Dua hati yang telah lama terpisahkan, kini akan kembali menjadi satu. Bunga tumbuh sesuai waktunya. Begitu juga kedua hati itu dipertemukan sesuai waktunya.
Hari ini, sudah hari kedua setelah Study Tour yap sekarang Hari Jum’at. Peserta Study Tour seharusnya sudah masuk hari ini, setelah kemarin diliburkan untuk istirahat. Namun tidak dengan Shilla, ia masih demam jadi tak bisa masuk sekolah hari ini. Sebenarnya Shilla ingin sekali sekolah, karena Ray berjanji akan mempertemukannya dengan ka Arel hari ini. Namun apa boleh buat. Untuk bangun dari tempat tidurnya saja Shilla kesusahan, jadi terpaksa ditunda terlebih dahulu bertemu dengan Arelnya.
“Ray!” panggil seseorang ketika Ray sedang berjalan melewati koridor utama sekolahnya.
“Eh ka Gab. Apaan ka?” Tanya Ray sambil membalikan tubuhnya.
“Mana orang yang mau lo tunjukin ke gue?” Tanya laki-laki itu yang ternyata adalah Gabrielnya Zahra sekaligus ka Arelnya Shilla.
“orangnya hari ini gamasuk. Sakit dia” Ucap Ray santai. Sambil melepas kedua earphone yang sedari tadi ia gunakan.
“yahh, emang siapasih? Penasaran gue.”
“besok aja ka, gue kasih taunya”
“besok libur weh” Ucap Gabriel makin penasaran saja.
“Oiya, emm.... di taman perbatasan komplek kita sama komplek sebelah. Gimana?”
“tapi lo yakin itu orang bakalan dateng besok?”
“iya gue yakin. Dia juga udah gasabar ketemu lo. Sayangnya hari ini dia sakit”
“emang siapasih?” Ucap Gabriel sambil mngerutkan dahinya dalam-dalam.
“udah besok aja liat. Udah ah gue ke kelas dulu. Bye ka!” Ucap Ray lalu melengos pergi meninggalkan Gabriel di koridor sekolah.
Saat Gabriel ingin membalikan badan sepenuhnya, terdengar suara memanggil namanya. Suara yang sudah tak asing ditelinganya. Zahra.
“Hey ra! Kenapa?” Tanya Gabriel membalas sapaan Zahra tadi.
“emmm.... Gapapa. Tadi kaka ngomongin apaan sama Ray? Serius banget kayanya” Tanya Zahra penasaran.
“ha? Oh bukan apa-apa ko” Ucap Gabriel disertai senyum khasnya, yang mampu membuat semua orang terlena, termasuk para guru-guru juga.
“mmmm oke deh.” Ucap Zahra sambil membalas senyum Gabriel. Terlihat sedikit dipaksakan. Huh, kenapa Gabriel terlihat seperti menutupi sesuatu. Perasaan Zahra sangat tidak tenang sekarang. Ah, sebenarnya Zahra ini kenapa sih. Kenapa ia seperti cemburu. Padahal tak ada sesuatu yang harus di jadikan alasan untuk cemburu.
“ra, aku ke kelas dulu ya. Ditungguin sama temen. Bye” Ucap Gabriel tanpa menunggu balasan dari Zahra langsung beranjak dari tempatnya.
Tiba-tiba tubuh Zahra melemas, rasanya kakinya sudah tak sanggup berdiri sekarang. Tidak. Tidak. Pasti ada yang salah. Yap. Ini bukan sekedar perasaan Zahra saja. Namun memang kenyataanya Gabriel sedang menutupi sesuatu. Tapi apa? Kenapa Gabriel tidak mau cerita? Biasanya ia akan bercerita pada Zahra walaupun masalah tidak pentingpun. Tapi mengapa kini tidak? Apa yang telah membuat Gabriel berubah menjadi begini? Ah entahlah, Gabriel sudah tidak berfikir jernih lagi sekarang. Otaknya kacau akibat rasa penasaran yang hebat.
*
Malam ini Nampak berbeda dengan malam-malam sebelumnya, bintang-bintang setia menemani bulan menyinari bumi. Indahnya kebersamaan terpancar dari atas sana.
Shilla tersenyum memandangi langit. Seakan-akan merasakan kebahagian yang sama dirasakan oleh sang bulan. Sebentar lagi ia akan bertemu bintangnya, penerang jiwanya, penambah semangatnya, ka Arel. Shilla berdiri bersandar pada pagar di balkonnya sambil memegangi bingkai foto taddy bear yang ia sangat sayangi itu. Mentapinya lekat-lekat dan melabuhkan fikirannya didalam sana.
