Aku mencintai dia, yang ternyata
mencintai dirimu.
Bel jam pelajaran pertama dimulai,
telihat beberapa kursi kosong dikelas 7F. Kursi Ify dan Cakka juga kursi Ray
dan… Shilla. Ya, sesuai janjinya kemarin pada Ray, ia akan mendengarkan curahan
hati Ray. Shilla penasaran juga sih, sebenernya Ray ingin bercerita apa
kepadanya. Lalu? Kemana Ify dan Cakka. Kedua anggota Pramuka itu ternyata hari
ini masih mendapatkan Dispensasi dari pihak sekolah. Bukan. Bukan untuk
berlatih, hanya untuk sekedar beristirahat. Pasti mereka masih lelah akibat
lomba kemarin. Jadi, pihak sekolah memutuskan agar mereka tak usah mengikuti
jam pelajaran dulu hari ini.
Zahra, Sivia dan Agni juga bingung
dengan menghilangnya Shilla diwaktu jam pelajaran. Jam pelajaran pertama daaan
pelajaran matematika pula. Tak seperti biasanya Shilla begini. Di jam pelajaran
terakhir saja ia akan mencak-mencak berorasi apabila diajak untuk keluar kelas,
apalagi di jam pelajaran pertama begini. Apa untuk sekedar melihat Cakka? ha?
Tidaklah Shilla tidak seperti mbak-mbak-yang-kebelet-jadian.
Sivia, Zahra dan Agni menyadari
memang akhir-akhir ini mereka jarang sekali mengobrol bersama. Zahra sibuk
sendiri bertemu dang mengobrol bersama Gabriel begitu juga Agni yang kadang
terlibat dalam percakapan Gabriel dengan Zahra. Sivia entah mengapa rasanya
ingin menghindar dari Shilla, apalagi kalau Shilla sedang dekat-dekat dengan
Ray.
By the way, Ray juga tidak ada
dikelas. Apa jangan-jangan Ray bersama Shilla? Sivia mencolek bahu Zahra yang
duduk dibangku yang berada tepat didepan bangku Sivia.
“Apaan?” kata Zahra setengah
berbisik.
“Shilla kemana deh?” Tanya Sivia
berbisik juga. Lalu Zahra menengok kearah tempat duduk Shilla dan Ify. Benar,
kosong dua-duanya. Pantas saja sedari tadi ia merasa ada yang janggal.
Zahra mengangkat bahu “gatau.”
“mm… Ray juga gaada” ucap Sivia
lagi.
“Yaudah paling sama Ray” Ucap Zahra
lalu memfokuskan pandangannya kedepan lagi.
Shit. Apa-apaan ini? Kenapa Sivia
jadi seperti ini? Apa ia menyukai Ray? Ha? Tidak. Tidak, batinnya.
*
Bukan. Bukan dia orang yang kupilih
untuk mengisi hatiku. Tapi kamu. Ya, hanya kamu seorang.
Bel tanda pelajaran pertama telah
berakhir sudah berbunyi. Ray dengan Shilla masih berada ditaman ketenangan, yap
taman belakang sekolahnya yang sepi dan sering didatangi Shilla bersama
sahabatnya itu. Tapi Ray masih belum juga membuka mulutnya sedikitpun. Shilla
terlihat seperti orang bodoh dari tadi menunggu Ray bercerita. Shilla bingung
sendiri, ia ingin memulainya darimana dan ia juga bingung melihat wajah ceria
Ray yang tiba-tiba menghilang menguap beriringan dengan berputarnya waktu.
“Ray?” Ucap Shilla ragu.
“oh iya, eh Shill.” Jawab Ray
sedikit ngelantur.
Shilla tak menjawab. Hanya menatap
Ray dengan tatapan mau-cerita-apasih-sebenernya.
“Sorry Shill. Nunggu lama ya? Hehe
gue juga bingung kenapa tadi gue malah bengong” ucap Ray membuat Shilla sedikit
tak mengerti apa yang sedang ada dikepala cowo ini.
“noprob. Sebenernya lo mau cerita
apasih?”
“mmm… sebenernya gue bingung apa
gue harus cerita sama lo? Tapi gue udah gakuat mendem ini sendirian di dalam
kepala gue. Sejak ngeliat lo pertama kali gue juga mulai gerasa lo itu orang
yang pas buat gue certain. Tapi gue bingung gimana mulainya. Gue juga malu sama
lo” ucap Ray panjang lebar tanpa melihat kearah Shilla yang mulai terlihat
jenuh mendegar basa-basi Ray dengan perkataan yang dibulak-balik seperti itu.
