teriak Shilla yang tiba-tiba keluar dari balik pohon besar yang cukup rindang.

Gabriel membalikan tubuhnya mengarah kearah Shilla. Dan menghela nafas sekali lagi. “apa?” tanyanya datar.

“Ihh, kak Arel jangan marah dong.  Kita kan Cuma becanda. “ rengek Shilla yang mulai mendekati Gabriel.

“mm..” jawab Gabriel singkat.


Ray dan Sivia keluar dari balik pohon besar yang  sama dengan Shilla tadi sambil senyam-senyum  yang tidak jelas. Entahlah bukannya merasa bersalah mereka malah tertawa-tertawa seperti itu. Membuat Gabriel semakin badmood saja yakan?


“gue mau balik ke lapangan.” Ucap Gabriel lebih-lebih  dengan nada datar lagi.

“Yah, kak gitu aja marah. Gak asik ah lo.” Ucap Ray yang sudah berada disebelah Shilla.

“gue cape.” Ucap Gabriel  yang mulai bernada rendah. Lalu duduk diatas rumput hijau yang mulai terlihat mengering.

“maafin kita deh kak, si Ray tuh yang punya ide kaya gini.” Sekarang gentian Sivia yang bicara.

“udah tau.” Ucap Gabriel masih dengan nada badmood yang sama.

“kak Arel cape ya? Nih Chilla ada minum. Inget ini ngga kak? Susu coklat kesukaan ku, sekarang udah ada kemasan yang botol plastic, jadi lebih mudah dibawa kemana-mana daripada yang kaleng. Tapi aku tetep suka yang dikaleng.” Ucap Shilla dengan nada manja ditambah nada anak polos, percis seperti anak berumur 4 tahun. Membuat hatinya luluh dan teringat sesuatu.


~


“Chillaaa......... Chilla...........” ucap seorang bocah kecil yang mencari-cari sosok perempuan kecil.


Hari itu Arel dan Chilla sedang bermain petak umpet ditaman komplek perumahan mereka di daerah lembang, Bandung.


Kali ini Arel sedang mendapat tugas menjadi pencari Chilla yang sedang mengumpat. Tapi, sudah 4 kali Arel memutari taman komplek yang tidak besar itu, Chilla belum juga bisa ia temui. Ia lelah, tapi ia harus bisa menemui Chilla. Karena kalau ia tidak bisa menemukan Chilla berarti ia kalah, tidak. Ia tidak boleh kalah dari Chilla sahabat kecilnya itu.


Arel berhenti ditengah-tengah taman, ia sudah sangat lelah. Ia kesal dengan Chilla. Inimah namanya bukan bermain, tapi Arel sudah dikerjai oleh Chilla. Dengan kesal Arel berteriak. “Aku capek, aku mau pulang.” Ucapnya ala anak kecil lalu segera bergegas untuk keluar taman.

Chilla yang mendengar itu langsung keluar dari tempat persembunyiannya dan menghampiri Arel. “kak, Arel mau kemana?” tanyanya dengan nada polos.

“apa?” jawab Arel ketus.

“maafin Chilla deh kak….” Wajah Chilla berubah menjadi wajah merasa bersalah.

“aku cape…” ucap Arel lalu duduk di bangku taman yang ada disebelahnya.

“kak Arel cape? Ini Chilla punya minum. Biasa, susu coklat kesukaan ku.hehe mau kak?” ucapnya polos ala anak umur 4 tahun.


Arel tersenyum lalu mengangguk dan segera mengambil susu kaleng ditangan Chilla. Dengan sekali tenggak susu itu sudah habis separuhnya.


Chilla tersenyum geli melihat tingkah Arel. “kakak haus ya?hehe” ucapnya ketika melihat Arel hampir menghabiskan satu kaleng susunya.

“Chilla mau?” Tanya Arel.

Chilla menggeleng, lalu tersenyum lagi. “aku punya satu lagi.” Katanya sambil mengeluarkan satu kaleng susu lagi didalam tas mungilnya. “kakak pasti haus sekali? Abisin ya kak susunya.” Lanjut Chilla.


Arel tersenyum lalu meminum lagi susunya hingga tak tersisa.


~


Gabriel tersenyum, mengajak Shilla duduk disebelahnya lalu mengambil susu yang ada ditangan Shilla. Kemudian Gabriel meminumnya. Ray dan Sivia ikut duduk dihadapan Gabriel dan Shilla.


“Aus kak? Emang jadi wasit gadapet minuman?hahaha” ejek Ray.

Gabriel menutup minumannya setelah ia rasa hausnya sudah hilang. “berisik lo. Udah bikin orang unmood, diem aja deh mending.” Ucap Gabriel datar.

“yaa sorry sih.” Ucap Ray sambil cekikikan.


Seketika keadaan menjadi hening. Ray dan Sivia terdiam dengan posisi Sivia menyandar kebahu Ray. Dan Raypun merangkulnya. So sweet! Sivia memainkan jari-jari tangan Ray yang tidak merangkul Sivia. Sungguh pasangan yang sangat cocok! Mereka berdua itu......ughhh bikin iri.


Sedangkan Shilla, tangan kirinya memainkan ujung roknya dan tangan kanannya menopang dagunya. Gabriel sibuk dengan handphonenya. Ray yang melihat Shilla dan Gabriel saling diam-diaman langsung berbiacara. “ guekan manggil kak Gabriel biar rame. Kalo masih sepi gini mah ngapain gue lo kak.” Ucap Ray santai.


Sivia bangkit dari bahu Ray lalu mengangguk setuju.


Gabriel terdiam, lalu menaruh handphonenya kedalam sakunya. “mmm, main yuk?” Tanya Gabriel. Tak ada yang menjawab. Lalu Ray mengangguk yang kemudian diikuti oleh Sivia.

“main apa?” Tanya Shilla.

“main bisik-bisik gimana? Yang kalah kita kasih tantangan. Hayo gimana? Haha.” Ucap Gabriel meramaikan suasana.

“boleh juga kak. Ayoo!” jawab Sivia bersemangat.

“ayo siapa takut.” Kata Ray.

Shilla tersenyum lalu mengangguk. “mm, ayodeh.” Jawabnya.


Permainanpun dimulai. Pertama Gabriel membisikan sesuatu kepada Shilla, lalu Shilla membisikinya kepada Sivia, dan Sivia membisikannya kepada Ray. Kata-katanya tidak boleh lebih dari 6. Apabila ada yang lupa atau salah dengar ia akan diberi hukuman oleh yang memberi pernyataan.


~


Tepuk tangan tiuh serta yel-yel kemenangan terdengar dari sekelompok anak kelas 7F yang sedang mendukung tim 7F melawan 7D dalam perdantingan final. Ternyata permainan telah berakhir dan dimenangkan oleh tim 7F. Walaupun awalnya tim 7F beberapa kali kecolongan sehingga tim 7D dapat memasukan bola ke ring mereka, namun ternyatatim 7F tak mau menyerah. Ya, tim 7F menang dengan skor sangat tipis, hanya beda satu angka, yaitu 21-20.


Mungkin semua bisa terjadi karena permainan Zahra sang kapten basket tidak bersemangat seperti semifinal tadi. Tapi, biarlah yang penting tim 7F sudah menang. Semua bersorak girang, termasuk para pemain. Threepoint terakhir dari Agni sungguh membawa keberuntungan ternyata.


Para pemain sudah mulai meninggalkan lapangan dan bergabung bersama teman-teman lainnya di pinggir lapangan. Anak-anak kelas 7F sangat senang dengan kemenangan ini. maklum merekakan baru mengikuti Classmeeting seperti ini. Saat semua sedang asik bercanda gurau di pinggir lapangan, Zahra diam saja sambil menengok ke kiri dan kanan seperti sedang mencari seseorang.


“nyari siapa sih ra?” Tanya Agni yang bingung dengan tingkah sahabatnya itu.

“mmm, engga ko ni. Hehe. Sekarang jam berapa?” Tanya Zahra mengalihkan pembicaraan.

“jam setengah sebelas ra. Kenapa?”

“oh, pantes sekolah udah mulai sepi.” Jawab Zahra sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

“iya nih. Ra, temenin ke kantin yuk? Abis itu ke kelas istirahat sebentar terus ganti baju di kamar ganti.” Ajak Agni.


Zahra mengangguk dua kali, tanda bahwa ia setuju.


“temen-temen gue duluan yaa!” ucap Agni sembari berjalan menjauhi teman-temannya yang masih asik mengobrol.