Tiba-tiba shilla dibangungkan dari lamunannya oleh getaran yang berada disaku piyamanya. Oh ternyata baru saja ada pesan masuk disana. Shilla membuka handphonenya dan tertera nama “Ray Prasetya” disana.
From: Ray Prasetya
Woiii, msh sakit lo? Gws yaa! Td si Gabriel nanyain ke gue. Eh elonya gamsk.
To: Ray Prasetya
Iya, tp skrng udh mendingan. Thanks ya Ray! Oh ya? Demi apa?
From: Ray Prasetya
Iya smsm Shill. Iya beneran. Dia kynya penasaran bgt shill.
To: Ray Prasetya
Knp ngga lo kasih tau aja sih Ray?
From: Ray Prasetya
Biar suprise, haha. Udh istirahat sana! Bsk jam 1 gue tunggu di taman sm ka Gabriel. Oke?
To: Ray Prasetya
Kan kasian dianya Ray. Iyaiya. Okee jgn ngaret ya lo!:p
From: Ray Prasetya
Elo yg jgn ngaret neng:p okee!
Shilla menaruh handphonenya kembali ke dalam saku piyamanya, lalu tersenyum setelahnya. Ah senyum Shilla itu terlihat begitu menawan, Shilla sendiri sudah hampir lupa kapan ia tersenyum seperti ini. Ternyata ka Arel masih saja bisa membuatnya seperti ini setelah Shilla benar-benar ingin membencinya pada saat study tour kemarin.
Terbayang kah betapa berartinya Arel untuk Shilla? Bahkan Shilla lebih mencintai ka Arel di bandingkan dengan kedua orang tuanya yang sedang sibuk di Paris.
Shilla bukan hanya merindukan Arel, tapi Shilla juga membutuhkan Arel untuk mengembalikan semangatnya yang akhir-akhir ini entah terbang kemana. Shilla menatap langit lagi gelap namun tetap terlihat indah karena taburan bintang dan cahaya purnama bulan. Lalu ia memejamkan matanya, berharap ini adalah awal segala kebaikan untuknya.
Shilla merasakan udara malam mulai membuat tubuhnya kedinginan, ia segera masuk kedalam kamarnya dan bersiap untuk menyaksikan mimpi-mimpi indah yang telah menunggunya.
*
Entahlah, aku tak pernah mengerti akan hati ini. Aku menyimpan cemburu pada sahabatku yang dekat dengannya yang bukan siapa-siapaku.
Sivia membulak-balikan pulpennya diatas buku hariannya. Sebenarnya banyak yang ia ingin tuliskan dibuku itu seperti biasanya. Namun entah mengapa malam ini seakan-akan semuanya tak dapat ia keluarkan dari otaknya. Hanya terlihat satu kalimat disana.
“aku cemburu”
Hanya itu, ya, hanya itu. sebenarnya ia juga bingung, ia cemburu pada apa dan pada siapa. Apa dengan kedekatan Shilla dengan Ray? Namun, apa yang ia cemburukan? Memang ia menyukai Ray? Ia sendiri juga tidak tau.
Sivia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia rindu pada Shilla. Ingin rasanya ia berbagi isi hatinya kini dengan Shilla, tapi apa boleh buat. Jika berpapasan dengannya saja Shilla seperti tak melihatnya. Padahal sebenarnya dulu Sivia duluan yang menjauhi Shilla.
Tiba-tiba Sivia terlonjak mendengar teriakan-teriakan dari lantai bawah. Pasti…….. orang tuanya bertengkar lagi. Ah, Sivia benci saat-saat seperti ini.
“mama tuh harusnya ngerti! Papa cape!”
“Tapi Pa, Mama lebih cape hari ini. Kenapa papa selalu mau dimengerti tapi tidak pernah mau mengerti orang lain!”
“Apa maksud mama?!”
“Terserah Papa!”