Shilla mengangguk 2 kali sebelum
membuka mulutnya. “so, lo mau cerita apa?”
“mmm… lo pernah berfikir ngga?
Dibalik sifat gue yang jail sama periang gini bahwa tersimpan banyak serpihan
luka?” ucap Ray, matanya mulai menerawang.
Shilla terdiam lalu memalingkan
wajahnya kearah Ray. Terlihat wajah sendu disana.
“guesih gapernah punya fikiran kaya
gitu. Tapi apa salahnya gue bilang iya? Toh kadang sebuah buku yang covernya
bagus bisa ajakan isinya berantakan? Penuh robekan?” Jawab Shilla.
Ray mengangguk. “Sebenernya dibalik
sifat gue yang kaya gini banyak terdapat kisah yang memilukan.” Ucap Ray lalu
terdiam sebentar. “Anggap aja gue pasir dipantai yang gapernah diurus, gaterawat.
Cuma karena gue berada dilingkungan yang sepi aja gue bisa tetap bersih”
Shilla sedikit tak mengerti dengan
ucapan Ray.
“hhh, gue emang terlahir di
keluarga kaya, keluarga berada, keluarga berkecukupan. Sayangnya gue gapunya
cukup kasih sayang sama kaya keluarga sederhana yang lain. Gue gabutuh
fasilitas kaya sekarang ini. Gue Cuma butuh bokap sama nyokap gue disini.
Nemenin gue. Jadi tempat curhat gue, tapi mereka malah ngurusin pekerjaannya
dan ninggalin gue sejak gue kelas 4 sd” Ucap Ray
Shilla terdiam, mengerti kemana
arah pembicaraan ini. Tiba-tiba otaknya menggebu. Menyemburkan semua cerita
tentang keluarganya. Tentang mama papanya. Nasibnya tak lebih beruntung dari
Ray, bahkan jauh tak lebih berutung dibanding Ray.
“Lo masih beruntung Ray” kini gantian
Shilla yang berbicara.
Ray menengok kearah perempuan
disebelahnya. Kini wajah Shilla yang berubah menjadi sendu, secepat itu.
matanya menerawang lebih jauh kedepan. Seperti yang Ray lakukan tadi.
“Mama papa gue mulai sibuk sama
pekerjaannya saat umut gue baru 3tahun. Masa dimana seharusnya gue disuapin,
dimandiin, tamasya bareng sama mama papa gue. Tapi sangat disayangkan. Saat itu
gue yang tinggal di Bandung terpaksa hanya bisa melihat mama dan papa gue
seminggu sekali. Itu juga tanpa bicara. Mereka terlalu lelah setelah seminggu
bekerja di Jakarta. Pengen rasanya gue ngeluh. Tapi, sama siapa? Baby siter
gue? Dia bisa apa?” Shilla terdiam sebentar menghela nafas beratnya.
“Itu umur 3tahun sampai gue umur
7tahunpun mama papa gue masih seperti itu. Bahkan chilla kecil harus sudah
merasakan pahit menerima kenyataan. Perusahaan mama papa gue berkembang pesat,
sampai –sampai mereka coba buat cabang di Paris dan ternyata hasilnya beneran
wow dan mereka harus pergi kesana, mengawasi sendiri perusahaannya dinegara
orang yang lagi berkembang pesat itu. emangsih mereka pernah ngajak gue pindah
kesana tapi gue gayakin gue bakal hidup lebih seneng disana. Mungkin kalo orang
yang gatau kisah gue kaya gini pasti bakal bilang ‘yaahhh Shill sayang banget
tuh padahal kalo gue jadi lo pasti gue terima tawaran buat pindah ke Paris’
ha.ha.ha. mereka pikir emang semudah itu?” ucap Shilla panjang lebar disertai
tawa memaksa diakhirannya. Ray sendiri hanya diam mendengar cerita Shilla. Ia
benar-benar tak menyangka orang yang menurutnya tak pernah bersedih seperti
Shilla ternyata nasibnya tak jauh berbeda darinya.