Setelah selesai membeli air mineral dikantin, Agni dan Zahra pun segera menuju kelasnya dan beristirahat. Dikelas sepi, tidak ada siapa-siapa. Eh, tidak deh ternyata  ada Ify, Cakka, Debo daan..... Oh Deva ternyata. Mereka sedang mengobrol, entah membicarakan apa. Zahra dan Agni melewati samping tempat duduk Ify.


“permisi....” ucap Zahra sopan sambil tersenyum.

“ya..” jawab Ify sambil membalas senyum Zahra.

“gimana ra? Menang gak?” Tanya Debo ketika Zahra sudah duduk ditempat duduknya.

“menang doong!” jawab Agni dengan cepat karena ia melihat Zahra sedang minum.

“wis, hebat ya anak 7F. Haha berapa skornya ni?” sekarang gantian Cakka yang bertanya.

“20-21 kka, tipis banget.” Jawab Agni.

“lah kok bisa tipis gitu?” tanya Ify yang ikut penasaran.

“tautuh gue juga bingung, padahal pas semifinal lawan 7B kita menang telak lo fy.” Jawab Zahra yang sudah menyelesaikan minumnya.

“yahh, coba Shilla main.... diakan pas olahraga basket aja jago banget ya?” ucap Debo santai.


Hening. Semua diam. Ify, Zahra, Agni dan Cakka. Bahkan Deva juga ikut terdiam mendengar ucapan Debo barusan. Suasana sungguh sangat mencekam, entahlah apa yang ada yang dipikiran mereka masing-masing. Debo baru menyadari bahwa Shilla sekarang sudah bukan bagian dari mereka –Ify, Zahra dan Agni- . Debo jadi tak enak dan bingung sendiri.


“Fy, kantin yuk. Aku laper nih..” ucap Deva memecah keheningan.

“mm, yuk. Aku juga aus, minumku udah abis nih.” Jawab Ify sambil tersenyum lalu menunjukan botol minumnya yang sudah kosong.


Sungguh! Debo sangat bersyukur dengan keberadaan Deva disini, coba saja tidak ada Deva apa yang akan terjadi selanjutnya? Ah, terimakasih tuhan! Cakka jugasih malah ikut-ikutan diam dengan mereka, bukannya membantu Debo yang sedang kebingungan.


Ha.Ha.Ha yayaya sebenarnya bukannya Cakka tak mau membantu sahabatnya itu hanya saja..... Debo saja yang tak pernah tau. Ya... Debo tak pernah tau isi hatinya. Dasar cowok, sangat berbeda dengan perempuan yang lebih suka bercerita pada sahabatnya mengenai isi hatinya. Padahal, memendam perasaan sendirian itu tidak baikkan? Oke kata-kata itu memang butuh penekanan buat Shilla dan Cakka “Memendam perasaan sendirian itu tidak baik.” Hahaha bodoh, lagipula memang mereka berdua peduli dengan perasaan mereka? Mengakuinya saja sudah enggan. Dasar anak SMP! Hhh, memang pikirannya masih terlalu labil untuk berpikir lebih lebih jauh sedikit.


“semuanya, gue duluan ya.” Kata Ify sambil melambaikan tangannya dan tersenyum lalu menjauh dari kelas bersama Deva.

“Deb, kka. Kita juga mau ganti baju nih. Dahh...” ucap Agni lalu keluar kelas sembari menarik Zahra dan memegang seragam sekolahnya.


Cakka dan Debo hanya mengangguk melihat Zahra dan Agni keluar dari kelas.


“Deb, gue keluar bentar ya. Lo engga usah ikutin gue. Males gue jalan bareng lo.” Ucap Cakka sarkatis.


Debo tersenyum meremehkan. “pede lo! Gue juga males bareng sama lo. Gue balik deh, ditungguin bokap. Bye kka! Duluan yaa.” Ucap Debo pada Cakka. Hhh, begitulah persahabatan mereka. Kalau yang belum kenal dengan mereka pasti tak akan menyangka kalau mereka bersahabat. Hmm.....


~


Aku selalu benci perpisahan. Perpisahan itu adalah hal yang paling menyakitkan. Tapi... setiap pertemuan pasti ada perpisahan bukan? Jangan terlalu berharap hidupmu hanya akan selalu mengalami pertemuan tanpa pernah merasakan perpisahan. Believe me.


Sambil terus berjalan, Agni mengambil ipod beserta earphonenya dan menggunakannya. Ia mulai mendengarkan lagu-lagu kesukaannya yang sudah ter-playlist di IPodnya tanpa menghiraukan Zahra yang mengikuti dari belakang.


“untung kamar mandi belakang udah ada ruang gantinya. Jadi gak perlu ke kemar mandi di gedung depan deh. Ayo ra buruan.” Kata Agni tanpa menoleh kearah Zahra sambil terus berjalan menuju kamar ganti . Sedangkan Zahra hanya diam dan mengikuti dari belakang.


Entahlah Zahra memikirkan apa. Tak ada hal yang penting yang harus dipikirkan rasanya. Tapi tunggu... tunggu.... ada! Ada yang harus dia pikirkan. Tapi apa? Zahra terdiam sebentar berpikir, entahlah ia lebih terlihat seperti orang bodoh sekarang, memikirkan sesuatu yang sebenarnya ia pikirkan. Mengerti tidak? Tidak kan? Hah. Begitu juga dengan Zahra ia bingung sendiri dengan dirinya. Tapi ia masih tetap terpaku didepan pintu masuk ruang ganti, ia tak peduli pada Agni yang sudah mendahuluinya masuk ke ruang ganti itu.


Zahra masih terdiam didepan pintu masuk kamar ganti itu saat ia seperti mendengar sesuatu. Yap! Zahra mendengar sesuatu. Mmm, seperti suara.... tawa bahagia? Atau suara.... beberapa orang yag sedang bersenda gurau dengan cerianya. Suara itu.... sepertinya tak asing untuknya. Suara itu..... sepertinya berasal dari taman belakang yang sepi itu. Zahra berpikir lagi. Entahlah, fikirannya sudah sangat kacau saat ini.


Zahra berjalan beberapa langkah ke depan taman belakang. Ia membelalakan matanya ketika melihat 2 orang perempuan dan 2 orang laki-laki disana,  ia kenal mereka! Zahra sangat kenal dengan mereka! Dan yang matanya semakin melebar ketika melihat 2 orang yang duduk berdekatan dengan posisi menyamping, disana terlihat si perempuan sedang memejamkan matanya dan..... si laki-laki perlahan medekatkan wajahnya ke sisi kiri wajah siperempuan dan.................... ah! Sebuah ciuman sangat sigkat mendarat dipipi si perempuan. Si perempuan terlihat begitu malu-malu tapi juga sangat senang. Begitu juga dengan si laki-laki.


Zahra terpaku melihat kejadian itu...... kakinya lemas...... ia rasa tubuhnya akan menghilang sebentar lagi. Air matanya perlahan turun. Sungguh! Itu semua terjadi tanpa Zahra sadari. Pupus sudah semua harapan. Ia berharap saat ini juga ia dapat kembali ke beberapa bulan sebelum hari ini............. Zahra patah hati.


“Ciyee Shilla kak Gabriel.. Ciyee! Hahaha.” Suara seorang gadis lain itu begitu menyayat hati.


Ya! Benar! Sangat benar! Kedua orang tadi itu adalah Shilla dan Gabriel. Shilla si “mantan sahabatnya” itu. HAHAHA! Dan laki-laki yang tadi menciumnya.... ah cowo brengsek! Cowo tidak tau diri! Cowo sialan!


Air mata Zahra masih terus megalir melalui kedua pipinya. Tanpa ia sadari teryata Agni sudah berjalan maju dua langkah dari tempatnya berdiri. Zahra makin terperanjat melihat Agni yang ternyata sudah ada disebelahnya sedari tadi. Dengan emosi meluap Agni terus berjalan mendekati Gabriel, Shilla, Sivia dan Ray.


Gabriel, Shilla, SIvia dan Ray yang menyadari kedatangan Agni sangat kaget. Sejak kapan Agni ada disana? Mereka pun berdiri mendekati Agni yang masih terus berusaha menahan emosinya. Bagaimana tidak? sahabatnya disakiti oleh orang yang sahabatnya cintai setengah mati. Gila! Dunia memang gila!


“Agni sejak kapan lo disini? Kok gak daritadi kan bisa gabung.” Ucap Ray tanpa dosa.