*bruukk* terdengar suara bantingan pintu secara sengaja
Ah, Sivia muak dengan semua ini. Ia hanya bisa menutup telingannya dan memejamkan mata. Air mata Sivia terjatuh lagi. Membasahi buku diarynya. Dengan lemas ia menuliskan beberapa kata di buku itu
“mama…. Papa….. Via sayang kalian. Tapi kalian gapernah sayang Via. Kalian selalu bertengkar setiap pulang kerja. Tak ada makan malam bersama. Tak ada segalanya! Via benci ini”
Andaikan Sivia punya seseorang yang bisa membuat keadaannya lebih baik, namu sayangnya tidak ada. Tidak ada yang pernah peduli dengan dia. Padahal ia selalu mencoba peduli pada sekitarnya, namun kenyataannya tak ada yang peduli dengan dirinya.
Dulu saat seperti ini Sivia masih bisa bercerita dengan Zahra, Shilla, Ify ataupun Agni. Namun sekarang? Ah.. mengapa semuanya harus menjadi serumit ini?
*
Hati ini bergetar hebat ketika mendengar namamu, sungguh aku masih merindukanmu sampai saat ini.
Hari ini Shilla bangun lebih pagi dari biasanya. Sekitar pukul 5 ia sudah terbangun ketika mendengar dering dari handphonenya. Dengan mata sayup-sayup ia mengagkat telepon itu.
“hallo?” sapa Shilla dengan suara sedikit tak jelas.
“shill? Woy!” ucap suara disebrang sana yang terdengar dari handphone Shilla.
“iya.... siapa ya...?” ucap Shilla masih dengan suara mengantuk yang sama.
“gue Ray! Udah jam berapa woy? Masa jam segini belum bangun. Katanya mau ketemu kak Arel?”
Shilla mengerjap, tersadar dari sikap setengah tidurnya “ha? Apa? Emang jam berapa? Gue telat? Ah sorry” ucap Shilla sedikit panic.
“baru jam 5 pagi sih, Shill. Hahaha” ucap Ray menertawai tingkah panic Shilla tadi.
“Huaaaa Raayyy! Gue kira udah jam berapa... ngagetin aja taungga!” omel Shilla.
“Hahahahaha. Yaudah yaudah. Eh biar acaranya lebih berkesan gimana kalo kita susun suatu rencana?”
“rencana apaan?”
“gue udah punya rencananya nihh, barang kenangan lo sama Gabriel yang sampe sekarang masih di produksi apaan?”
“mmm, maksudnya? Oh gue tau. Mmm apayaa?”
“dih... lo masih merem ya Shill? Serius nih gue”
“enak aja! Gue udah seger nih gara-gara lo tadi! Gue juga serius, gue lagi mikir. Tunggu-tunggu”
“ohaha, yamaap Shill....”
“nah gue tau! Susu kaleng rasa coklat”
“ha? Minuman yang suka lo bawa ke sekolah itu?”
“iyaa, gue kalo lagi main sama ka Arel pasti selalu bawa-bawa susu itu, pasti ka Arel masih inget”
“mmm okee... bawa beberapa kaleng susu itu ketaman jam 9an yaa”
“ha? Bawa berapa? Buat apaan?”
“20 kaleng juga cukup Shill..... udah nanti gue kasih tau deh”
“mmm... yaudah, gue mau tidur lagi ah masih ngantuk nih!” ucap Shilla sambil menutup teleponnya lalu kembali memejamkan kedua matanya.
*
Jam telah menunjukan pukul 9 kurang 15 sekarang, Shilla sudah siap dengan segala keperluannya. Beberapa kaleng susu yang tadi pagi Ray minta untuk dibawakan juga sudah tertata rapih di dalam mobil. Shilla mengecek kelarasan pakaiannya didepan cermin sekali lagi. Kemeja panjang berwarna ungu berpadu dengan merah muda, lalu celana jeans biru dongker diatas lutut, disertai flat shoes sudah terlihat sempurna ditubuh Shilla. Lalu Shilla berjalan menuju kumpulan tas selempangnya dan mengambil salah satunya dan segara menuju kearah meja yang dimana terdapat sebuah photoframe beruang coklat disana. Shilla mengambilnya dengan hati-hati, menatapnya dengan tatapan pengharapan. Hari ini aku akan bertemu denganmu ka, batinnya lalu ia tersenyum.
Shilla melanjutkan perjalanannya ke arah mobilnya yang sudah siap untuk berangkat, setelah berpamitan dengan omma, mobil itu langsung keluar dari gerbang utama rumah Shilla dan melaju dengan kecepatan standard menuju taman perbatasan, mengapa disebut taman perbatasan adalah karena taman ini yang menjadi pembatas antara Cluster Claterrina dan Cluster Violliya yang ternyata tempat rumah Ray dan Gabriel berada.