“Bahkan sangking jauhnya hubungan
kita. Mama papa gue gabisa ngertiin apa yang gue inginkan. Gue gapengen pindah
keparis itu bukan karena apa-apa hanya karena satu hal. Gue telah menemukan
seseorang yang bisa buat hidup gue lebih berwarna dari sebelumnya. Tapi mereka
emang kelewat jahat. Mereka malah nyuruh gue pindah ke Jakarta. Tinggal sama
omma gue. Ninggalin bandung, ninggalin sahabat kecil gue, ninggalin semua
kenangan gue disana. Gue benci” Ucap Shilla lagi. Nafasnya kini semakin terasa
berat, air matanya ternyata sudah membanjiri pipinya tanpa ampun. Tatapannya
masih jauh menerawang, meratapi luka-luka lamanya yang tak kunjung sembuh. Ia
telah mati rasa apabila mengingat mama dan papanya bahkan benar-benar tak terasa
sakitnya, saking sudah lama ia tak bertemu keduanya.
Shilla. Dibalik tawa lepasnya
ternyata lebih banyak tersimpan luka mendalam yang mungkin sangat sulit untuk
diobati.
*
Bel jam pelajaran pertama sudah
agak lama berbunyi, sekitar beberapa menit lagi akan terdengar bel pelajaran
kedua sepertinya. Rasanya bosan juga disaat yang lain sedang menyerap materi
dikelas Cakka hanya duduk santai bersama anggota pramuka yang kemarin ikut
lomba lainnya.
“kka, gue lagi smsan nih sama
Sivia” kata Ify sambil menatapi layar handphonenya.
“terus?” ucap Cakka datar.
Ify mencubit lenga Cakka sebelum ia
berbicara “yeehhh, kata Sivia, si Chilla galagi dikelas dari jam pertama”
Cakka terdiam. Lalu mengangkat jari
telunjuknya seperti sedang mendapatkan ide. “thanks fy” kata Cakka lalu segera
meninggalkan Ify. Namun baru sekitar 2 langkah, Cakka menghentikan langkahnya
berbalik menghadap Ify yang bingung dengan tingkah Cakka.
“kira-kira selain dikelas sama
dikantin Shilla kemana?” Tanya Cakka pada Ify.
“oooh. Dia di…… mmm taman belakang.
Iya di taman belakang. Coba aja kesana” Ucap ify.
Tanpa menjawab Cakka berjalan
dengan cepat meninggalkan Ify.
Ify hanya menggeleng “dasar aneh”
ucapnya pelan.
*
Kini air mata Shilla semakin deras
berjatuhan. Nafasnyapun makin terdengar tak beraturan.
Gawat, batin Ray.
“Shill….. gue tau ini sulit. Tapi
gue yakin, gadis setegar lo pasti bisa ngelewatin ini semua” Ucap Ray yang kini
merubah posisinya medekat kearah Shilla.
Bel
pertanda pelajaran kedua berakhir pun sudah berbunyi dengan lantangnya. Tapi
ternyata Shilla tak memberhentikan tangisannya, air matanya masih saja terus
mengalir melewati pipinya. Matahari yang semakin lama semakin meninggi,
berbanding terbalik dengan keadaan Shilla yang sedang hujan badai
tersebut. Dan Ray pun semakin bingung
melihat Shilla yang tak kunjung menghentikan tangisannya. Ray diam sejenak
menaruh telujuknya di dagunya, berfikir.
Ada dua pilihan dikepalanya, pertama ia aka mendiamkan Shilla seperti ini terus
sampai dia merasa tenang sendiri atau ia harus……….
Lalu sejurus Ray mendekap tubuh
Shilla. Ia memeluknya. Namun hanya pelukan biasa, pelukan menenangkan tak
berarti apa-apa. Ia mengeyampingkan pilihan pertama di kepalanya karena ia
yakin takkan membuahkan hasil. Ray memeluk Shilla sambil perlahan memberikan ketenangan
pada gadis itu, pada sahabatnya yang menangis mungkin gara-gara dia. Mm..
“Sorry Shill, gue udah buat lo
sedih. Kalo lo pengen nangis keluarin aja Shill. Mungkin bisa buat lo lebih
tenang” Ucap Ray mengusap lembut kepala Shilla yang kini berada didadanya.
Ingat, dalam status sahabat. Hanya sahabat.
Shilla yang sedang kalut dalam
kesedihannya. Sampai-sampai ia tak peduli lagi dengan apa-apa, dengan dunia sekitarnya. Ia hanya ingin
menangis sekarang, dunia memang kejam. Shilla bukan perempuan-yang-suka-mengambil-kesempatan.