Agni meremas-remas tangannya sendiri, ia tak mempedulikan ucapan Ray. Tatapannya masih tak berpaling dari Gabriel. Agni menatap Gabriel dengan tatapan super membunuh. Daann......................... PLAKKK!


Sebuah tamparan keras dari tangan Agni tepat mengenai pipi kanan Gabriel. Semua terdiam. Shilla terperanjat dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya sangking kagetnya.


“COWO SIALAN! Gue kira selama ini lo cowo baik-baik kak. Gue kira lo cowo yang bertanggung jawab. Tapi apa? Ha?! Lo lupa sama Zahra?! Ha! Cihh bajingan!” ucap Agni sarkatis.


Shilla semakin terperanjat dengan ucapan Agni barusan. Jadi Kak Arel dan Zahra.....


 Agni menarik nafas sebentar. “ Oke, gue tau akhir-akhir ini hubungan kalian merenggang dan gue cukup sabar ngeliat Zahra yang terus-terusan galau. Dan ternyata lo sama sekali gainget sama dia. Lo sama sekali ngga........ agrhhh!!” Agni masih terus berbicara dengan emosi memuncak. “Ternyata lo malah sama dia!” lanjut Agni sambil menunjuk kearah Shilla tanpa mengalihkan pandangannya dari Gabriel.


Sedangkan Shilla sendiri air matanya sudah tumpah. Sungguh kata-kata Agni itu sangat menyayat hatinya. Perih! Rasanya lebih sakit daripada tertusuk pisau. Dan.....ah, dada Shilla terasa sangat sesak. Rasanya ia sudah tak bisa bernafas sekarang. Kesedihan dan emosi sudah bercampur jadi satu sekarang. Tangannya tak henti-hentinya meremas ujung roknya untuk meluapkan kekesalannya.


Ternyata ada orang lain didepan taman. Sivia, Gabriel, Shilla dan Ray baru menyadari bahwa ada Zahra disana. Matanya sembab. Hidungnya merah. Dan wajahnya kacau. Sepertinya Zahra sudah menangis daritadi. Argghhh, kacau! Semuanya kacau!


“Dan lo! HA.HA.HA pantes Zahra ngejauhin lo. Ternyata sikap lo busuk! Lo sama sekali engga ada rasa setia kawan. Dan lo.... malah nusuk sahabat lo sendiri dari belakang. Dasar cewe gatau di...” kata-kata Agni terpotong.

“CUKUP!!” teriak Sivia. Sivia melirik kearah Shilla yang wajahnya semakin tak karuan. Merasa bersalah, kecewa, sedih, bingung, emosi segalanya menjadi satu di wajah Shilla. Sivia tak tega, Sivia tak bisa, dan Sivia takut melihat Shilla menangis seperti itu. “kalo lo engga tau apa-apa diem! Gausah sotau deh lo ni! Sekarang lo tanya deh sama sahabat lo sendiri. Siapa yang kenal kak Gabriel duluan? Siapa yang deket sama kak Gabriel duluan? Dan siapa yang sebenernya gatau diri? HA?!” bentak Sivia kasar.

“dan lo ra! Gila ya lo! Kenapa temen lo nggak lo kasih tau sih yang sebenernya? Apa gara-gara lo takut? Lo malu karena udah nusuk sahabat lo sendiri dari belakang?!.” Kata Sivia sarkatis.


Zahra terkesiap mendengar ucapan Sivia. Sungguh, kenapa semuanya jadi seperti ini? Zahra tak bisa menjawab. Air matanya tak berhenti juga sejak tadi. Kejadian macam apa ini, HA?!


“gue tanya ya sama lo. Dulu pas pertama kali masuk sekolah, siapa yang ngebantuin bawain bawaan lo?” lanjut Sivia dengan suaranya yang semakin meninggi saja.

‘Shilla.’ Batin Zahra sambil air matanya tak kunjung berhenti.

“siapa yang selalu nemenin lo manggil guru? Ke kantin? Bahkan ke kamar kecil? SIAPA?!”

‘Shilla, Shilla, dan Shilla.’

“Siapa yang setia ngajarin lo matematika sampe lo dapet nilai yang sempurna?”

‘Shilla, iya Shilla.’

“dan terakhir...... siapa yang berusaha setengah mati , sampe ngga tidur Cuma buat cari ide supaya LO bisa baikan lagi sama gue?! SIAPA RA?! JAWAB!!” suara Sivia kali ini benar-benar meninggi. Demi tuhan, Sivia sudah tak bisa lagi menutupi rasa kekecewaannya pada Zahra kali ini.

‘SHILLA! SEMUA ITU SHILLA! GUE TAU SEMUA ITU SHILLA!’ batin Zahra, ia benar-benar tak kuat lagi sekarang. Hatinya semakin tersakiti. Bukan, bukan karena dibentak-bentak seperti itu sama Sivia. Tapi...... karena ia sungguh merasa semakin sakit melihat orang yang selama ini selalu berusaha jadi yang terbaik untuknya, menangis gara-gara ulahnya sendiri.

“dan.... apa Shilla pernah minta balesannya sama lo? Apa dia pernah minta lo ngehargain semua usaha dia untuk lo? Enggakan? Tapi kenapa lo bikin dia kaya gini sekarang!” ucap Sivia. Suara Sivia sudah tak meninggi seperti tadi. Sekarang suaranya sudah mulai ia rendahkan, walau nadanya tetap seperti orang membentak. “ dan satu hal lagi, untuk berkorban buat dia aja lo engga mau ra. Untuk ngebahagiain dia aja lo gapernah mau. Gue tau, gue tau kok, kalo sebenernya lo itu udah tau dari lama kalo kak Gabriel itu sahabat kecilnya Shilla yang lagi dia cari-cari-kan? Hahaha! Lo sahabat? Kaya gitu sahabat?! Dan lebih parahnya lagi, dengan tanpa dosanya lo negjauhin Shilla! Gatau diri lo ra.” Kata Sivia, kali ini sudah tidak dengan suara tinggi dan nada membentak. Kali ini lebih terdengar nada orang kecewa. Sangat kecewa. Right?


Sivia menggelengkan kepalanya. Sedari tadi ia juga menangis. Bahkan saat ia membentak Zahra pandangannya sempat kabur karena air mata yang saking derasnya. Ia tak mau membentak Zahra seperti ini. sungguh ia tak mau. Ia tak mau memperlakukan Zahra selayaknya semua salah Zahra. Tapi...... ia lebih tak mau melihat Shilla menangis seperti ini, melihat Shilla menjadi benar-benar lemah dan tak berdaya seperti ini. Sivia tidak ingin mengingkari janjinya pada omma Shilla bahwa ia akan menjaga Shilla. Tapi ternyata ia tak bisa.


Sivia menghela nafas beratnya. Kini bukan hanya Zahra dan Shilla yang merasa bersalah karena masalah ini. tapi juga dirinya dan Agni.
Zahra benar-benar tak kuat melihat Shilla yang terus menunduk dengar air mata tak henti-hentinya turun dari kedua ligkaran bening itu. Zahra bisa melihat dari mata Shilla. Shilla pasti juga merasa bersalah padanya! Agrrhhhh! Shilla berhenti menangis bodoh! Harusnya lo ikut bentak gue sama Sivia, Shill! Bukan malah menangis seperti itu! Agrrhhhh!, batin Zahra.


Zahra yang sudah benar-benar tak bisa menahan semuanya berlari menjauhi taman, entah ia ingin kemana. Ia hanya ingin berlari sejauh mungkin dari tempat itu sekarang. Agni yang sedari tadi diam menyadari kalau Zahra berlari menjauhi tempat itu, ikut berlari mengejar Zahra.


“kakk... ke...jarr.. Zah..raa.. kakk.... kee..kee...jaarr... dii.aaa... kakk....” Shilla membuka suaranya dengan terbata-bata. Air mata tak kunjung berhenti sampai saat ini. “KE...JAARR... ZAHRA... K..KAKK!!” bentak Shilla pada Gabriel yang tak kunjung pergi dan malah bingung dengan ucapan Shilla.


Gabriel tak punya pilihan lain, Shilla yang menyuruhnya. Ia tak pernah bisa membantah suruhan Shilla. Gabriel sangat sayang dengan Shilla. Tak ada yang bisa menggantikan Shilla dihatinya. Tapi...... mungkin Zahra bisa! Ah entahlah, sedetik kemudian Gabriel ikut berlari keluar taman mengejar Zahra mengikuti perintah Shilla. ‘mungkin memang ini yang terbaik.’ Lirihnya.