Sebenarnya jarak taman perbatasan itu tidak terlalu jauh dari rumah Shilla, jika berjalan kaki hanya memakan waktu kurang lebih 10menit. Namun karena berhubung Ray meminta Shilla untuk membawakan beberapa kaleng susu yang tak mungkin ia bawa sendiri, jadilah ia meminta untuk diantar.
“non, mau ngapain sih ke taman perbatasan?” Tanya supir Shilla.
“mau ada sesuatu pak. Hehe” jawab Shilla santai sambil tidak mengalihkan pandangannya sama sekali dari layar handphonenya.
“terus ngapain non bawa kaleng susu sebanyak itu? Non gamau minggatkan?”
“lah? Emang muka saya ada tampang orang mau minggat pak? Haha” ucap Shilla sambil tertawa geli mendengar ucapan supirnya.
“ya kan kali aja non. Siapa yang tau? Emang mau ngapain sih non?” Tanya supir itu penasaran.
“haha penasaran banget sih pak. Ngga ngapa-ngapain ko. Beneran deh”
Tidak lama kemudian mereka sudah sampai di taman perbatasan, ternyata sudah ada Ray disana. Sendirian. Mmm, iyalah sekarang baru juga jam setengah 10, merka kan janji sama Gabriel jam 10 tepat.
“pak, Shilla ditinggal aja. Nanti Shilla pulangnya sama temen Shilla” ucap Shilla sembari melambaikan tangan pada supirnya yang langsung melesat pergi meninggalkan Shilla Ray dan kaleng-kaleng susu di taman perbatasan.
“Ray emang susu-susu ini buat apaansih?” Tanya Shilla memulai percakapan, dari tadi Ray terlihat sibuk dengan kaleng-kaleng susu yang Shilla bawa.
“ssttt, udah diem aja. Tinggal terima beres lo.pokoknya gue bakalan buat pertemuan lo berkesan” ucap Ray sambil tidak mengalihkan perhatiannya dari kaleng-kaleng susu itu.
“mmm... oke, terus gue ngapain sekarang?”
“lo duduk di bangku tengah taman ini. Tunggu sampe jam 10. Oiya, nih lo bawa ini” ucap Ray mengomando sambil memberikan sebuah photo frame berhias beruang coklat yang mirip dengan punyanya.
“inii................?” Tanya Shilla yang belum selesai langsung di jawab oleh Ray.
“iya itu punya Gabriel. Udah, pegang aja sana.”
Shilla mengangguk, ia yakin Ray tak akan mempermainkannya. Ray adalah orang baik-baik yang walau terkadang sedikit jahil kepada Shilla. Namun ia yakin kalau soal beginian Shilla tak mungkin dikerjai oleh Ray.
*
Gabriel sudah siap sekarang, ia mula memacu motor ninja kesayangannya kearah taman yang Ray beritahu kemarin. Terbesit segala rasa penasaran di otaknya. Sebenarnya siapasih yang ingin Ray pertemukan dengannya hari ini? Seberapa penting orang itu baginya? Atau bagi Ray? Karena biasanya Ray hanya ingin membantu seseorang yang benar-benar sudah dekat dengannya.
Rasa penasaran itu terus menghantui Gabriel sejak kemarin, sampai-sampai ia tak sadar bahwa ia sudah sampai ditempat yang dituju.
Gabriel turun dari motornya lalu segera menuju ke pinggir taman. Taman ini sepi, hanya terlihat beberapa orang disana, namun Gabriel sama sekali tidak melihat Ray. Ia terus bercelingak-celinguk, menghadap ke kanan dan ke kiri kali saja ia menangkap sosok Ray disana, namun hasilnya sama. Tidak ada Ray.
Gabriel mendengus, apa jangan-jangan Ray hanya mengerjainya? Tapi sejahil-jahilnya sosok Ray ia tak akan pernah setega ini mengerjai Gabriel. Gabriel berdecak pinggang sampai ia merasa baju bagian bawahnya telah ditarik-tarik oleh seseorang. Gabriel menoleh.
“kaka kaka, ini ada surat buat kaka” ucap seorang gadis kecil yang ternyata sedari tadi menarik ujung baju Gabriel sambil memberikan sepucuk surat.
“mm... dari siapa? Makasih ya” ucap Gabriel tersenyum. Gadis kecil itu...... manis. Wajahnya mirip wajah Chilla, ah Gabriel jadi sangat merindukan Chilla. Merindukan gadis kecilnya.