Hanya saja ia benar-benar sedang kacau, ia terlalu lelah dengan hidupnya, tak
ada salahnya bukan jika ia meminjam sebentar dada bidang Ray hanya untuk
menangis hari ini saja.
Ray mengerti, mengerti sekali
keadaan yang dirasakan Shilla, karena apa? Ya, karena ia juga merasakan hal
yang sama. Terkhianati oleh keluarga mereka sendiri, keluarga yang
seharusnya melindungi hati mereka tetapi
malah melukainya tanpa ampun.
Prangg…..
Terdengar suara nyaring benda jatuh
secara tak sengaja yang membuat Ray terlonjak kaget. Begitu pula Shilla yang
mulai memberhentikan tangisannya. Dan cukup membuat burung-burung yang sedang
bercanda riang diranting pohon pada berterbangan.
Shilla berpindah ke posisi semula
duduk disebelah Ray. Lalu mereka berdua saling bertatapan. Seakan sama-sama
bertanya itu-suara-apa-?
Ray bangkit dari tempat duduknya
sekarang, yang lalu disusul oleh Shilla. Mereka jalan menuju sumber suara tapi
tak menemukan apapun kecuali…….. kaleng susu? Dan isinya masih penuh pula? Jadi,
siapa yang tadi datang kesini dan menjatuhkan kaleng susu ini?
Mereka tak tau bahwa pemilik susu
kaleng tadi adalah…. Cakka. Ya, pujaan hati Shilla. Sehabis meninggalkan Ify
tadi Cakka langsung berjalan menuju kantin untuk membeli minuman kesukaan
Shilla itu. Lalu Cakka melanjutkan perjalanannya menuju taman belakang dengan
riang mengikuti saran Ify tadi. Tapi ternyata………
*
Ditempat yang agak jauh dari taman
belakang Cakka berhenti berlari. Cakka benar-benar tak percaya dengan apa yang
ia lihat tadi. Ray. Memeluk. Gadis yang selama ini ia dambakan. Shilla. Ya,
gadis yang manis dan tak pernah bosan dilihat itu. Dipeluk Ray. Teman
sekelasnya.
Cakka menggeleng lalu
mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Ia frustasi dengan pemandangan yang baru saja
ia lihat tadi. Ia benar-benar tak menyangka, ia benar-benar kecewa. Cakka sudah
terlanjur menaruh hatinya pada Shilla. Ia menyayangi Shilla. Sangat menyayangi
Shilla mungkin. Tapi mengapa? Mengapa Shilla seperti itu dihadapannya. Ia
benar-benar tak habis fikir dan berkali-kali mengacak-acak rambutnya.
Cakka bodoh, batinnya sarkatis.
Kenapa ia harus keduluan dengan Ray. Kenapa bukan dia yang ada diposisi Ray
tadi? Aggrhh! Cakka benar-benar kacau sekarang. Ia tak pernah merasa seperti
ini sebelumya. Sial, sejuta kali sial.
Rahasia cinta yang seharusnya
sekarang sudah terungkap itu ternyata harus dihancurkan lagi, puzzle puzzle
itu. kepingan-kepingan yang harusnya sudah menyatu kini berantakan.
*
Mengapa cinta itu terlalu munafik?
Mengapa bisa saling bersama, tapi
kita tak mencoba?
Jam pelajaran ketiga sudah
berlangsung ketika Ray memasuki kelas. Sedang ada guru rupanya. Semua mata
memandang kearah Ray yang masuk seenaknya saja ke kelas. Masa bodo deh di
liatin, ucapnya dalam hati. Sivia terkesiap ketika melihat Ray masuk kedalam
kelas sendirian, lalu kemana Shilla?
Shilla masih terdiam di taman
ketenangan, entah apa yang membuatnya bertahan disana selain karena ia tak mau
masuk ke kelas karena sedang ada guru yang mengajar. Bisa dikira apa nanti dia?
Shilla anak yang baik-baik memasuki kelas saat sedang ada guru yang mengajar
dengan wajah sendunya? Tidak tidak.
Sebenarnya Ray juga tak ingin memasuki
kelas dengan basah-basahan seperti itu karena air mata Shilla. Namun Shilla
memaksa Ray agar ia masuk kelas saja dengan alasan Shilla ingin sendiri dulu
disini. Sebenarnya itu bukan alasan agar Ray masuk kekelas saja sih, tapi
Shilla juga ingin menenangkan diri dulu. Sekaligus memikirkan………… mm kaleng
susu yang ia temukan tadi.
