Sabtu, 28 Juli 2012

Rahasia Cinta Part 2


Ketika kau menyadari bahwa rasa itu ada. Kau tak akan bisa menampiknya. Satu hal , Jalani saja. Perjuangkan hatinya jika kau menyadari rasa itu begitu tulus, pertahankan ia di hatimu jangan sampai ada orang lain yang mencoba untuk menerobos masuk dengan memaksa dan mengambil hatinya dari hatimu.

Beberapa hari kemudian.


Entah kenapa sejak kejadian itu Shilla lebih sering terlihat salah tingkah ketika ia Cakka Ify dan Debo bercanda tertawa bersama ketika Cakka melemparkan lelucon yang tidak terlalu lucu tapi terlihat lucu ketika cakka yang berbicara. Ada apa sebenarnya dengan dirinya. Apakah ia su…. ah tidak mungkinlah. Iakan baru mengenal Cakka dan nyaman hanya menjadi teman bercandanya Cakka. Iapun tak pernah berharap sesuatu. Berharap memiliki rasa itu. –dan mungkin juga- berharap Cakka memiliki rasa itu.


Tapi ternyata gadis itu tidak cukup peka. Mungkin karena ia juga baru merasa seperti ini baru-baru ini. Shilla mana pernah tau, dan mungkin tidak ingin tau. Walaupun ia sendiri tau bahkan dari kelas 1 SD sudah banyak teman laki-lakinya yang ingin dekat dengannya.  Tapi tanggapan Shilla sama, hanya membalas pujian bocah laki-laki itu dengan senyum manisnya dan bersedia berteman dengan semuanya. Mungkin karena ia masih terpaku dengan masa kecilnya.


Padahal  teman-teman dekat lainnya –Ify,dan Debo- menyadari sesuatu. Sesuatu yang janggal. Entah pada sikap Shilla maupun Cakka. Ketika Cakka melemparkan lelucon seperti biasanya mereka tertawa seperti biasanya pula, dengan tertawa lepas. Tapi Shilla? Ify dan Debo merasa tawanyalah yang paling terlihat menyolok. Seakan ada sesuatu, seakan hanya untuk Shillalah lelucon yang dilemparkan Cakka. Lalu saat semua sudah diam, bahkan Shilla kadang-kadang masih suka tersenyum sendiri. Entah apa yang ia fikirkan. Begitu juga dengan Cakka, ketika Shilla menimpalkan lelucon Cakka dengan apa yang ada difikirannya, semua tertawa. Tapi Cakka? Tertawa juga pastinya, tapi entah mengapa pula, tawanya selalu seakan mengisaratkan sesuatu.


Semilir angin meriuh-riuh tanpa ampun diluar sebuah ruangan, kelas VII F yang biasa penghuni dan orang-orang lain menyebutnya. Tanpa Shilla dan  Cakka sadari bahwa keduanya sama-sama meraskan hatinya terketuk, terketuk akan sebuah rasa yang sama. 


Shilla yang terketuk hatinya lebih awal hanya merespon dengan cara tidak peduli, yaa begitulah Shilla. Lebih suka merasa tidak peduli dengan apa yang ia rasakan. Tidak ingin berbagi dengan siapapun. Tanpa Shilla sadari itu akan hanya menjadi sebuah bomerang bagi dirinya. Yang kelak akan melukai hati orang lain, bahkan hatinya sendiri.