Tak sampai 5 detik setelah Gabriel keluar dari taman.....


BRUKKK!


Shilla terjatuh kererumputan. Sepertinya ia pingsan. Pipinya masih basah dengan air matanya. Matanya bengkak hampir sebesar bola pigpong. Wajahnya merah. Sepertinya Shilla.......


Sivia yang melihat Shilla tersungkur ketahan langsung ikut terduduk di rumput-rumput yang terlihat mengering ini. Matanya menatap Shilla dengan tatapan tak bisa ditebak. Sivia panic. Sangat panic! Tuhan, tolong jaga Shilla tuhan, batinnya dengan air matanya yang semakin membanjir.


“Vi, ayo kita bawa Shilla kerumah sakit vi sekarang!” ucap Ray tak kalah paniknya. Ia langsung membantu Sivia berdiri dan segera menggengdong Shilla ke parkiran. “lewat belakang aja, lewat lapangan tennis biar lebih cepat.” Lanjut Ray yang langsung berlari kearah pintu belakang yang ada ditaman itu.


Sesampainya di parkiran Ray melihat supir Shilla didepan mobilnya. Ray bersama Sivia tergesa-gesa menghamipir mobil Shilla dan meminta supir Shilla untuk membantu Ray memasukan Shilla kedalam mobilnya sekarang juga.


“kerumah sakit Cornelius pak! Cepat!” suruh Ray kepada supir Shilla, saat mereka sudah masuk kedalam mobil Shilla.

Supir Shilla kelihata tak kalah paniknya dengan Sivia dan Ray. “ YaAllah Gustiii. Non Shilla teh kenapa lagi atuh den Ray neng Sivia?” tanya supir Shilla.

“udah pak, mending cepet bawa mobilnya!” omel Ray karena sangking paniknya. Sivia sendiri sampai sekarang masih menangis. Air matanya sudah tak sederas tadi. Mungkin Sivia sudah lelah. Kejadian tadi pasti sangat membuatnya kecewa. Ray tau sekali bahwa Sivia tak suka dibentak ataupun membentak orang, tapi tadi dia..... ah pasti ia sangat kecewa juga dengan dirinya sendiri.


~


Zahra berlari menuju taman yang ada disamping sekolah ini, jaraknya tak terlalu jauh dari taman belakang. Tapi setidaknya Zahra bisa pergi dari tempat tadi sekarang. Zahra jatuh terduduk ditengah-tengah taman. Sungguh ia sangat shock sekarang.


“ZAHRA BODOH!!” teriak Zahra dengan suara kencang. Untung sekolah sudah benar-benar sepi saat ini. bahkan guru-guru juga sudah pada pulang.


Zahra memejamkan matanya. Merasakan air matanya yang belum juga berhenti, merasakan detak jantungnya yang terus berdetak tak normal. Zahra merasa sangat bersalah. Zahra merasa bahwa dirinyalah penyebab kejadian tadi. Memang benarkan? Zahra bodoh, Zahra cengeng!, lirihnya.


 Ia membuka matanya perlahan, tapi anehnya saat ia membuka matanya ia sedang tak berada ditaman tadi. Tapi..... Hey? Dimana Zahra? Semuanya terang sangat menyilaukan matanya. Sampai-sampai Zahra harus menyipitkan matanya agar tetap bisa melihat. Tiba-tiba datang sebuah cahaya lain. Dan itu semakin membuat Zahra merasa silau saja. Keadaan sekitarnya yang tadinya cerah perlahan-lahan meredup, tapi hanya satu cahaya itu yang masih bertahan.


“Hallo Zahra sayang...” sapa Cahaya itu yang lama-kelamaan berubah menjadi sosok laki-laki tinggi besar sekitar berumur 9 tahun lebih tua daripada Zahra.

“kkaa..kaaa... Ir..syadd...” balas Zahra terbata-bata. Zahra mencoba berdiri dan berjalan mendekati kakak tersayangnya itu. “kakak... ngapa..in disini..?” tanya Zahra ketika sudah berada disamping laki-laki itu.

“kakak disini cuma mau ngingetin Zahra, kalau Zahra harus selalu tetap tegar dalam menghadapi segala cobaan dari tuhan.” Jawab kak Irsyad disertai senyum manisnya. “Zahra tidak boleh terpuruk seperti itu. Zahra harus tersenyum.” Lanjut kak Irsyad sambil membelai rambut Zahra dengan penuh kasih sayang.

“Ta...tapi.. Zahra udah ngela..kkuiin kee...salahan kka..k.. Zahra ta..kutt..” Ucap Zahra, dan air matanya kembali berlinang.

Kak Irsyad menggelengkan kepalanya 2 kali. “Kalau Zahra salah, Zahra harus bertanggung jawab atas kesalahan itu... Zahra engga boleh takut kalau memang Zahra mau bertanggung jawab. Yang terpenting, Zahra harus tersenyum, Zahra harus jadi anak yang tegar. Kak Irsyad enggak mau melihat adik yang kak Irsyad sayagi ini menjadi anak yang cengeng seperti ini.”

“iya... Zahra jan..ji.. sama... Ka..kkaa.. Zahra akan tanggung ja..wab.. dan te..ttap jadi anak yang te..gar. Zahra sayang kak Irsyad.” Ucap Zahra sambil mengusap air matanya dan tersenyum lalu memeluk kakak kesayangannya ini.

“Yaudah. Sekarang Zahra kembalilah, tenangkan hatimu ra. Lalu cepat minta maaf.” Kata kak Irsyad sambil membalas pelukan Zahra.

“kak Irsyad mmauu... kema..na? kkaka.. gakkk...boleh ninggalin Zah..raa”

Kak Irsyad melepaskan pelukannya. “Kakak engga akan kemana-mana. Kakak akan selalu ada disamping Zahra. Kakak janji, kakak akan selalu melindungi Zahra walaupun hanya dari sini. Kakak sayang sama kamu ra. Salam buat mama dan papa ya..” ucap kak Irsyad lalu tersenyum dan berjalan menjauhi Zahra.


~


Sesampainya dirumah sakit, Shilla langsung dipindahkan ke kasur dorong dan segera dibawa ke ruang ICU. Untung saja hari ini dokter pribadi Shilla, Dr. Anwar sedang ada di Rumah Sakit Cornelius. Dengan tergesa-gesa Dr. Anwar langsung masuk keruang ICU tempat dimana Shilla berada.  Sedangkan Ray dan Sivia hanya bisa menunggu diluar dan berdo’a supaya tidak terjadi apa-apa pada sahabatnya itu.


Ray berjalan mendekati Sivia yang sudah duduk duluan dibangku ruang tunggu wajah Sivia terlihat pucat, air matanya ternyata belum berhenti sampai saat ini. Entahlah, tatapannya kosong, terlihat rasa bersalah yang teramat dalam disana. Ray merasa kasihan sendiri dengan Sivia. Sungguh Ray sangat tak tega melihat kekasihnya seperti itu. Dan apa itu yang keluar dari hidung Sivia? Ingus? Eh? Bukan-bukan! Darah! Iya darah!


“Vi...” panggil Ray dengan hati-hati sambil memegang kedua bahu Sivia.


Sivia diam.


“Vi... itu hidung kamu keluar dar... SIVIAA!!” omongan Ray tepotong, Sivia sudah ambruk duluan, ternyata Sivia pingsan. Iya dia pingan! Untungnya badan Sivia bisa Ray tahan.


Ray panic setengah mati, untung saja dia melihat beberapa suster lewat. Lalu ia segera memanggil suster itu dan meminta bantuan. Sivia langsung dibawa ke ruang rawat. Ray mengikuti para  suster itu dari belakang dengan perasaan tak tenang.


Di ruang rawat, Ray menunggu beberapa menit saat seorang dokter sedang memeriksa dan seorang suster yang sedang membersihkan darah dihidung  Sivia. Untung saja, tadi supir Shilla sudah menelpon omma, jadi Ray bisa menunggu Sivia dulu sebentar. Dokter itu telah selesai memeriksa Sivia. Dan menghampiri Ray yang sedang duduk di sofa sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ray terlihat sangat depresi saat ini.


“Kamu siapanya dia?” tanya dokter itu ramah sambil duduk disebelah Ray.

Ray terlonjak ketika menyadari bahwa dokter itu sudah duduk disebelahnya. “Eh? Saya... saya temennya dok.” Jawab Ray ragu.

Dokter itu mengangguk sambil tersenyum. Dokter itu perempuan, cantik, masih muda dan terlihat cukup pintar. Perfect! “mm, keluarganya mana?” tanya Dokter itu ramah.

“tadi saya sudah menelpon kerumahnya kok dok, sebentar lagi mamanya datang.” Ucap Ray pelan, bahkan suaranya hampir tak terdengar.


Dokter itu mengangguk lagi, dan tak lupa ia juga tersenyum lagi.


“SIVIAA!!” tiba-tiba seorang Ibu-Ibu sekitar berumur 30an masuk dengan tergesa-gesa. Lalu ia berlari kearah Sivia yang sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Sivia masih belum sadarkan diri.

Dokter cantik itu berdiri lalu menghampiri mama Sivia. “bu... sa..” ucapan dokter itu terhenti karena mama Sivia sudah berbicara duluan.

“Dok.. bagaimana keadaan anak saya dok? Anak saya baik-baik saja kan dok?” Ucap mama Sivia. Sebenarnya mama Sivia tau, bahwa Sivia adalah anak yang lemah. Dulu saat kelas 5 SD, Sivia juga sering pingsan. Tapi, saat Sivia kelas 6 SD kejadian itu tak pernah terulang lagi, dan sekarang ah! Mama Sivia sangat takut Sivia akan seperti dulu saat ia kelas 5 SD.

“anak ibu tidak apa-apa kok bu, dia baik-baik saja. Mungkin dia hanya kelelahan dan banyak beban fikiran. Besok juga sudah boleh pulang.” Ucap sang dokter. “saya permisi keluar dulu ya bu. Nanti sore keadaan anak ibu akan saya cek lagi. Sebentar lagi ia akan sadar kok bu.” Lanjut dokter itu sambil tersenyum.

“makasih dok.” Jawab mama Sivia yang sudah terlihat tenang.

Setelah dokter itu pergi, Mama Sivia masih belum menyadari bahwa ada Ray juga di ruangan itu. “Siang tante...” sapa Ray takut-takut sambil menghampiri mama Sivia yang duduk disebelah ranjang Sivia.

“Siang....” jawab mama Sivia sambil menoleh kearah Ray. “kamu pasti Ray?” tanyanya dengan ramah, tanpa ada tanda marah sedikitpun.

Ray tersenyum dengan respon mama Sivia. Ia bisa sedikit bernafas lega karena tak akan di marahi oleh mama Sivia. “Iya tan..” jawab Ray sambil terus tersenyum.

“Maaf ya, Sivia jadi ngerepotin kamu.”

“engga kok tante, Ray engga ngerasa direpotin.” Ucap Ray.

“makasih ya sekali lagi.”


~  


Setelah menunggu beberapa menit akhirnya Dr. Anwar keluar juga dari ruag ICU. Omma Shilla yang sudah menunggu daritadi di ruang tunggu langsung menghampiri dokter pribadi Shilla itu. Perasaan Omma sangat tak enak. Pasti ada sesuatu dengan cucu satu-satunya itu.


“Dokter.... gimana keadaan Shilla?” tanya Omma dengan wajah dan nada suara yang sangat terdengar khawatir.

“Kita bicarakan diruangan saya saja ya oma.” Jawab dokter yang terbilang sudah sangat berpengalaman itu.


Omma berjalan mengikuti Dr. Anwar menuju ruangannya. Omma sangat gelisah, Omma tau ada sesuatu yang tidak bers pasti. Sesampainya diruangan Dr. Anwar, Dr. Anwar mempersilahkan omma untuk duduk dikursi yang ada didepan meja kerjanya.


“jadi, giama keadaan Ashilla dok?” tanya oma sekali lagi. Sungguh kali ini rasa khawatirnya sudah tidak dapat omma sembunyikan lagi.