Gadis itu hanya tersenyum, lalu meninggalkan Gabriel yang masih melamunkan Chillanya. Gabriel segera tersadar dan membuka surat itu. Membacanya dalam hati.
Bro, photo frame lo ilang? Mau tau dimana? Ikutin aja kaleng-kaleng susu yang ada didepan lo sekarang. Pasti lo bakal nemuin photo frame lo berserta kenangan didalamnya:-)
-R-
Gabriel terdiam sejenak. Menengok kearah bawah, dan benar saja ternyata banyak kaleng susu berserakan didepannya. Sambil terus memegangi surat yang ia dapat tadi, ia mulai memunguti kaleng-kaleng yang masih berisi susu-susu itu.
1 kaleng, 2 kaleng, 3 kaleng, 4 kaleng daan....... 20 kaleng sudah terkumpul ditangannya. Ia mendongak melihat kearah depannya. Ada seorang perempuan duduk dibangku tengah taman ini, tangannya memegang sebuah photo frame berhias beruang coklat miliknya.
Gabriel meletakan kaleng-kaleng susu itu dibawah, lalu ia mendekat perempuan tadi. Dengan hati-hati ia menyapa gadis itu.
“hai?” sapa Gabriel.
Gadis itu mendongak tersadar seseorang menyapanya.
“Ashilla?”Ucap Gabriel ketika melihat wajah yang tak begitu asing baginya. Ya pasti, Shilla adalah anak pemilik saham terbesar, siapa yang tak kenal dengannya?
“ka... ka... Arel.....” ucap Shilla terbata-bata lalu salah tingkah.
“tau dari mana nama kecil aku?” Tanya Gabriel sedikit bingung.
Shilla terdiam menunduk, menatapi photo frame yang ia pegang sedari tadi. Tenyata ka Arel sudah melupakannya.
“tunggu... tunggu...” suara Gabriel memecah keheningan, membuat Shilla mendongak dan menatap mata Gabriel.
“Chilla............” suara Gabriel terdengar pelan.
Shilla tersenyum lirih namun hatinya senang.
Gabriel mendekap Shilla secepat kilat. Ah, pertemuan yang selalu mereka nanti-nanti dan akhirnya sekarang terjadi. Ka Arel dan Chilla kini kembali dipertemukan.
Gabriel melepaskan pelukannya lalu mengambil posisi duduk disebelah Shilla. Dag. Dig. Dug. Ah, perasaan senang mereka berdua sudah tak dapat di deskripsikan lagi sekarang. Yang pasti mereka sama-sama meridukan satu sama lain. Sangat rindu. Bagaimana tidak, dulu mereka terpaksa terpisah tanpa kemauan mereka.
“kamu sekarang berubah chill. Makin cantik” ucap Gabriel yang membuat Shilla tersipu.
“ha? Makasih ka. Ka Arel juga makin keliatan dewasa. Hehe” ucap Shilla sambil berusaha menghilangkan kegugupannya.
“kamu kemana aja?” Tanya Gabriel kemudian sambil memegang dagu Shilla. “aku kangen.” Lanjutnya.
“Chilla gakemana-mana. Chilla selalu disini. Nungguin kaka. Aku juga kangen. Banget ka” ucap Shilla memegang kedua tangan Gabriel yang sekarang berada di pipi mulusnya. “tapi kaka gapernah muncul. Sampe aku putus asa.” Ucap Shilla lagi.
“maaf Chill, aku gapernah bermaksud kaya gitu. Bodoh juga sih aku. Kenapa engga pernah sadar kalo kita ternyata satu sekolah...?” kata Gabriel sambil mengacak rambut Shilla lalu tersenyum.
“mmm, lupain ka. Yang penting sekarang kita udah ketemu, kita udah bareng-bareng lagi. Aku pengen kaya dulu. Kaka selalu bikin senyum di bibir aku”
Gabriel mengangguk, lalu memeluk Shilla sekali lagi. Aroma Gabriel merasuki pikiran Shilla. Menembus angan-angan kebahagiaan yang selanjutnya akan ia rasakan bersama ka Arel. Begitu juga dengan Gabriel. Serasa tak ingin melepaskan gadis kecilnya ini dari peluknya. Chilla, belahan jiwanya yang dulu sempat menghilang.
Tanpa mereka sadari, dalam hati mereka mengucap janji dalam hati masing-masing. Mereka takkan boleh terpisah lagi untuk selamanya. Bagaimanapun caranya.
PART 12