Sementara Cakka meresponnya hanya dengan senyuman, ia akan memendamnya terlebih dahulu. Mungkin si Bejat satu ini begitu panggilan akrab Shilla padanya sudah terlalu merasa lebih professional dalam hal seperti ini. Sejak SD Cakka sudah memiliki pacar yang masih bertahan sampai saat ini. Bahkan pacarnya Cakka itu adalah salah teman satu sekolahnya kini walau tidak satu kelas. Mungkin inilah hal yang membuat Cakka lebih memendam rasa itu dan bersikap sewajarnya walau sesungguhnya ia tau bahwa ‘Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga’ Begitulah kira-kira pepatah yang pantas untuknya.
Shilla masih terdiam berdiri sambil mengedarkan pandangan jauh-jauh melalui balkon kelasnya, yap. Kelas Shilla –dan teman-temanya jug pastinya- berada di lantai dua. Semilir angin riuh yang masih terus bertiup seakan menerpa wajahnya tanpa ampun. Sesekali ia menyeka anak-anak rambutnya yang membandel sesekali menutupi wajah manisnya.  Sesekali ia tersenyum, sesekali bibir kecilnya seperti merapalkan sesuatu. Alasan ia tersenyum apalagi kalau bukan gerak gerik salah tingkahnya, tubuhnya yang tiba-tiba merasa memanas, seakan darahnya mengalir lebih cepat, dan tidak lupa jantungnya yang berdetak menyalahi kecepatannya saat memompa darah saat berada di dekat pemuda tampan teman sekelasnya sekaligus teman dekatnya. Kalau gerak gerik bibirnya kecilnya itu, tentu saja karna ia menyalahi guru yang tak mengajar dikelasnya sekarang. Kemana guru itu? bukannya ia digaji untuk mengajar? Tapi..... kenapa seakan-akan angin yang terus bertiup itu menjadi alasan guru itu tidak datang, batinya.


Shilla lebih memilih berdiri mematung seperti ini daripada berada didalam kelas, percuma. Ia hanya akan mendengar suara gaduh seperti pasar yang semua pedagangnya sedang mengobral barang dagangannya. Ia merasa lebih tenang, bahkan ia bisa lebih merasakan perasaan yang tak terduga yang ia rasakan beberapa bulan terakhir ini. menyenangkan, batinnya. Shilla memang bukan anak perempuan yang pendiam, malah ia lebih terlihat hiperaktif. Apabila ia berteriak karena sedang bercanda, marah, ataupun kecewa cukup menggetarkan benda-bedan yang ada dikelasnya. Tapi saat ini ia sedang membutuhkan ketenangan. Untuk sekedar berfikir, pantaskah ia memiliki rasa itu? rasa yang menurutnya seharusnya tidak ada namun tanpa sadar ia menyukainya.


“Shillaaaaaa……………….” Teriak Sivia yang sedang berada di meja barisan pertama pertama kebelakang, barisan kedua dari samping pintu.

Shilla hanya diam.

“Woy Shill…..” panggil Sivia lagi, sekarang ia sudah berada disebelah Shilla sambil sibuk merapikan blazernya yang berlambangkan BCIJHS.

“hmm?” jawab Shilla

“SHILLAAAA……” teriak Sivia lebih keras lagi karna merasa di cuekin abis-abisan hari ini sama Shilla. Walaupun Sivia tidak semeja dengan Shilla tapi ia merasa dari tadi pagi Shilla diam saja, saat dipanggil jawabnya Cuma hmm hmm itu itu saja, saat ditanya jawabannya singkat. Seperti sudah tidak ada semangat hidup.

“What’s up vi? Kan tadi udah gue jawab” Jawab Shilla, santai

“Gila lo. Hem ham hem ham itu jawaban? Lo kenapasih? Gue Tanya cuek banget. Kalo ada sesuatu cerita kali. Lo lupa lo disini punya sahabat?” Tanya Sivia. Tepat. Shilla sedang menyembunyikan sesuatu.

Shilla menggeleng. “nothing. I’m fine. Just tired may be” katanya ‘Cape dengan keadaan, cape harus bersikap normal, seakan semuanya baik-baik saja, tidak terjadi apa-apa’ batinnya melanjutkan.

“are you sure? But I can’t see if you fine. Lo begitu terlihat aneh”
Shilla mengangguk mantap

 “yayaya whatever.” Kata Sivia lalu berjalan masuk kekelas meninggalkan Shilla sendiri.

Belum saatnya vi. Belum saatnya lo Zahra Agni Ify tau. Gue belum yakin, batinya. Kemudian Shilla tersenyum tipis.