            “mmm, Jadi seperti ini Omma................" 


~~~~~~~~~
Hiii~ akhirnya me ngepost part 16 jugaa yakaan=)) 
Ayooo tebaaakk Shilla kenapa tuh? Duh, semoga Shilla gapapa ya:')
part-part selanjutnya me bakalan nambahin 1 pemain baru *caelahpemain.haha dan me juga berharap cerita part-part selanjutnya semakin seruu ya guys!

btw, part 17nya masih me proses, kayanya prosesnya masih panjang. soalnya me belum nulis lagii:phehe i'm sorry deh. secepatnya me selesain pasti! oiya thanku buat yang sudah mau baca. makin hari partnya makin ngawur. eheh kan ini cuma fiksi niih, jadi kalo ada adegan-adegan yang menurut you agak berlebihan/lebay maapin yaa....apalagi me buat ceritanya tentang anak SMP.HEHEHE

okee byee! one more, thank you so much for reading my story;)

PART 17

Sabtu, 09 Maret 2013

Rahasia Cinta Part 15


Bintang kesepian. Bintang butuh teman. Itulah aku sekarang.


Zahra duduk sendiri dikursi yang berada ditaman belakang rumahnya sambil menatap langit. Langit terlihat begitu gelap malam ini. Bulan mengumpat dibalik awan-awan hitam. Dan bintangpun enggan menampakan sinarnya sedikit saja. Hanya terlihat satu bintang disana, itupun terlihat begitu redup cahayanya.


Malam ini Zahra terpkasa hanya ditemani satu pembantunya dirumah. Mungkin pembantunya juga sudah tidur sekarang. Jadilah Zahra cuma sendiri disini. Meratapi nasibnya. Kesepian. Sendirian.


Zahra ingat sekali sebuah tweet yang ia lihat tadi siang di timeline twitternya. Ya, tweet Shilla.


 ‘bosen. bosen. dirumah sakit engga ada kerjaan. engga ada temen. sumpah berasa jadi orang yang lagi di asingin taungga.’


Zahra tersenyum miris. Taukah Shilla sesungguhnya Zahralah yang sekarang benar-benar merasa sedang diasingi. Kalau Shilla merasa kesepian seperti apapun ia masih bisa menghubungin Ray, Sivia ataupun agrh...... sakit rasanya mengingat orang itu. Sangat sakit dadanya sekarang.


Hujan mulai turun perlahan, bersamaan dengan air mata Zahra yang mulai tak bisa ia tahan. Ia tak pernah ingin menjadi seorang yang berpura-pura tegar didepan siapapun. Tapi ia juga tak bisa terlihat begitu cengeng di depan orang lain. Hujan semakin deras tapi Zahra tetap berada ditempat yang sama. Biarkan air hujan menyamarkan air matanya.


Ia benci menangis. Ia benci laki-laki. Kecuali Papa dan Kakaknya.


Bagaimana tidak, dulu saat hujan-hujan seperti ini, ia pernah melihat dengan mata kepalanya sendiri ditengah hujan deras seperti ini kakak kandung Zahra, kakak yang selalu Zahra bangga-banggakan sejak dulu harus meninggalkannya dengan cara tak wajar. Zahra melihatnya! Zahra merasakan bagaimana sakitnya! Zahra tau semuanya!


~


Malam ini Zahra baru saja berangkat dengan kakaknya yang akan menonton Bioskop untuk pertama kalinya. Sejak seminggu yang lalu kakak Zahra, kak Irsyad memang telah berjanji pada Zahra akan mengajaknya menonton Bioskop film kartun yang sedang tayang minggu ini.

Zahra kecil sungguh antusias mendengar janji kakanya itu sehingga setiap hari merengek untuk segera diajak menonton. Padahal besoknya kak Irsyad masih harus mengikuti Ujian Nasional tingkat SMP. Zahra yang saat itu baru duduk dikelas 1 SD tak peduli dengan alasan kakaknya. Yang penting ia harus menonton malam itu juga! Ia tak mau tau!

Dengan berat hati kak Irsyad akhirnya menuruti permintaan Zahra karena kak Irsyad memang sangat menyayangi Zahra. Zahra adalah adik satu-satunya ia tak ingin membuat adik kecilnya itu bersedih hati. Apalagi mama papa mereka jarang ada waktu buat mereka berdua. Kak Irsyad sih sudah biasa tapi Zahra? Jadilah kak Irsyad pergi bersama Zahra.

Zahra yang sudah tak sabar mengajak Kak Irsyad agar melewati jalan kecil yang sepi namun dekat dengan mall yang ingin mereka tuju agar lebih cepat. Awalnya kak Irsyad menolak karena lewat jalan depan akan lebih mudah, tapi Zahra terus memaksa.

Awalnya mereka merasa biasa-biasa saja melewati jalan itu.

“udah kak, gapapa kita lewat sini. Aku di kasih tau temen aku kalau lewat sini lebih deket. Aku juga suka lewat sini kalo mau kerumah temen aku yang dideket mall itu.” Ucap Zahra bersemangat.

Kak Irsyad hanya bisa mengikuti Zahra dari belakang.

Ditengah-tengah perjalan, mereka melihat sekelompok pemuda mabuk berjalan mendekati mereka jumlahnya sekitar 5 orang. Zahra merasa sangat ketakutan dan meminta kak Irsyad agar balik arah dan melewati jalan depan saja. Tapi sungguh sangat disayangkan. Preman itu lebih cepat dari mereka, karena preman itu telah berada tepat dibekalang mereka dan memegang pundak Zahra.

“kak Irsyad....... Zahra takut.” Ucapnya pelan sambil menahan tangis. Hujan mulai turun perlahan dari atas langit.

“eh, lepasin adik saya!” ucap kak Irsyad dengan segala keberaniannya.

“eh bocah! Mau apa lo? Hahaha bocah ingusan kaya lo aja belagu. Buahahaha!!!” ucap salah satu dari mereka.

“cepat pergi dari sini! Saya engga takut sama kalian! Pergi sana!” usir kak Irsyad dengan lantangnya.

“Eh bos, dia makin nantangin kita bos. Hahahaha!!! Aduh bos kepala gue pusing nih gara-gara mereka. Enaknya diapain nih bos?! Duh air darimana lagi ini bos? HAHAHA” Ucap si preman lainnya yang masih memegang sebotol minuman air keras itu sambil mengadahkan satu tangannya kelangit.

“Bosnye itu elu Bego! Hahahaha!!! Itu air ujan bego! HAHAHAHA” ucap preman lainnya yang tak kalah sempoyongannya dengan preman-preman yang lain.

“kak Irsyad. Mending kita pergi aja yuk dari sini, mereka lagi mabok kak. Zahra takut....” ucap Zahra semakin ketakutan. Ia mulai menangis. Bajunya dan baju kak Irsyad juga semakin basah, hujan semakin turun dengan derasnya.

“Eh anak cengeng lo! Mau nangis sekenceng apapun engga akan ada yang denger tolol!! Hahahaha lo berdua, berdo’a sana sama tuhan!!! HAHAHA TUHAANN!!!” ucap si bos preman yang semakin ngelantur saja.

Dengan segala keberanian yang ia kumpulkan ka Irsyad menarik Zahra mundur kebelakangnya, dan kak Irsyad pun beracang-ancang untuk melawan mereka semua. Kak Irsyad mulai mengeluarkan jurus-jurus asal-asalannya tak peduli jurus apapun itu yang penting ia bisa mengalahkan preman-preman itu.

Preman pertama dengan mudah ia kalahkan dengan sekali tonjokan pada mukanya dan tendangan yang mendarat mulus di dada preman itu. Preman ke dua ternyata cukup lebih tangguh dari preman pertama, tapi tetap saja kak Irsyad mampu membuatnya tersungkur. Preman ke tiga mulai tak bisa diremehkan, kak Irsyad terus berusaha menjatuhkan lawannya sampai-sampai tak peduli dengan hal lainnya terlebih dahulu. Tiba-tiba preman lainnya mendekat dari arah samping berniat untuk menusuk Zahra dengan pisaunya, tapi dengan secepat kilat Kak Irsyad berhasil menghalanginya. Alhasil, sekarang tertancaplah sebuah pisau diperutnya. Darah segar becucuran disana. Tak sampai 5 detik kemudian kak Irsyad sudah tersungkur ditanah yang sudah basah akibat hujan yang belum berhenti sampai sekarang.

“KAK IRSYAADDD!!!!” teriak Zahra sekeras mungkin melihat keadaan kakaknya. Lalu mendekatinya dan memeluknya. Tak peduli dengan hujan deras yang terus membasahinya.

“eh dia jatoh noh!! HAHAHAHA tolol! berdarah pula!!!! Mampus lo anak kecil!!! HAHA” ucap preman yang masih setengah sadar itu.

“Dia mati bego! Cepet kita pergi dari sini bego!! Nanti keburu dateng polisi begoo!! HAHAHA” ucap si bos preman itu lalu mereka semua pergi meninggalkan Zahra sendirian bersama kak Irsyad yang keadaannya semakin parah.

“PREMAN SIALAN!!!!” teriak Zahra sekencang mungkin. Ia terus memegangi tangan kak Irsyad. Ditengah-tengah hujan deras yang terus mengguyur mereka.

“kak Irsyad kuat! Kaka harus kuat!!” ucap Zahra sambil terus menggenggam tangan kak Irsyad sekeras mungkin sambil menangis tersedu-sedu. “kakak jangan tinggalin Zahra. Zahra sayang kakak.” Lanjutnya dengan tangis yang semakin kencang dan air mata yang semakin deras. Darah berceceran dimana-mana, begitu juga baju Zahra yang sudah terkena noda darah.

“kka...ka.... jju..ga... sa....yyang... ssa...mmaaa.... Zahh...rra.... kkamu.... hhharrruusss... ttetep.... jjaa....di.... ann...nakk.... yaangg... tegg.......” ucapan kakaknya terputus, kak Irsyad telah tiada. Dipangkuan Zahra, dihadapannya, ditempat yang gelap,sepi dan sedang hujan deras ini. kak Irsyad meninggalkannya.