Shilla berdiri dari tempat yang ia
duduki sekarang. Lalu dengan sigap mengambil kaleng susu yang terjatuh tadi dan
segera duduk kembali ditempat yang tidak terlalu jauh dari tempat kaleng susu
itu jatuh.
Taman ketenangan,taman yang sangat
luas namun tidak terlalu banyak hiasan bunga di taman ini. Hanya ada beberapa
untuk menutupi sisi taman. Ada satu pohon besar yang rimbun pula di pojok kiri
taman ini dibawah pohon itu di letakan sebuah kursi panjang dan ada juga
beberapa pohon yang tidak terlalu rimbun untuk menambah kesan hijau ditaman
ini. Taman ini memang terlihat sangat sederhana karena memang sangat jarang
dikunjungi siswa-siswi.
Shilla menatapi kaleng susu yang
sedang ada ditangannya sekarang. Siapa?, pikirnya. Siapa yang tadi kesini lalu
menjatuhkan kaleng susu ini? Setau Shilla tak ada satupun murid yang berniat ke
taman ini. Lagipulakan ini masih jam pelajaran. Sungguh, sebenarnya Shilla tak
tau bahwa anak-anak Pramuka tidak sedang belajar dikelas.
Mm.. lagipula Shilla tau hanya
segelintir orang yang mengetahuin minuman kesukaannya ini. Halah. Mengapa
Shilla jadi terlalu berharap begini, bisa sajakan orang yang menjatuhkan kaleng susu ini tak berniat
untuk diberikan kepada Shilla. Haahhh, entahlah ia benar-benar sedang kalut
sehingga tak dapat berpikir lebih jauh lagi.
*
Cinta tak suka diatur, ia akan
berontak apabila tak sesuai maunya.
Hari ini seperti hari-hari
biasanya. Semua murid 7F menyerap pelajaran seperti sebagaimana mestinya.
Setelah terdengar bunyi bel pertanda pelajaran kedua telah selesai semua murid
sontak berteriak karena dari awal jam pelajaran pertama tadi mereka sudah tau
bahwa guru kesenian tak dapat masuk hari ini. Etahlah mengapa mereka suka
sekali dengan jam kosong, padahal hanya akan diisi dengan mengobrol dan
mengobrol.
Begitu juga dengan Ify, Cakka dan
Debo mereka asik sekali mengobrol dan tertawa, tetapi tidak dengan Shilla. Ia
hanya berdiam diri mengutak atik gadgetnya sambil menahan rasa sesak didadanya
yang semakin terasa merusak otaknya. Shilla hampir gila dan akan menjadi sangat
gila jika tetap berada disini. Biasanya jika sedang merasa seperti ini Shilla
akan kabur ke meja Sivia dan mengobrol dengan Sivia Agni dan Zahra, tapi
sepertinya tidak berlaku untuk kali ini.
Shilla menghela nafas tak kenatara
berkali-kali. Entah untuk apa, mungkin ia berfikir jika ia melakukan hal itu
rasa bimbang didadanya akan keluar dengan bersamaan helaan nafasnya. Tapi? Ya
pasti tidak akan terjadi seperti itu. Shilla tetap saja merasakan rasa sesak
itu. Aggrrhhh ingin rasanya Shilla membanting gadget yang sedang berada
ditangannya sekarang.
Walaupun Shilla melakukan hal itu
dengan sangat pelan dan berharap tak dapat diketahui Ify Debo dan Bejat yang
sekarang ia sayangi itu. Tetap saja dapat diketahui dengan mudah oleh Ify,
walau yaa debo dan Cakka tidak tau. Ify sahabat Shilla sejak kelas 2SD Ify tau
betul sikap Shilla jika sedang dilanda kebimbangan atau kegalauan.
Shilla menaruh gadgetnya dimeja
dengan sedikit batingan, hanya untuk menghilangkan kegalauannya sedikit saja
mungkin. Lalu ia menundukan kepalanya dan memfokuskan pandangannya kearah
sepatunya yang bermerk Yongki Komaladi itu sebelum Ify mengagetkannya.
“Chilla?” Panggil Ify denga suara
lirihnya.