*


Hati ini bertambah yakin, seakan tak ada lagi yang bisa menghalangi rasa itu untuk terus merasuk jiwa. Ditambah lengkungan bulan sabit yang terus terlihat dari bibirnya. Bahwa ia sangat menyukainya, menyukai kehadiran rasa itu. tanpa ia sadari, ia belum begitu mengerti apa yang akan ia rasakan selanjutnya. Sedih. Kecewa. Ia buang jauh jauh dan melupakannya. Seakan dunia ini hanya miliknya, tak akan ada yang bisa menyakitinya. Juga hatinya.

Semua yang telah terlupa seperti kembali, memberikan sejuta jawaban akan pertanyaan yang takkan pernah terjawab oleh hati. Apakah ini yang dinamakan cinta sejati yang selalu dinanti?


Pagi ini  seperti biasa, Shilla datang hampir terlambat. Sudah jadi bagian hidupnya kalau ia pasti sampai sekolah dengan waktu yang mepet. Ia juga tidak mengerti, tapi menurutnya ia sangat susah untuk berangkat lebih pagi. Pernah sih sekali-sekali, tapi besoknya ia juga kembali lagi datang hampir terlambat. Karna menurutnya ia tidak terlambat ini, hanya hampir terlambat. Lagipula ayahnya pemilik 2/3 saham sekolahnya ini. Siapa yang akan berani menghukumya?


“Shilla….” Sapa Zahra salah satu sahabat baru Shilla dengan senyum manisnya. Seperti ingin berbicara sesuatu ketika Shilla melewati tempat duduknya.

“ya?” jawab Shilla lalu berhenti tepat disamping bangku Zahra masih dengan ekspresi yang sama dengan kemarin, hanya senyum tipis yang terpancar dari bibir manisnya. Tapi dengan perubahan sedikit. Biasanya Shilla hanya akan menjawab dengan deheman seperti tidak peduli.

“mm…. nothing. “ kata Zahra singkat. Sebenarnya ia ingin bercerita sesuatu. Tapi, ia tak yakin bercerita sekarang. Zahra masih melihat wajah sendu Shilla yang kemarin, sehingga Zahra tak yakin untuk bercerita apalagi-ini-soal-perasaannya. Sedangkan ia tau perasaan Shilla sedang tidak bagus akhir-akhir ini.

~

Hari ini Zahra terpaksa pulang telat. Karna harus mengerjakan tugas kelompok bersama teman-temannya. Tapi tidak bersama Shilla karena mereka berbeda kelompok. Sebenarnya Zahra malas, karena teman-temannya terlihat tidak ada yang peduli dengan tugas kelompok ini.

Tidak ada satupun yang mau rumahnya di jadikan tempat untuk kerja kelompok. Zahra sih sebenarnya mau-mau saja. Bahkan ia sudah menawarkan, tapi teman-temannya malah menolak dengan alasan macam-macam. Ada yang bilang terlalu jauhlah, ada yang bilang malas kalau dirumah Zahra. Yasudah akhirnya ia memberikan masukan agar disekolah saja. Akhirnya teman-temanya setuju, walau terlihat seperti mau tak mau.

“hhh.. dasar emang tu anak-anak males. Ih kenapa coba gue harus sekelompok sama mereka? Nyusahin aja bisanya. Mana gue ditinggal sendirian lagi” runtuk Zahra, berbicara sendiri.

“Nahhh. Akhirnya beres jugakan. Emang ya mending sekelompok sama si Shilla deh. Pasti dia mau bantuin walau sedikit, tapisih yang penting dia mau bantuin gue. Diakan juga pinter. Eh lagian salah gue juga sih tadi nyuruh dia pulang duluan. Tapi… diakan lagi galau gitu. Gamungkin lah gue minta tungguin” lagi-lagi Zahra berbicara sendiri

Zahra lalu menutup pintu kelas dan hendak pulang. Lalu saat ia melewati tangga, ia terdiam sebentar. Zahra seperti melihat siluet sesorang. Laki-laki dan memakai blazer berlambang BCIJHS yang sama dengannya. Ah masa ia cowo itu makhluk halus? Inikan belum malam. Hmm tapi itu kaya kaka kelas gue. Tapi ngapain disini?, batinnya.