“KAAKKKKKK IRSYAAADDDD!!!! JANGAN TINGGALIN ZAHRAAA!!!!” teriak Zahra sekencang mungkin. Melawan kencangnya air hujan mungkin. Ia terus menangis. Memeluk kakaknya dengan penuh kasih sayang. Sesekali mengguncang tubuhnya yang mulai kaku itu. Zahra menyayangi kakaknya lebih dari mama papanya. Tapi sekarang............. tangis Zahra semakin kencang. Dan hujanpun semakin turun dengan derasnya seakan-akan tak peduli bahwa Zahra sedang tertimpa musibah.

5 Menit berselang warga-warga yang rumahnya berada dekat daerah situ mulai berdatangan mendengar suara Zahra berteriak tadi. Semua merasa kaget dengan apa yang mereka temukan. Ternyata seorang jasad anak laki-laki yang bajunya berlumuran darah bersama anak perempuan kecil yang terus menangis tak henti-hentinya ditengah hujan deras seperti ini. Mereka semua membantu Zahra dan kak Irsyad yang sudah tak bernyawa itu dan segera membawanya kerumah Zahra

~


Itulah sebabnya Zahra membenci laki-laki, membenci malam yang gelap, membenci sepi, dan membenci hujan deras.


Zahra menghapus air matanya, mengingat-ingat kata-kata kak Irsyad untuk yang terakhir kalinya, ia harus tegar, ia tak boleh lemah seperti ini. Ia tak ingin mengecewakan kak Irsyad. Bagaimanapun juga ia sayang dengan kakak satu-satunya yang sekarang sudah tiada itu. Zahra harus bangkit, tak boleh terpuruk lagi.


Zahra segera masuk ke dalam rumah, mengganti bajunya yang sudah basah kuyup karena air hujan itu lalu segera pergi tidur. Ia yakin, kak Irsyad akan selalu berada disampingnya kapanpun itu waktunya.


*


Pagi-pagi sekali Sivia sudah datang kerumah sakit tempat Shilla dirawat hari ini. Semalam Shilla mengirimkan pesan singkat kepada Sivia bahwa ia sudah boleh pulang besok, Sivia senang mendengar kabar dari Shilla. Jadi, dia berjanji pada Shilla akan menjemputnya hari ini. Sebenarnya Ray dan Gabriel ingin sekali ikut menjemput Shilla, namu sangat disayangkan Gabriel harus ke sekolah pagi ini karena ia menjadi panitia classmeeting sekolah selaku petugas OSIS. Dan Ray juga tidak bisa karena ia harus mengikuti lomba futsal mewakili kelasnya yang juga kelas Shilla dan Sivia melawan kelas 7 yang lain.


Shilla sudah terlihat mulai sibuk dengan tasnya ketika Sivia memasuki ruangan tempat Shilla dirawat. Disana juga terlihat oma sedang membantu Shilla memberesi barang-barang Shilla yang dibawa kerumah sakit.


“Pagi Shill, pagi omma.” apa Sivia ketika memasuki ruangan Shilla.


Shilla yang sedang sibuk langsung menoleh ke sumber suara, Sivia rupanya. Shilla tersenyum bahagia, Sivia menepati janjinya untuk menjemput Shilla hari ini. “Hai viiii..” jawab Shilla girang. Sedangkan oma hanya membalasnya dengan tersenyum.


“aduh maaf ya, aku baru dateng pas semuanya udah rapih. Jadi aku ngga ikut bantu-bantu deh, maaf yaa...” ucap Sivia setelah menyalami  tangan Oma Shilla.

“yaelah gapapa kali vi, lo udah dateng kesini aja gue udah seneng banget. “ jawab Shilla masih disertai bibirnya yang terus melengkung.

“mmm, tapikan gue gaenak Shill. Oiya, tadi Ray sama kak Gabriel minta maaf karena mereka berdua gabisa dateng kesini. Kak Gabriel biasalah dia panitia classmeeting, dan Ray ada lomba futsal antarkelas jadi Ray ngewakilin kelas kita gitu Shill. Tapi kata mereka nanti siang mereka pasti kerumah lo kok” Jelas Sivia panjang lebar.

“ohh, ya gapapa kali. Palingan besok juga gue udah masuk. Boleh kan omma?” Tanya Shilla dengan pasrahnya namun nadanya seperti memaksa.

Omma menggeleng dengan tegas. “tadikan dokter bilang, walaupun kamu udah boleh pulang ke rumah bukan berarti kamu boleh cape, kamu harus tetap istirahat dirumah Chilla.” Ucap omma Shilla sedikit cemas.

“ yahh, tapi kan ma, aku disekolah udah engga belajar. Aku juga engga akan ikut kegiatan classmeeting kok. Aku juga tau gimana caranya biar engga terlalu cape. Boleh ya omma? Please....” bujuk Shilla.

Oma Shilla terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya mengangkat kedua bahunya. “terserah kamu aja Chill.” Ucapnya pelan.

Shilla tersenyum lalu mengangguk. “makasiii omaaa, tenang ajadeh ma, Chilla engga bakal cape kook. Kan ada Sivia juga yang selalu ngingetin aku. Yakan Vi? Maukan?” ucap Shilla.

“mmm, iya deh.” Ucap Sivia pelan.

“tuh maa, Sivia aja mau. Tenang deh maa.” Ucap Shilla bersemangat.


Sekarang semua peralatan Shilla sudah dirapihkan, tadi dokter juga sudah memberikan Shilla izin untuk pulang. Jadi sekarang Shilla sudah menuju ke mobil untuk segera pulang kerumahnya tercinta dan tak merasa jenuh di kamar rawat ini lagi. Huh, memang ya tak ada kasur yang palingnya nyaman selain kasur dirumah sendiri. Hehehe.


*


Kemarin Zahra terpaksa tak masuk sekolah karena badannya panas akibat hujan-hujanan kemarin malam, jadi ia memantapkan diri hari ini untuk masuk ke sekolah entah bagaimanapun keadaannya. Lagipula ia hari ini diminta untuk mewakili basket putri dikelasnya bersama 4 teman lainnya. Setelah kemarin lomba futsal teman sekelasnya menang –info  dari Agni kemarin. Jadi Zahra tak ingin mengecewakan teman-teman sekelasnya hari ini.


Zahra sudah sampai disekolah dari jam setengah 7 pagi tadi, sebenarnya terlalu pagi jika dating pada jam setengah 7 jika sedang classmeeting seperti ini. tapi mau bagaimana lagi, Zahra lebih memilih dating cepat kesekolah daripada harus merasa kesepian dirumahnya. Bahkan Agni yang biasanya datang lebih cepat daripada Zahra juga belum terlihat di sini. Hanya ada Zahra dan 2 teman sekelasnya yang memang rajin datang pagi.


Tak lama kemudian terlihat Agni datang bersama beberapa teman sekelasnya yang lain. Dan beberapa anak yang dipilih untuk mewakili kelasnya untuk tanding basket juga mulai berdatangan. Namun mereka semua memang sudah janjian untuk berganti baju olah raga disekolah saja bersama-sama, jadi sekarang mereka semua masih memakai baju sekolah yang biasa mereka pakai. Rok berwarna biru dongker sebagai warna dasar dipandukan dengan garis-garis yang membentuk kotak perpaduan warna putih dan merah diatas lutut. Tak lupa kemeja putih selengan berlambangkan logo BCIJHS pada kantungnya yang terletak di kiri atas dan di balut dengan blazer khas Bunga Cendikia International Junior High School yang berwarna biru dongker –senada dengan warna rok- dan berlengan panjang itu.


Lalu tak lama terlihat juga Ray, Sivia dan........ S-h-i-l-l-a. Iya Shilla! Ternyata ia sudah diperbolehkan masuk hari ini. oh! Penting gitu buat Zahra? Ayo Zah lupain dia, lupain! Anggap aja kamu engga pernah kenal sama dia. Kamu pasti bisa Zah! , batinnya menyemangati. Sungguh, sebenarnya semua itu terasa begitu nyeri di dada Zahra. Namun bagaimanapun juga mulai kemarin malam ia sudah berjanji pada dirinya sendiri agar tak menjadi cengeng, ia harus jadi pribadi baru yang lebih tegar. Harus!


Agni mendesah pelan melihat raut perubahan wajah Zahra ketika melihat Ray dan Sivia datang bersama Shilla. Sebenarnya ia juga sedikit kaget melihat Shilla hadir diantara mereka. Lalu dengan cepat Agni menyambar tangan Zahra lalu menariknya. “Guys, gue sama Zahra ganti baca duluan ya. Abis itu kita langsung kumpul aja dilapangan.” Ucap Agni cepat lalu berlalu dari kelas yang mulai berhawa panas itu.


Zahra yang sebenarnya tau apa maksud Agni berjalan saja dengan pasrah ketika ditarik tangannya. Mungkin memang lebih baik begini. Daripada ia terus-terusan dikelas menatap Shilla tanpa berkedip. Yang ada dikira dia mau ngapa-ngapain Shilla lagi.


*


Setelah Agni dan Zahra keluar dari kelas, suasana kelas mendadak menjadi ramai. Beberapa anak mendekati Shilla lalu bertanya-tanya padanya. “Shill udah pulang?” “Shill, sakit apa?” “Shilla, emang udah boleh sekolah?” “ Shill, kenapa bisa sakit?” dan pertanyaan beragam lainnya. Sedangkan Shilla hanya menjawabnya dengan senyum saja. Ia sendiri awalnya bingung melihat Agni yang buru-buru menarik Zahra ketika ada Shilla. Tapi bodolah, memangnya itu urusan Shilla?


“Shill!! Nonton pertandingan basket yuk di lapangan.” Ajak Sivia membuyarkan lamunan Shilla. “ka Arel jadi wasitnya, katanya sih.” Lanjut Sivia.

“mmm, yaudah deh Vi. Gue juga bosen disini.” Jawab Shilla lalu berjalan mengikuti Sivia dan Ray.


Sepanjang perjalan ke lapangan basket Shilla hanya terdiam dan menunduk memerhatikan sepatunya. Entahlah, ia merasa pilihannya untuk masuk sekolah hari ini adalah pilihan yang cukup salah, karena sumpah demi apapun ia malah merasa tak nyaman berada disekolah sekarang. Ya,ya,ya walaupun rasanya lebih baik daripada di rumah sakit sih.


Saat sedang asik menatap jalan dan sepatunya yang terus bergesekan dan terus memikirkan hal-hal yang kurang penting, tanpa sadar ia menabrak seseorang yang tak terlalu tinggi darinya. Bahkan, mungkin tingginya sama. Shilla menengok keatas, betapa kagetnya dia ketika melihat seseorang yang ia rindukan. Ralat, ralat, yang –mungkin- sedang ia rindukan. Mulut Shilla setengah menganga melihat siapa yang ada dihadapannya sekarang.


Cakka. Iya, Cakka. Ia juga terlihat tak percaya dapat melihat Shilla lagi dengan jarak sedekat ini. Habisnya dari tadi perempuan ini menunduk. Cakka juga tak tau kalau ada orang didepannya. Dan ternyata ia malah menabrak Shilla. Hhh, Cakka menghela nafas berat yang membangunkan lamunan Shilla.


“so...so... sor..ry...” ucap Shilla gugup lalu segera menjauh meninggalkan Cakka lalu mengikuti Sivia lagi yang sudah jauh didepannya. Dan melupakan kejadian tadi, mengaggap tak pernah terjadi apa-apa barusan. Lalu berjalan seperti semula seperti tanpa beban, yaitu sambil menunduk.


Cakka sendiri masih terdiam belum bergerak sama sekali setelah kejadian tadi. Ia menarik nafas berat lagi, lalu mengangkat kedua bahunya dan memutuskan untuk berjalan lagi ke kantin –tujuan utamanya-. Berusaha tak terlalu memikirkan kejadian yang menurutnya sangat aneh itu.


Sivia menghentikan langkahnya ketika sudah sampai di pinggir lapangan. Lalu, segera mencari tempat yang nyaman untuk duduk. Untung saja saat itu pertandingan belum dimulai. Jadi, lapangan juga belum terlalu ramai.


Shilla mengangkat wajahnya ketika Sivia berhenti. Oh, sudah sampai rupanya. Shilla menghela nafas panjang tak kentara lalu mengikuti Sivia yang sedang mencari tempat duduk. Ketika sudah dapat ia duduk disebelah kanan Sivia, sedangkan Ray duduk disebelah kirinya. Sumpah, kali ini wajah Shilla tidak terlihat seperti orang sedih malah terlihat seperti orang idiot yang kehilangan harapan. Hhh, entahlah Shilla sendiri tak mengerti mengapa seperti itu.


Sudah tiga pertandingan kelas 8 dan kelas 9 yang mereka tonton, tapi Shilla tetap beelum bisa meghilangkan fikirannya yang tadi. Iya kejadian yang tadi ia alamin bersama........ huh.


Shilla menatap lapangan tanpa semangat dengan tatapan kosong saat orang-orang disekitarnya bersorak-sorak girang. Ia seakan-akan sedang berada diruangan kosong sekarang. Sepi. Sendiri. Dan menyedihkan!


Ia memalingkan wajahnya kearah Sivia dan Ray yang sedang menikmati pertandingan antar kelasnya yaitu 7F melawan kelas 7B pada pertandingan semi final itu.


Sivia menyadari bahwa ia sedang diperhatikan oleh Shilla dari samping. Sivia menghela nafas berat sehingga membuat Shilla tersadar dari lamunannya. Sivia menatap Shilla ketika mata mereka berdua tak sengaja bertemu. Sivia terus menatapya dengan tatapan yang tak bisa ditebak. Begitu juga dengan tatapa Shilla yang tak jauh beda dengan Sivia. Entahlah apa yang ada di otak mereka masing-masing.


“Shill...” ucap Sivia memulai pembicaraan. Mencairkan suasana yang mendadak dingin.

Shilla tersadar lalu kembali menatap lapangan degan tatapan tak semangatnya. “ya?” jawab Shilla dengan suara pelan yang bahkan hampir tak terdengar.

“kantin yuk..” ajak Sivia.


Tak ada jawaban dari Shilla. Gadis itu hanya menggeleng.


“kenapa? Bukannya lo sama Ray lagi asik nonton?” Tanya Shilla yang menglihkan pandangannya ke arah Sivia lagi.

“percuma Shill. Percuma kalo kita asik tapi lo nya....” jawab Sivia.

Ray yang sedang asik menonton, tersadar bahwa namanya disebut-sebut oleh dua gadis yang ada disebelah kirinya. Lalu ia menoleh kearah Sivia dan Shilla. “kenapa?” tanyanya dengan suara amat teramat datar, tanpa ekspresi juga. Hhh.

“ke taman ketenangan yuk..” ajak Sivia penuh semangat.

“mmm, ayo boleh-boleh. Aku juga rada bosen disini.” Ucap Ray yang lalu bangkit dari tempat duduknya yang kemudian diikuti oleh Sivia.


Shilla terdiam tanpa suara, mau tidak mau ia harus ikut bangkit dari tempat duduknya dan mengikutin Sivia dan Ray yang sudah berjalan mendahuluinya.


Sesampainya disana tak terdengar suara siapapun. Sunyi. Sepi.


Shilla duduk bersila dibawah rindangnya pohon, sambil menghitungi daun-daun berwarna kecoklatan yang baru saja jatuh dari pohon karena tertiup angin. Sekarang sudah berganti musim panas rupanya.


Ray juga tak banyak bicara, ia fokus dengan Ipodnya. Ia sedang mendengarkan lagu-lagu yang bernada slow untuk menenangkan dirinya dan mencoba merasakan kesejukan dibawah pohon yang cukup rindang ini pada saat keadaan sebenarnya sedang panas seperti ini.


Sedangkan Sivia, mau tak mau ikut bungkam. Ia tak ingin marah seperti waktu itu. Iya, waktu itu dia marah kepada sahabat-sahabatnya yang saat itu memilih keadaan sunyi daripada bercanda. Padahal Sivia sama sekali tidak suka keadaan sepi dan sunyi. Karena itu hanya akan membuat ia merasakan keadaan dirumahnya yang....... ah sudahlah.


“panas banget ya cuacanya.” Ucap Ray.


Sivia hanya mengangguk. Shilla juga ikut mengangguk.


“gue sms kak Arel ya, biar dia kesini. Biar gaterasa sepi kaya gini.” Ucap Ray lagi.

“boleh tuh Ray. Biar Shilla ada temen juga. Hehe” jawab Sivia asal.


Shilla tersenyum sambil mengangguk tanpa semangat.


To: kak Gabriel

Buruan kesini Rel. Taman belakang!


*


Prit....priitt....prittt.....


Peluit dibunyikan tiga kali. Tandanya pertandingan semifinal antar kelas 7F dan 7B telah selesai dan dimenangkan oleh kelas 7F dengan skor telak 22-2. Zahra berhasil menyumbang 5 bola ke ring lawan. Dan 2 diantaranya ia berhasil mencetak threepoint. Bagaimana Zahra tidak semangat. Liat saja siapa yang menjadi wasitnya. Kak Gabriel. Iya kak Gabriel!


Zahra berjalan perlahan menuju pinggir lapangan tanpa memalingkan wajahnya dari arah Gabriel berdiri. Sungguh, demi apapun Gabriel itu memang benar-benar sosok yang hampir sempurna. Badan tinggi, tegap, tak teralalu kurus, berwajah natural, dan senyumnya itu........ siapasih yang tidak tergila-gila dengan senyumannya.


Gabriel merasakan ponselnya bergetar 2 kali. Oh, ada pesan singkat rupanya. Gabriel membuka pesan singkat itu  yang ternyata dari Ray. Ray menyuruhnya menuju taman belakang ternyata.


Gabriel berjalan menuju Kiki dan Dayat yang sedang bersiap-siap untuk pertandingan selanjutnya.


“Ki, Day, gue udahan ya jadi wasitnya. Day gantiin gue oke?” pinta Gabriel.

“mau kemana lo?” Tanya Kiki.

“you-know-lah Ki.” Jawab Gabriel sambil mengedipkan matanya sebelah.

“Idih amit-amit.” Ucap Dayat lalu tertawa bersama Kiki sambil menggeleng-gelengkan kepalanya masing-masing.


Gabriel sudah melesat jauh, berjalan dengan tergesa-gesa menuju taman belakang.


Zahra baru saja mengambil posisi duduk yang nyaman, ketika sudah terasa sempurna ia kembali mengalihkan pandangannya kearah pinggir lapangan mencari-cari sosok Gabriel. Tapi.... ia sudah mencari berkali-kali, sosok gagah itu tetap tidak terlihat. Sekali lagi Zahra mengedarkan pandangannya ke seluruh lapangan. Namun hasilnya sama, tidak terlihat Gabriel disana. Yang ada hanya Kiki dan Dayat dan beberapa anggota OSIS perempuan. Diamana Gabriel? Ah, entahlah. Iakan bukan siapa-siapanya Gabriel. Huft.

~

Halo Halo!!!~ maaf ni guys baru sempet ngepost. sumpah ngaret bgttttt:(huhuhu maunyasih juga gak ngaret tapi apalah daya, gue udah kelas 9 dan keadaanpun semakin sulit dengan info UN 20 paket!! setress taungga setress~ huft... maaf juga part ini rada sedikit, soalnya otak lagi fokus ke UAS jadi gamau ngebantuin gue buat nulis:'( HA.HA.Ha.
oke cukup basabasinya. makasih yang udah mau baca, yang udah mau ngikutin juga cerbung dirikuu ini yang aneh~ wkwk makasih juga yang udah mau comment. ayo mana lagi nih pembaca RC? jadi jadi sillent reader dong plisss, gue butuh banget saran kakak-kakak, adek-adek dan teman-teman sekalian:'D

PART 16