“ya?” jawab Shilla sedikit
terkesiap seperti mau tidak mau menjawabnya.
“kamu kenapa?” Tanya Ify, terlihat
sekali aura kecemasan yang dipancarkan Ify.
Shilla tersenyum hanya beberapa
detik mungkin “gapapa” jawabnya.
Ify yang sudah bersiap untuk
tersenyum itu terpaksa merenggut lagi melihat senyum singkat Shilla yang
dilanjutkan wajah sendunya yang takkan pernah bisa ditutupinya kepada
orang-orang terdektanya itu. “sorry chill” Ucap Ify dengan suara bergetar.
“untuk?” ucap Shilla tanpa menengok
kearah Ify.
“aku gapeduliin kamu, aku neglupain
kamu selama dua minggu ini. Aku nyesel”
Shilla terdiam sebentar sebelum ia
menghela nafas beratnya. Kejadian ini pernah terjadi saat dulu mereka masih
duduk dibangku kelas 3SD. Shilla marah-marah kepada Ify karena tigkah cuek Ify
kepadanya, lalu Ify meminta maaf kepada Shilla dan akhirnya semua kembali
seperti semula. Tapi kali ini berbeda, Shilla tidak marah dengan Ify bahkan ia
malah mejawab “aku gapapa ko fy”
Jawaban itu tidak , tidak
menenangkan Ify, sama sekali tidak. Jawaban itu hanya membuat Ify semakin
merasa bersalah. Ify ikut merunduk menatapi ujung sepatunya yang tak kalah
bermerk dengan Shilla itu. Matanya sedikit berkaca-kaca, Ify benci keadaan
seperti ini. Ia rindu Chilla, Chilla sahabatnya yang dulu. Bukan Chilla yang
seperti ini.
*
Kalau saja aku bisa memutar waktu,
takkan aku biarkan kau pergi meniggalkan diriku.
“Fy” Ucap Shilla lemah membuat Ify
memaksa mengangkat wajahnya dan menatap mata sahabat kecil yang ia sayangi itu.
“ya Chill?” Jawab Ify sambil
tersenyum berharap, harapannya tadi terkabulkan, Shilla berubah menjadi Chilla
sahabat kecilnya yang dulu.
“gue pindah tempat duduk ya” Ucap
Shilla disertai senyum –memaksakan- juga.
Ify terkesiap, senyumnya menghilang
dalam hitungan 1 atau 2 detik. Ia benar-benar tak percaya, Shilla yang sedari
dulu hanya ingin duduk dengannya saja sampai meminta ommanya untuk meminta pada
walikelasnya dulu kini malah meminta untuk pindah tempat duduk, meninggalkan
Ify.
Tanpa menunggu jawaban dari Ify,
Shilla sudah bergegas melangkah menjauhi kursinya kini menuju kursi paling
pojok belakang, duduk dengan orang-orang yang unpopular ,sangat berbanding
terbalik dengan Shilla yang sangat popular itu.
“hai? Gue boleh gabung?” Sapa
Shilla pada pemilik sebelah bangku yang ia duduki sekarang, Olivia. Ya, salah
satu anak unpopular di sekolahnya itu bahkan dikelasnya juga.
Olivia hanya terdiam melihat Shilla
yang sudah duduk di bangku sebelahnya itu.
“eh Shilla, boleh boleh ko. Kamu
pasti boleh deh gabung kesini. Hehe” ucap seorang anak yang duduk tepat
didepannya yang sedari tadi menghadap kearah belakang sepertinya sedang
mengobrol bersama Olivia dan Shinta ya dia Zevana. 3 orang ini memang sangat
pendiam,hanya ingin bicara dengan mereka mereka saja. Tapi kalau soal otak,
jangan ditanya mereka memang ahlinya.
“makasih. Eh? Emm?” ucap Shilla
berfikir.
“Zevana” Jawab anak tadi disertai
senyum.
“Oh iya Zevana.” Ucap Shilla
sedikit malu, masa teman sekelasnya saja ia tak tau namanya. Huh Shilla ini.
“Kok lo tumben duduk disini?” Ucap
Shinta, ia terlihat agak tomboy atau memang tomboy ya? Hmm….
“gaboleh nih?” ucap Shilla tetap
mempertahankan senyumannya.
“EH bukan gaboleh ko Shill. Kita
Cuma bingung aja, kamu ko mau duduk disebalah aku? Ngobrol sama kita?” Ucap
Olivia membenarkan.
“lah, emang kenapa? Haha” Ucap
Shilla disertai tawa.
“Yaa aneh aja Shill, kamukan dikeal
banyak orang. Sedangkan kita? Cuma kutubuku yang hobbynya baca buku.” Ucap
Zevana membenarkan letak kaca matanya yang agak turun.
“Yehh, itumah elo zev. Gue sama
Olivia engga.” Ucap Shinta memprotes ucapan Zevana.
Olivia hanya mengangguk.
“HAHHAHA” tiba-tiba Shilla tertawa
sangat keras melihat tingkah mereka, lucu juga.
Tawa Shilla itu membuat sebagian
besar teman sekelasnya menengok kearahnya, termasuk Ify Cakka, Debo, Sivia,
Agni dan Zahra hanya saja Ray sedang tidak ada dikelas, Ray memang tak suka
dengan jam kosong dan hanya diisi berdiam dikelas, lebih baik ia pergi
kemanapun kehendak kakinya.
Ify menatap Shilla dengan tatapan yang tak
bisa ditebak. Sudah lama ia tak melihat Shilla tertawa selepas itu. Dulu,
Shilla memang sering sekali tertawa selepas itu apalagi jika sedang bercanda
dengan Ify Cakka dan Debo, aah mengingat hal itu hanya akan membuat Ify mejadi
rindu dengan Chillanya, Ify menunduk sebentar lalu mengangkat lagi kepalanya
dan melihat kedepan.
Cakka dan Debo menengok kearah
Shilla dengan fikiran diotaknya masing-masing. Cakka yang sedang mencoba tak
peduli dengan gadis itu lebih memilih memaligkan pandangannya kearah ify secepat
mungkin yang kemudian diikuti dengan Debo. Mereka memandang ify seakan bertanya
Shilla-kenapa-pindah-kesana-?. Yang lalu hanya Ify balas dengan mengangkat bahu
dan menyilangkan tangannya kemudian ia letakan diatas meja dan membenamkan
wajahnya disana. Cakka dan Debo yang tak mengerti ikut megangkat bahu lalu
kembali menghadap depan.
Sementara Sivia menatapi Shilla
dengan tatapan rindu, tapi ia juga tak bisa membohongin dirinya sendiri, masih
terbesit rasa kesal di lubuk hatinya yang entahlah tak jelas apa alasannya.
Sedangkan Agni dengan Zahra menatapi
Shilla tak peduli. Zahra sendiri mengakui bahwa hatinya merindukan salah satu
sahabatnya itu, sahabat yang telah sering membantunya. Zahra tak pernah punya
niat jahat, namun ego untuk mendapatkan hati Gabriel dan menjauhkan Gabriel
dari Shilla telah merusak kepeduliannya kepada Shilla. Sementara Agni sendiri
tak mengerti dengan apa yang dilakukan Shilla.
Haaah entahlaah sebenarnya apa yang
ada difikiran mereka masing-masing. Shilla sendiri tak peduli, ia masih saja
bercanda ria dengan teman-teman barunya kini yang unpopular itu.
Shilla terlihat tak menyesal
memindahkan tempat duduknya. Malah ia bisa merasa lebih lega sekarang, ia bisa
berhenti menghirup aroma natural dari seseorang yang duduk tepat didepannya
saat itu yang bisa dengan cepat membunuh saraf-sarafnya untuk berfikir normal.
Dan sepertinya detak itu sudah tak terasa lagi sekarang. Ia merasa seperti
seseorang yang beban hidupnya telah diangkat.
Shilla juga tak pernah tau bahwa
tak harus selalu duduk dengan Ify akan membuat dirinya merasa tenang. Entahlah
ia juga tak mngerti ia keracunan Zat apa sehingga ia tak ada niat untuk tidak
duduk dengan Ify sekalipun, atau malah sekarang ia sedang keracunan suatu Zat
sehingga memilih duduk menajuhi Ify. Ah entahlah.
Tapi menurutnya ternyata cara seperti
ini sangat ampuh sekali untuk menghilangkan kebimbanganya, tanpa ia tau bahwa
hatinya akan berontak, hatinya membutuhkan Cakka bukan menjauhi Cakka.
Tapi Shilla mencoba tetap tidak
peduli, ya sikapnya berubah seperti awal, ia tak mau peduli dengan apapun,
tidak akan lagi sepertinya.
PART 10
PART 10