Dengan takut-takut Zahra berjalan menghampiri laki-laki yang ia yakini adalah kaka kelasnya itu. Saat sudah dekat Zahra sangat ragu. Sapa? Tidak? Sapa? Tidak? Akhirnya ia memberanikan diri menyapanya.

“hai ka” sapa Zahra pelan.

Laki-laki itupun menoleh kebelakang, menyadari ada sesorang yang menyapanya. “hai. Kamu siapa? Ngapain jam segini masih disekolah?” Tanya laki-laki itu yang ternyata benar kaka kelasnya. Zahra seperti tidak asing dengan kaka kelasnya itu. Zahra sudah pernah melihatnya sesekali.

“emmm aku Zahra ka, anak kelas 7F. emmm aku.. aku abis kerja kelompok dikelas. Kaka sendiri?”

“Oh. gue Gabriel. Anak 8B. gue emang biasa disini sebelum pulang. Biasanya ngobrol sama temen-temen sekelas tapi, tadi mereka baru aja pulang”

“Oh gitu. Em…. Yaudah deh ka. Aku pulang duluan ya” Kata Zahra mengakhiri percakapannya. Lalu Zahra pergi.

“Hati-hati ya” kata Gabriel sedikit keras agar Zahra dapat mendengarnya

Zahra yang sudah agak jauh, Lalu memalingkan wajah kebelakang dan tersenyum kearah Gabriel. Zahra merasakan sesuatu, sepertinya ia suka dengan Gabriel. Walau tingkahnya sedikit aneh tapi Zahra sangat kagum. Dan mungkin sudah lebih dari batas kagum, batinya lalu ia terseyum kembali.

~

Shilla hanya mengangguk dan tersenyum lalu melanjutkan perjalanannya menuju mejanya. Yang terlihat sudah ada Ify disana.

“Pagi Chillaaa….” Sapa Ify dengan senyum yang sangaaat lebar. Tapi menurut Shilla senyumnya berlebihan.

“Pagi. Kenapa lo fy? Pepsoden lagi murah ya? Senyumnya lebar bener” kata Shilla. Shilla tidak mau terlihat kaku seperti kemarin, karna ia tau pasti akan menambahkan kecurigaan Sivia. Bisa-bisa dia dikira depresi berat dan akan menjadi gila.

“Hehehe Gue lagi bahagia nih Chill! Bahagiaaaaa bangeeet” kata Ify yang lagi-lagi menurut Shilla terlalu berlebihan, lebay gitu deh istilah jaman sekarang mah.

“Seneng kenapa lo? Iih seneng gabagi-bagi. Awas nanti malah gila lo” ejek Shilla.

“yee.. nyebelin ah lo Chill. Mau nih gue bagi-bagi? Haha”

“yaa kalo lo gamau jadi Gila sendirimah ya bagi-bagilah.”

“em…. Gue kayanya suka sama Deva”

Shilla mengernyit “Deva mana? Setau gue dikelas ini gaada yang namanya deva”

“emang bukan dikelas ini Chillaa, dikelas sebelah. Dia anak 7E, anaknya kece. Temen ekskul pramuka gue” dengan suara lebih kecil, sengaja ia kecil-kecilkan karena Cakka juga salah satu anak pramuka dan teman SDnya Deva

“Oooh” kata Shill sambil mengangguk-ngangguk

“dia temenya si bejat satu nih. Temen SDnya. Oiyaaa jangan bilangin via agni Zahra dulu yaa pliss” sambil mengerak-gerakan dagu panjangnya kearah Cakka dan dilanjutkan dengan tatapan memohon.

Click here to read Part 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar